ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Minggu, 27 Januari 2013

[Part 2 - END] Alien, You're Mine



Tittle : Alien, U’re Mine [2]

Cast :
·         Seungri BIGBANG
·         Choi Soo Young SNSD
·         Yuri SNSD
·         Lee Taemin SHINee
·         Daesung BIGBANG
·         others

Genre : Friendship, Romance, Angst

Length : Double Shoot

Rating : PG 13

A/N : finally, kelanjutan dari si part 1 ^__^ mau UAN nih authornya, musti nyelesein fanfict-fanfict yang belum tuntas. Karena yang part kemarin alurnya kecepetan & masih banyak typo dan salah-salah kata (maaf T_T) well, semoga part ini sesuai harapan deh, huwehehehe #bakar
>>  Alternate Universe tingkat dewa, baca doa dulu sebelum baca kkk
>>  Yang ngga suka pairing Seungri & Soo Young, pikir dua kali aja


See : Teaser1│2


[Part 2]
POV : CHOI SOO YOUNG

 “Soo Young! kau mendengarku?”
Telapak tangan Yuri melambai-lambai tepat di depan wajahku “Eh. Tentu saja, Yuri”
“Kau melamun...” tuduhnya dengan memanyun-manyunkan mulut.
“Tidak”
“Katakan, apa yang kau lamunkan?” Sudah kuduga. pengelakan tidak pernah ada dalam kamus Yuri. “Apa karena Seungri?”
Yaak! Mengapa aku harus memikirkan dia?”
Ekspresi Yuri seketika berubah, “Sejak absen kampus beberapa minggu lalu dia tampak berbeda” Benarkah? Batinku dalam hati. Aku saja yang satu kelas dengannya tidak begitu memperhatikan. “Soo Young, ada apa dengannya?” 
“Mana aku tahu Yuri...”

“Ah!” sedak Yuri tiba-tiba. Aku langsung menengoknya yang sudah berjalan cepat kearah pria : Taemin rupanya, di tengah kerumunan mahasiswa yang berlalu lalang. Dia mengajaknya kemari, mendekat ke tempat kami duduk.
“Hei, kalian sudah dengar? Kampus akan mengadakan wisata pendakian! >.<” kata Yuri penuh semangat.
Taemin hanya tersenyum simpul, “bukankah kau belum pernah melakukannya, Soo Young?” tanyanya kepadaku.
“Lalu?”
“Ini akan menjadi yang pertama kalinya, bukan?” senyumnya makin mengembang disusul dengan Yuri. Benar juga. Musim dingin kali ini, kabarnya kampus akan mengadakan wisata pendakian bukit di luar kota. Kedengaran menyenangkan, walau sebenarnya aku belum pernah melakukan olahraga semacam itu sebelum ini. “Jangan khawatir, kami akan membantu memenuhi keperluanmu” lanjut Taemin.
“eh? terimakasih”
*
Hari pendakian tiba. Kami seangkatan dibagi menjadi beberapa kelompok, dan bukannya sekelompok dengan Yuri ataupun Taemin aku malah mendapat regu dengan laki-laki menyebalkan ituSeungri.
Benar kata Yuri, air muka si mahasiswa baru tampak benar-benar berbeda sepanjang perjalanan menuju lokasi pendakian bersama anggota kelompok lain. Aku tak mengerti. Dia menjadi begitu tenang dan tak banyak berubah ekspresi. Kejadian beberapa minggu lalu? Hanya begitu saja kemudian dia menganggap kami tidak ada?
Jika saja aku berani...
“Semuanya turun!” teriak seseorang dari kejauhan membuat gaduh seisi bus. Kurang sedikit lagi tanganku akan berhasil meraih pundaknya yang sedang tertidur di bangku sebelahku. Failed, dia langsung terbangun dan tak menghiraukan keberadaanku sama sekali.


Pendakian dimulai. Kelompok yang terdiri dari aku, Seungri, Hye Na dan Jin Hoo dari fakultas sebelah mulai berjalan menyusuri bukit (sayang banget authornya nggak pernah tau nama bukit-bukit di Korsel huwehehe ^^v)
“Soo Young-ssi, kau membawa apa?”
“a... aku? hanya membawa peralatan ringan. Aku belum pernah mendaki sebelumnya” jawabku pada Hye Na keki membuat Seungri menoleh. Ketika kubalas menatap, dia malah membuang muka. Cih
“Sungguh? Wah
“Tentu saja, mendaki hanya akan membuang waktu mengerjakan skripsimu Hye Na” sahut Jin Hoo disusul tawa kami bertiga. Sepoi angin menemani kami komplit dengan suara ranting-ranting pohon rindang bergesekan. Pemandangannya indah, sayangnya aku merasa ragu. Apa aku bisa mencapai puncak bukit ini?

Mendaki ternyata memang tak semudah yang kudengar. Selain tebing gunung yang terjal, udara disini dingin dan begitu tipis apalagi jika kami tak cepat-cepat sampai ke garis finish langit akan semakin gelap. Harusnya aku memang tak pernah mencoba kegiatan-kegiatan asing di musim dingin seperti ini.
“Hye Na, boleh aku minta oksigennya?” nafasku mulai sesak. Aku heran, bagaimana bisa pendaki-pendaki seperti Hye Na bisa bertahan hingga ke puncak tanpa mengidap paru-paru basah?
“Aku mengerti” jawabnya. 
“Nuna, gwaenchanhaeyo? Tak lama lagi pukul tujuh malam, jika tidak segera daerah ini akan semakin gelap...” tanya Jin Hoo yang telah menyediakan punggungnya untukku. Sebenarnya aku juga lelah, namun Seungri mengawasi kami dari kejauhan. Aku tak ingin dia melihatku dengan keadaan lemah lebih-lebih dengan digendong Jin Hoo. 
“Bukit ini tak begitu tinggi, Soo Young-ssi pasti bisa melewatinya!” Hye Na menyemangatiku.
Sambil menggunakan sedikit dari isi kaleng oksigen aku menengok ke belekang. Seungri mengekor sambil menyembunyikan kedua tangannya di saku jaket, tetap di radius beberapa meter dari kami. Jujur saja aku sangat tidak nyaman dengan keadaan ini, kugunakan seharian penuh hanya untuk memikirkannya. Aku ingin bertemu dengan Seungri yang dulu berisik, suka mengganggu, dan sok kenal. Sejauh ini belum sekalipun aku melihatnya sekedar mengangkat bibir.
Jika dia mau, aku bisa memaafkan tentang kejadian waktu itu yang membuatnya ketakutan. Apa harusnya memang aku yang meminta maaf kepadanya? Kenapa sama sekali tidak terpikirkan olehku? Tetapi apa juga salahku? Waktu itu dia yang datang untuk menolong dan itu hanya kebetulan. 
Tak berbicara, tak mengirim pesan, tak tersenyum. Ternyata seperti ini, didiamkan oleh seorang yang kuanggap remeh sebelumnya. Bahkan aku belum membalas pernyataan cintanya yang waktu itu. Apa sudah terlambat?...
Fine. Setelah ini aku yang akan memulai. Entah dia akan merespon atau tidak itu urusan nanti. Tinggal katakan ‘ada apa denganmu sebenarnya’ atau ‘lupakan tentang pertolongan sia-sia mu tempo hari’. Eh, tetapi bukankah terlalu frontal? Aisshh, aku ini jadi perempuan kenapa kasar sekali? Mungkin semacam ‘maafkan aku’ atau—“Ahh!!”
SRETT
“Krak”
*deg deg deg*


...Ya Tuhan, selamatkan aku!


“Hye Na, Jin Woo, tolong!” tanganku mulai terasa perih untuk memegang kuat batuan yang ada di puncak tebing curam di bawahku. Aku memejamkan mata, tidak berani melihat tanganku yang sebentar lagi terlepas karena tubuh yang sama sekali tidak ringan ini.
GREP
“Argh!”
Seorang bertangan tegap meraih tanganku yang tidak lagi menempel tebing. Kuberanikan membuka mata. Detak jantungku kacau sekarang. “Soo Young! cepat naik!”
Mataku berair, antara bersyukur pria ini ternyata adalah Seungri dan makin takut karena langit benar-benar telah gelap. “Bagaimana caranya?!” tanyaku panik tetap berpegangan pada lengannya.
“Panjat saja tubuhku!”
“a.. aku tidak bisa! Aku takut~~” Aku tak dapat mengontrolnya. Soo Young, kau menangis di saat yang salah! Seungri tampak sekuat tenaga menahan berat tubuh kami dengan sebelah tangannya. Karena takut pegangan Seungri tak bertahan lama, maka kulepaskan saja tas ransel yang ada di punggungnya. 
“Ah! Tasku! Apa yang kau lakukan??”
“Akan lebih ringan bila kau hanya menahan berat tubuhku”
“Tapi jangan tasku!!” Ia kehilangan kendali, dan aku tahu di saat itulah kami berdua di tengah petang, berguling dari ketinggian menerobos ranting-ranting hutan jauh dari rombongan. Aku tidak mengerti pasti, hal ini terjadi begitu saja. Kami terus terjatuh dan berguling, mengharapkan setitik keselamatan dari Tuhan.
*

Tidak ada oksigen. Detak jantung melemah. Tak satupun bagian tubuh yang dapat digerakkan.
Oh iya, aku baru saja terpental dari tebing. Remuk tulangku rasanya.
Seungri... dimana? Tolong aku... Yuri, Taemin. Selamatkan“Ahk...”

“Soo Young! Sadarlah!” Suara Seungri yang menggelegar membangunkanku. Rasanya paru-paruku barusan terdesak karena tekanan udara entah dari mana. Sakit, sesak, namun aku masih bisa menghirup bau anyir yang menyeruak.
Hanya dengan bantuan cahaya bulan aku bisa melihat Seungri memeluk tubuhku erat. Kurasakan tangannya gemetar. “Ri...”
“Ada apa Soo Young? Kepalamu sakit? Ada yang patah?”
“Aku takut...”
Seungri tak langsung menjawab. Dia hanya mematung dengan tangan gemetar masih ia lilitkan di punggungku. Aku berusaha bangun, kemudian membalas pelukannya perlahan-lahan, “aku benar-benar takut”. Tak dapat lagi aku menyembunyikan tangisan. Bukan hanya takut karena tersesat di hutan ini, tetapi juga takut pria yang kupeluk ini menjauhiku.
“Bertahan... Soo Young. Kita, akan baik-baik...” hiburnya dengan suara tersedak-sedak.
“Kau tidak apa?”
“Kau tau dimana... tasku terjatuh?” Aku tak mengerti. Sudah kutanyai keadaannya dengan baik dia malah mengalihkan pembicaraan kepada tas ransel tadi. Aku menatapnya dengan tak percaya, namun dia sama sekali tak menggubris. “Tak seharusnya kau jatuhkan itu” lanjutnya.
“Lupakan soal tasmu!” sentakku agak kasar, “cari jalan keluar...” kucoba berdiri sedikit demi sedikit dan syukurlah, rasa ngilu masih bisa menjalar, berarti tak sampai mati syaraf. Selanjutkan kutodongkan tanganku pada Seungri membantunya untuk berdiri, namun ada yang salah.
Dia tidak segera berdiri. “Jangan bercanda!” kataku walau aku sendiri tau, rautnya memang tidak sedang bercanda, tampak tak kalah panik sepertiku. Kurasa ada masalah dengan kedua lututnya.
Kami berjalan sebisa mungkinkurangkul sebelah lengannyasambil mencoba mengaktifkan ponsel, mencoba menghubungi yang lain. Lambat laun kami berjalan, memang benar atau perasaanku saja pria ini semakin berat! Pakaiannya juga entah bagaimana terasa makin basah. Tepat setelah beberapa detik kemudian dia mengeluh, “Ugh.. berhenti, Soo Young”
“Aku.. lelah...” dengan itu tubuhnya langsung melemas, memberatkan beban padaku sehingga kami berdua terhempas ke tanah. Aku memberanikan diri dan terperanjat begitu menengoknya dengan bantuan cahaya ponsel. Darah yang membasahi tubuhnya bahkan meluber sampai ke pakaianku!
Kututup mulutku supaya tak menjerit terlalu keras. “Rii, bangun! Kau menakutiku!”
Tak ada respon, bahkan tubuhnya tak bergeser. Dia benar pingsan. Ya Tuhan, apalagi sekarang... Sesegera ku telepon ke nomor Yuri berkali-kali sampai akhirnya tersambung. “Yuri, tolong kami~~


Kubaringkan tubuhnya hanya dengan alas jaketku. Sebelumnya aku tau bagaimana cara menghentikan pendarahan luka di keadaan darurat, tetapi tidak di kepala dan sebanyak ini! “Srak!!” bukan masalah baju sedikit robek untuk menolongnya. Berulang kali kutekankan kain pada lukanya, nihil. Luka di keningnya tak membeku. Aku bingung harus apa. Kusibak rambut tipis dari keningnya, “kumohon...”. Dengan harapan dia bisa bangun seperti ‘Pangeran Tidur’, kucium bibirnya, sekedar menempelkan, terasa dingin.


Bermenit-menit kami menunggu, aku sendiri sampai menggigil sesak kedinginan. Ketika hampir menyerah, tiba-tiba tampak cahaya senter dari kejauhan dengan suara memanggil nama kami. Syukurlah Tuhan!
Dua pembimbing senior bersama Taemin menghampiri kami. Tanpa banyak bicara mereka memberiku kaleng oksigen dan Taemin menggendong Seungri. Merekapun kaget, bagaimana bisa si pria cungkring berdarah-darah sampai segitu hebatnya.
“Hyung...” geremeng Seungri, sadar kalo dirinya sedang digendong.
“Jangan banyak bicara” Taemin hanya berjalan, biarpun sebagian darah Seungri telah menetes di pundaknya.
“Kau terluka?” tanya salah satu pembimbing mengarahkan pembicaraan ke pakaianku.
“Tidak. Ini... Seungri...” belum tuntas kujelaskan masalahnya mereka sudah mengangguk.
Setibanya di Camp mereka membawa Seungri ke rumah sakit, segera sebelum darah tubuhnya benar-benar habis. Dari awal semua ini adalah ulahku : tidak mengikuti arah rombongan dan nyasar sendiri ke suatu tempat. Tidak tahu lagi, jika saja Seungri tak mengekorku dari kejauhan.


“Yeoja ppabo!” Daesung mendekat kearah kamiaku dan Yuridengan atmosfir yang tak biasa. Tampak garang. Aku tidak mengerti kenapa sampai-sampai mukanya kusut sembari menyebutku dengan julukan itu.
“Ada apa, Daesung?” tanya Yuri keheranan.
“Kau tidak mengerti...” balasnya mengepalkan tangan, membuat kami semakin bingung saja.
“Seungri, adalah seorang Hemophiliac!”
Sontak seisi camp diam. Berdetik-detik bulu kuduku meremang, kugenggam tangan Yuri erat. Bila memang benar apa yang dikatakan Daesung itu berarti aku... hampir saja membunuhnya.
*

Terputar kejadian beberapa jam lalu ketika aku dengan sengaja membuang ransel yang ada di punggungnya. Tentang tas itu, tentang gelang karet di tangan kanannya, tentang luka, tentang sikapnya... jika dipikir-pikir semakin menemukan titik terang : seorang pengidap Hemofili akan membawa peralatan lukanya kemana-mana. Mereka juga diberi penanda khusus oleh rumah sakit jika sewaktu-waktu dalam keadaan darurat ia tak dikenali. Tentang kejadian tempo hari, dia melarikan diri ke rumah sakit karena mendapat pukulan di wajah, membuat pembuluh darah hidungnya pecah. Semua pembuktian itu membuat dadaku semakin perih.
“Soo Young, tenang...” bisik Yuri padaku yang tengah tersendu-sendu.
“Dia sengaja pindah ke Seoul untuk mendapatkan medis yang lebih baik. Namun ketika bertemu denganmu pertama kali di kampus, dia lebih memilih menyimpan identitasnya”
Sangat terlambatkah untuk mengetahui semuanya? Aku tau tak seharusnya aku mengikuti kegiatan ini jika hanya akan merepotkan orang-orang. Aku terlalu memikirkan urusanku sendiri. Penyesalan, mengapa selalu datang di belakang...


POV : AUTHOR
Seminggu kemudian
Seungri membuka matanya. Cahaya lampu ruangan dengan tidak sabar menerobos masuk menyilaukan. Jam dinding menunjuk pukul sembilan pagi. Ia lihat sekeliling, hanya ada punggung seorang pria yang familiar disana.
“Kau tidak kuliah?” tanyanya setelah melepas bantuan oksigen di hidung, tersa mengganggu.
“Sudah sadar?” balas pria itu, masih berkutat dengan sesuatu di meja. “Memangnya kau tau hari apa ini?”
“Senin?” jawab Seungri asal.
“Minggu”
“Duh, sudah berapa lama aku absen?”
“Ada masalah?” saht pria yang ternyata adalah Daesung itu sambil mendekati Seungri yang sedang mencengkram keningnya. Evil smiley langsung tergambar jelas di mukanya, “apa perlu kupanggilkan Choi Soo Young?”
“Jangan pernah” repon Seungri tajam, “kala itu dia bilang bahwa aku menakutinya” lanjutnya selang beberapa detik. 
“Sungguh? Jadi setelah itu aku terlalu banyak bicara ya?” gumam Daesung lirih.
“Apa yang kau bicarakan?” sanggah Seungri dengan tatapan tanpa ampun.
“Maafkan aku”
Seungri membalikkan tubuhnya, menghindari Daesung. Ia tak pernah mau Soo Young mengetahui dirinya yang sebenarnya, tentang asal usulnya dan sebab musabab ia merantau ke Seoul. ingin dia beranjak dari tempat tidur, gagal. Tanpa ia sadari sendi lututnya masih membengkak dan tak dapat digerakkan.

Tap Tap...
“Aku tidak peduli... jikapun kau seorang hemophilia, apa bedamu dengan kami?” Soo Young, gadis yang selama ini terus memenuhi benaknya datang, nyelonong masuk ke ruangan Seungri tanpa mengetuk pintu.  Matanya berkaca-kaca mendengar semuanya dari luar.
Spontan Daesung mengangkat kedua tangan ketika Seungri menatapnya dengan tatapan menodong. “Kau tidak memerlukan Frozen Plasma untuk bertahan hidup” dengus singkat Seungri padanya sambil bersusah payah berdiri.
Soo Young dan Daesung terdiam, baru kemudian menolong Seungri untuk kembali ke ranjangnya.
“Bukan masalah butuh Frozen Plasma atau tidak” Soo Young tak dapat menahan rasa rindu mendalam lebih lama lagi. Ia peluk pundak Seungri yang tak lebih tinggi darinya itu, dan mengatakan kalimat ultimatum : “Aku mencintaimu”

-----END? #LOL

4 komentar:

  1. Daebak thoorr daebak!!kerren abies!!:D
    Ngomong2 Hemophiliac itu apa ya thor??._.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu maksud aku Hemofilia, penyakit kelainan darah yang ngga bisa beku. Kalo masih belum jelas tanya aja ke mbah gugle ^___^V

      Hapus
    2. o iya,,understand understand*sok inggris* .___.

      Hapus
  2. Keren keren keren!!!
    >.<
    Ditunggu FF selanjutnya thor xD *PLAK*

    BalasHapus