Tittle :
Alien, U’re Mine [2]
Cast :
·
Seungri
BIGBANG
·
Choi
Soo Young SNSD
·
Yuri
SNSD
·
Lee
Taemin SHINee
·
Daesung
BIGBANG
·
others
Genre :
Friendship, Romance, Angst
Length :
Double Shoot
Rating : PG 13
A/N : finally,
kelanjutan dari si part 1 ^__^ mau UAN nih authornya, musti nyelesein fanfict-fanfict
yang belum tuntas. Karena yang part kemarin alurnya kecepetan & masih
banyak typo dan salah-salah kata (maaf T_T) well,
semoga part ini sesuai harapan deh, huwehehehe #bakar
>> Alternate Universe tingkat dewa, baca doa dulu sebelum
baca kkk
>> Yang ngga suka pairing Seungri &
Soo Young, pikir dua kali aja
[Part 2]
POV : CHOI SOO YOUNG
“Soo Young! kau mendengarku?”
Telapak tangan Yuri melambai-lambai
tepat di depan wajahku “Eh. Tentu saja, Yuri”
“Tidak”
“Katakan, apa yang kau lamunkan?”
Sudah kuduga. pengelakan tidak pernah ada dalam kamus Yuri. “Apa karena
Seungri?”
“Yaak!
Mengapa aku harus memikirkan dia?”
Ekspresi Yuri seketika berubah,
“Sejak absen kampus beberapa minggu lalu dia tampak berbeda” Benarkah? Batinku dalam hati. Aku saja
yang satu kelas dengannya tidak begitu memperhatikan. “Soo Young, ada apa
dengannya?”
“Mana aku tahu Yuri...”
“Ah!” sedak Yuri tiba-tiba. Aku
langsung menengoknya yang sudah berjalan cepat kearah pria : Taemin rupanya, di
tengah kerumunan mahasiswa yang berlalu lalang. Dia mengajaknya kemari,
mendekat ke tempat kami duduk.
“Hei, kalian sudah dengar? Kampus
akan mengadakan wisata pendakian! >.<” kata Yuri penuh semangat.
Taemin hanya tersenyum simpul, “bukankah
kau belum pernah melakukannya, Soo Young?” tanyanya kepadaku.
“Lalu?”
“Ini akan menjadi yang pertama
kalinya, bukan?” senyumnya makin mengembang disusul dengan Yuri. Benar juga. Musim dingin kali ini,
kabarnya kampus akan mengadakan wisata pendakian bukit di luar kota. Kedengaran
menyenangkan, walau sebenarnya aku belum pernah melakukan olahraga semacam itu
sebelum ini. “Jangan khawatir, kami akan membantu memenuhi keperluanmu” lanjut
Taemin.
“eh? terimakasih”
*
Hari pendakian tiba. Kami seangkatan
dibagi menjadi beberapa kelompok, dan bukannya sekelompok dengan Yuri ataupun
Taemin aku malah mendapat regu dengan laki-laki menyebalkan itu—Seungri.
Benar kata Yuri, air muka si mahasiswa
baru tampak benar-benar berbeda sepanjang perjalanan menuju lokasi pendakian
bersama anggota kelompok lain. Aku tak mengerti. Dia menjadi begitu tenang dan
tak banyak berubah ekspresi. Kejadian beberapa minggu lalu? Hanya begitu saja
kemudian dia menganggap kami tidak ada?
Jika saja aku berani...
“Semuanya turun!” teriak seseorang
dari kejauhan membuat gaduh seisi bus. Kurang sedikit lagi tanganku akan
berhasil meraih pundaknya yang sedang tertidur di bangku sebelahku. Failed, dia langsung terbangun dan tak
menghiraukan keberadaanku sama sekali.
Pendakian dimulai. Kelompok yang
terdiri dari aku, Seungri, Hye Na dan Jin Hoo dari fakultas sebelah mulai
berjalan menyusuri bukit (sayang banget authornya nggak pernah tau nama
bukit-bukit di Korsel huwehehe ^^v)
“Soo Young-ssi, kau membawa apa?”
“a... aku? hanya membawa peralatan
ringan. Aku belum pernah mendaki sebelumnya” jawabku pada Hye Na keki membuat
Seungri menoleh. Ketika kubalas menatap, dia malah membuang muka. Cih
“Sungguh? Wah—”
“Tentu saja, mendaki hanya akan
membuang waktu mengerjakan skripsimu Hye Na” sahut Jin Hoo disusul tawa kami
bertiga. Sepoi angin menemani kami komplit dengan suara ranting-ranting pohon
rindang bergesekan. Pemandangannya indah, sayangnya aku merasa ragu. Apa aku
bisa mencapai puncak bukit ini?
Mendaki ternyata memang tak semudah
yang kudengar. Selain tebing gunung yang terjal, udara disini dingin dan begitu
tipis apalagi jika kami tak cepat-cepat sampai ke garis finish langit akan semakin
gelap. Harusnya aku memang tak pernah mencoba kegiatan-kegiatan asing di musim
dingin seperti ini.
“Hye Na, boleh aku minta oksigennya?”
nafasku mulai sesak. Aku heran, bagaimana bisa pendaki-pendaki seperti Hye Na
bisa bertahan hingga ke puncak tanpa mengidap paru-paru basah?
“Aku mengerti” jawabnya.
“Nuna, gwaenchanhaeyo? Tak lama lagi
pukul tujuh malam, jika tidak segera daerah ini akan semakin gelap...” tanya
Jin Hoo yang telah menyediakan punggungnya untukku. Sebenarnya aku juga lelah,
namun Seungri mengawasi kami dari kejauhan. Aku tak ingin dia melihatku dengan
keadaan lemah lebih-lebih dengan digendong Jin Hoo.
“Bukit ini tak begitu tinggi, Soo Young-ssi
pasti bisa melewatinya!” Hye Na menyemangatiku.
Sambil menggunakan sedikit dari isi
kaleng oksigen aku menengok ke belekang. Seungri mengekor sambil menyembunyikan
kedua tangannya di saku jaket, tetap di radius beberapa meter dari kami. Jujur
saja aku sangat tidak nyaman dengan keadaan ini, kugunakan seharian penuh hanya
untuk memikirkannya. Aku ingin bertemu dengan Seungri yang dulu berisik, suka mengganggu,
dan sok kenal. Sejauh ini belum sekalipun aku melihatnya sekedar mengangkat
bibir.
Jika dia mau, aku bisa memaafkan
tentang kejadian waktu itu yang membuatnya ketakutan. Apa harusnya memang aku
yang meminta maaf kepadanya? Kenapa sama sekali tidak terpikirkan olehku? Tetapi
apa juga salahku? Waktu itu dia yang datang untuk menolong dan itu hanya
kebetulan.
Tak berbicara, tak mengirim pesan,
tak tersenyum. Ternyata seperti ini, didiamkan oleh seorang yang kuanggap remeh
sebelumnya. Bahkan aku belum membalas pernyataan cintanya yang waktu itu. Apa
sudah terlambat?...
Fine. Setelah ini aku yang akan
memulai. Entah dia akan merespon atau tidak itu urusan nanti. Tinggal katakan
‘ada apa denganmu sebenarnya’ atau ‘lupakan tentang pertolongan sia-sia mu
tempo hari’. Eh, tetapi bukankah terlalu frontal? Aisshh, aku ini jadi perempuan kenapa kasar sekali? Mungkin semacam
‘maafkan aku’ atau—“Ahh!!”
SRETT
“Krak”
*deg deg deg*
...Ya Tuhan, selamatkan aku!
“Hye Na, Jin Woo, tolong!” tanganku
mulai terasa perih untuk memegang kuat batuan yang ada di puncak tebing curam
di bawahku. Aku memejamkan mata, tidak berani melihat tanganku yang sebentar
lagi terlepas karena tubuh yang sama sekali tidak ringan ini.
GREP
“Argh!”
Seorang bertangan tegap meraih
tanganku yang tidak lagi menempel tebing. Kuberanikan membuka mata. Detak
jantungku kacau sekarang. “Soo Young! cepat naik!”
Mataku berair, antara bersyukur pria
ini ternyata adalah Seungri dan makin takut karena langit benar-benar telah
gelap. “Bagaimana caranya?!” tanyaku panik tetap berpegangan pada lengannya.
“Panjat saja tubuhku!”
“a.. aku tidak bisa! Aku takut~~” Aku tak dapat mengontrolnya. Soo Young, kau menangis di saat yang salah! Seungri tampak sekuat
tenaga menahan berat tubuh kami dengan sebelah tangannya. Karena takut pegangan
Seungri tak bertahan lama, maka kulepaskan saja tas ransel yang ada di
punggungnya.
“Ah! Tasku! Apa yang kau lakukan??”
“Akan lebih ringan bila kau hanya
menahan berat tubuhku”
“Tapi jangan tasku!!” Ia kehilangan
kendali, dan aku tahu di saat itulah kami berdua di tengah petang, berguling
dari ketinggian menerobos ranting-ranting hutan jauh dari rombongan. Aku tidak
mengerti pasti, hal ini terjadi begitu saja. Kami terus terjatuh dan berguling,
mengharapkan setitik keselamatan dari Tuhan.
*
Tidak ada oksigen. Detak jantung melemah. Tak satupun bagian tubuh yang
dapat digerakkan.
Oh iya, aku baru saja terpental dari tebing. Remuk tulangku rasanya.
Seungri... dimana? Tolong aku... Yuri, Taemin. Selamatkan—“Ahk...”
“Soo Young! Sadarlah!” Suara Seungri yang
menggelegar membangunkanku. Rasanya paru-paruku barusan terdesak karena tekanan
udara entah dari mana. Sakit, sesak, namun aku masih bisa menghirup bau anyir
yang menyeruak.
Hanya dengan bantuan cahaya bulan aku
bisa melihat Seungri memeluk tubuhku erat. Kurasakan tangannya gemetar. “Ri...”
“Ada apa Soo Young? Kepalamu sakit?
Ada yang patah?”
“Aku takut...”
Seungri tak langsung menjawab. Dia
hanya mematung dengan tangan gemetar masih ia lilitkan di punggungku. Aku
berusaha bangun, kemudian membalas pelukannya perlahan-lahan, “aku benar-benar
takut”. Tak dapat lagi aku menyembunyikan tangisan. Bukan hanya takut karena tersesat
di hutan ini, tetapi juga takut pria yang kupeluk ini menjauhiku.
“Bertahan... Soo Young. Kita, akan
baik-baik...” hiburnya dengan suara tersedak-sedak.
“Kau tidak apa?”
“Kau tau dimana... tasku terjatuh?”
Aku tak mengerti. Sudah kutanyai keadaannya dengan baik dia malah mengalihkan
pembicaraan kepada tas ransel tadi. Aku menatapnya dengan tak percaya, namun
dia sama sekali tak menggubris. “Tak seharusnya kau jatuhkan itu” lanjutnya.
“Lupakan soal tasmu!” sentakku agak kasar,
“cari jalan keluar...” kucoba berdiri sedikit demi sedikit dan syukurlah, rasa
ngilu masih bisa menjalar, berarti tak sampai mati syaraf. Selanjutkan
kutodongkan tanganku pada Seungri membantunya untuk berdiri, namun ada yang
salah.
Dia tidak segera berdiri. “Jangan
bercanda!” kataku walau aku sendiri tau, rautnya memang tidak sedang bercanda,
tampak tak kalah panik sepertiku. Kurasa ada masalah dengan kedua lututnya.
Kami berjalan sebisa mungkin—kurangkul sebelah lengannya—sambil mencoba mengaktifkan ponsel,
mencoba menghubungi yang lain. Lambat laun kami berjalan, memang benar atau
perasaanku saja pria ini semakin berat! Pakaiannya juga entah bagaimana terasa
makin basah. Tepat setelah beberapa detik kemudian dia mengeluh, “Ugh.. berhenti, Soo
Young”
“Aku.. lelah...” dengan itu tubuhnya
langsung melemas, memberatkan beban padaku sehingga kami berdua terhempas ke
tanah. Aku memberanikan diri dan terperanjat begitu menengoknya dengan bantuan
cahaya ponsel. Darah yang membasahi tubuhnya bahkan meluber sampai ke pakaianku!
Kututup mulutku supaya tak menjerit
terlalu keras. “Rii, bangun! Kau menakutiku!”
Tak ada respon, bahkan tubuhnya tak
bergeser. Dia benar pingsan. Ya Tuhan,
apalagi sekarang... Sesegera ku telepon ke nomor Yuri berkali-kali sampai
akhirnya tersambung. “Yuri, tolong kami~~”
Kubaringkan tubuhnya hanya dengan
alas jaketku. Sebelumnya aku tau bagaimana cara menghentikan pendarahan luka di
keadaan darurat, tetapi tidak di kepala dan sebanyak ini! “Srak!!” bukan
masalah baju sedikit robek untuk menolongnya. Berulang kali kutekankan kain pada
lukanya, nihil. Luka di keningnya tak membeku. Aku bingung harus apa. Kusibak rambut tipis dari
keningnya, “kumohon...”. Dengan harapan dia bisa bangun seperti ‘Pangeran
Tidur’, kucium bibirnya, sekedar menempelkan, terasa dingin.
Bermenit-menit kami menunggu, aku
sendiri sampai menggigil sesak kedinginan. Ketika hampir menyerah, tiba-tiba
tampak cahaya senter dari kejauhan dengan suara memanggil nama kami. Syukurlah Tuhan!
Dua pembimbing senior bersama Taemin
menghampiri kami. Tanpa banyak bicara mereka memberiku kaleng oksigen dan
Taemin menggendong Seungri. Merekapun kaget, bagaimana bisa si pria cungkring
berdarah-darah sampai segitu hebatnya.
“Hyung...” geremeng Seungri, sadar
kalo dirinya sedang digendong.
“Jangan banyak bicara” Taemin hanya
berjalan, biarpun sebagian darah Seungri telah menetes di pundaknya.
“Kau terluka?” tanya salah satu
pembimbing mengarahkan pembicaraan ke pakaianku.
“Tidak. Ini... Seungri...” belum
tuntas kujelaskan masalahnya mereka sudah mengangguk.
Setibanya di Camp mereka membawa
Seungri ke rumah sakit, segera sebelum darah tubuhnya benar-benar habis. Dari
awal semua ini adalah ulahku : tidak mengikuti arah rombongan dan nyasar
sendiri ke suatu tempat. Tidak tahu lagi, jika saja Seungri tak mengekorku dari
kejauhan.
“Yeoja ppabo!” Daesung mendekat kearah
kami—aku dan Yuri—dengan atmosfir yang tak biasa. Tampak garang. Aku tidak
mengerti kenapa sampai-sampai mukanya kusut sembari menyebutku dengan julukan itu.
“Ada apa, Daesung?” tanya Yuri
keheranan.
“Kau tidak mengerti...” balasnya
mengepalkan tangan, membuat kami semakin bingung saja.
“Seungri, adalah seorang Hemophiliac!”
Sontak seisi camp diam. Berdetik-detik
bulu kuduku meremang, kugenggam tangan Yuri erat. Bila memang benar apa yang
dikatakan Daesung itu berarti aku... hampir saja membunuhnya.
*
Terputar kejadian beberapa jam lalu
ketika aku dengan sengaja membuang ransel yang ada di punggungnya. Tentang tas
itu, tentang gelang karet di tangan kanannya, tentang luka, tentang sikapnya...
jika dipikir-pikir semakin menemukan titik terang : seorang pengidap Hemofili
akan membawa peralatan lukanya kemana-mana. Mereka juga diberi penanda khusus
oleh rumah sakit jika sewaktu-waktu dalam keadaan darurat ia tak dikenali.
Tentang kejadian tempo hari, dia melarikan diri ke rumah sakit karena mendapat
pukulan di wajah, membuat pembuluh darah hidungnya pecah. Semua pembuktian itu
membuat dadaku semakin perih.
“Soo Young, tenang...” bisik Yuri
padaku yang tengah tersendu-sendu.
“Dia sengaja pindah ke Seoul untuk
mendapatkan medis yang lebih baik. Namun ketika bertemu denganmu pertama kali
di kampus, dia lebih memilih menyimpan identitasnya”
Sangat terlambatkah untuk mengetahui
semuanya? Aku tau tak seharusnya aku mengikuti kegiatan ini jika hanya akan
merepotkan orang-orang. Aku terlalu memikirkan urusanku sendiri. Penyesalan,
mengapa selalu datang di belakang...
POV : AUTHOR
Seminggu kemudian
Seungri membuka matanya. Cahaya lampu
ruangan dengan tidak sabar menerobos masuk menyilaukan. Jam dinding menunjuk
pukul sembilan pagi. Ia lihat sekeliling, hanya ada punggung seorang pria yang
familiar disana.
“Kau tidak kuliah?” tanyanya setelah
melepas bantuan oksigen di hidung, tersa mengganggu.
“Sudah sadar?” balas pria itu, masih
berkutat dengan sesuatu di meja. “Memangnya kau tau hari apa ini?”
“Senin?” jawab Seungri asal.
“Minggu”
“Duh, sudah berapa lama aku absen?”
“Ada masalah?” saht pria yang
ternyata adalah Daesung itu sambil mendekati Seungri yang sedang mencengkram
keningnya. Evil smiley langsung tergambar jelas di mukanya, “apa perlu
kupanggilkan Choi Soo Young?”
“Jangan pernah” repon Seungri tajam,
“kala itu dia bilang bahwa aku menakutinya” lanjutnya selang beberapa detik.
“Sungguh? Jadi setelah itu aku
terlalu banyak bicara ya?” gumam Daesung lirih.
“Apa yang kau bicarakan?” sanggah
Seungri dengan tatapan tanpa ampun.
“Maafkan aku”
Seungri membalikkan tubuhnya,
menghindari Daesung. Ia tak pernah mau Soo Young mengetahui dirinya yang
sebenarnya, tentang asal usulnya dan sebab musabab ia merantau ke Seoul. ingin
dia beranjak dari tempat tidur, gagal. Tanpa ia sadari sendi lututnya masih membengkak dan tak dapat digerakkan.
Tap Tap...
Tap Tap...
“Aku tidak peduli... jikapun kau
seorang hemophilia, apa bedamu dengan kami?” Soo Young, gadis yang selama ini
terus memenuhi benaknya datang, nyelonong masuk ke ruangan Seungri tanpa mengetuk pintu. Matanya berkaca-kaca mendengar semuanya dari luar.
Spontan Daesung mengangkat kedua
tangan ketika Seungri menatapnya dengan tatapan menodong. “Kau tidak memerlukan
Frozen Plasma untuk bertahan hidup”
dengus singkat Seungri padanya sambil bersusah payah berdiri.
Soo Young dan Daesung terdiam, baru
kemudian menolong Seungri untuk kembali ke ranjangnya.
“Bukan masalah butuh Frozen Plasma
atau tidak” Soo Young tak dapat menahan rasa rindu mendalam lebih lama lagi. Ia
peluk pundak Seungri yang tak lebih tinggi darinya itu, dan mengatakan kalimat
ultimatum : “Aku mencintaimu”
-----END? #LOL
Daebak thoorr daebak!!kerren abies!!:D
BalasHapusNgomong2 Hemophiliac itu apa ya thor??._.
itu maksud aku Hemofilia, penyakit kelainan darah yang ngga bisa beku. Kalo masih belum jelas tanya aja ke mbah gugle ^___^V
Hapuso iya,,understand understand*sok inggris* .___.
HapusKeren keren keren!!!
BalasHapus>.<
Ditunggu FF selanjutnya thor xD *PLAK*