Title: A Feel Named Missing
Main
Cast: Lee Hyun Ah (OC)
& Kwon Jiyong (BigBang)
Genre: Romance
Length: Drabble
Author: HaranaPanda
A/N: akhirnyaaaaaa!! setelah sekian lama author gak dtng dan muncul dgn ff bru, akhirnya berhasil posting jg!! #girang
dan ngomong2 itu poster ancur amat T.T
gpp yah, namanya jg masih sangat pemula._.v
komen + reaksi nya ttp harus loh~ #cepokreader kekeke
***
Hai. Namaku Lee Hyun
Ah. Umurku 19 tahun.
Dan aku.. tidak mengerti apa itu
perasaan.
Sebenarnya bukan tidak mengerti, aku manusia.
Akupun pernah mengecap berbagai perasaan. Mungkin lebih tepat jika dikatakan, aku membunuh perasaanku.
Sejak kecil, aku hanya mengenal 2 jenis—kalau kau mau tau. Bahagia, juga sedih. Bahagia itu ketika bersama boneka-boneka ku.
Sedih itu ketika aku ingin es krim dan tidak dibelikan. Selebihnya, persetan.
Orang tua ku adalah workaholic.
Mereka begitu sibuk bekeja hingga mereka hampir lupa mereka memiliki aku,
anaknya. Aku hidup dikelilingi para pelayan. Aku merasa seperti boneka. Mati.
Lalu, orang tua ku meninggal di perjalanan dinas mereka ketika umur ku 7 tahun.
Dipemakaman merekapun, tidak ada perasaan apa-apa dalam diriku. Aku memang seharusnya sedih. Namun, tidak. Pandanganku kosong. Hampa.
Hari-hari ku berlalu begitu saja. Aku tumbuh dalam iming-iming kekayaan. Muak.
Di sekolah pun tidak ada yang spesial. Dan catatan, aku bukan anak penyendiri. Teman-temanku banyak.
Bagaimana bisa?
Mudah saja. Cukup tersenyum, perkenalkan dirimu dengan ramah dan Voila! Kau punya teman sekarang. Lalu, bagiku
tidak masalah mereka dengan mudah pergi meninggalkanku. Mereka semu. Sama
dengan orang tuaku. Tidak ada yang abadi. Jadi mengapa harus sedih?
Namun, dunia ku berubah ketika masuk seorang anak baru di hidupku..
Kwon
Jiyong.
Awalnya aku tidak peduli dengannya. Aku anggap dia sama dengan yang
lainnya. Semu.
Namun, aku salah. Dia berbeda.
Dia.. spesial.
Entahlah. Akupun tak mengerti mengapa dia spesial. Rasanya agak istimewa jika dia memanggil namaku
dan menyentuh pundakku. Menyebabkan suatu rasa hangat dari ujung kepala hingga
kaki.
Di sana lah aku belajar tentang perasaan nyaman.
Lama-lama, rasa nyaman itu berubah menjadi semakin besar. Entah apa itu namanya.
Entah kebetulan macam apa dia selalu ada di
dekatku. Mengajakku bercanda, juga tertawa. Hanya padanya aku tidak memasang
tampang ketus. Biasanya, aku benci ketika seseorang mendekati ku dengan
tiba-tiba sepertinya.
Aku ingat hari dimana kami pulang bersama—lihat, kebetulan
sekali rumah kami bersebelahan—Rasa mengelitik terus muncul di dasar perutku.
Aku berusaha mengabaikannya, tapi tidak berhasil.
“Ji.”
“Hmm.. Waeyo,
Hyuna-ya?”
“Rasa geli ketika kau bersama seseorang, juga rasa
lemas yang mengganggu sarafmu jika dia pergi, itu apa?” Ji tersenyum lembut.
Ada irama manis yang tercipta dari detak jantungku. Sebuah Allegro.
“Kau boleh menamainya perasaan sayang. Memang itu rasanya. Bagaimana?
Asik kan?” ia terkekeh. Aku memukulnya dengan tas selempangku, tidak mau
menjawab.
Ya, Ji.. rasanya asik sekali.
Sayang ya? Aku akan mengingatnya. Karna aku menyayangimu,
Ji..
Lalu, Jiyong yang anak baru, adalah anak yang
populer. Tentu saja banyak perempuan yang ingin mendekatinya, bahkan ada yang
ingin menjadi pacarnya.
Rasanya mendidih di area sekitar jantungku ketika
melihatnya. Panas. Memuakan.
Sampai suatu hari, aku menarik jiyong paksa dari
kerumunan fans nya. Aku tidak peduli
cacian yang mereka lontarkan melihat apa yang kulakukan. Yang ada dalam otakku
sekarang adalah, menjauhlah dari Ji.
“Namanya Cemburu.”
“Eh?”
“Iya. Entah kenapa, aku tau kau tidak mengenal
perasaan semacam itu. Bisa dikatakan, kau tidak bisa membedakan mana manis, asin, asam, juga pahit. Bagimu sama saja, kan? Aku akan
mengajarimu. Tenang saja, Hyuna-ya.”
Ji mengelus kepalaku sambil tersenyum lembut. Lagi-lagi, lantunan allegro manis tercipta dari jantungku.
Ji, sepertinya aku tidak hanya sayang juga
cemburu. Ada perasaan yang jauh lebih meluap dari itu semua.
Tapi, apa ya namanya.. aku sering mendengar
teman-temanku membicarakannya.
Kalau tidak salah, suka ya?
Ah, ya! Itu. Suka.
Aku ingin sekali mengatakannya padamu, Ji. Tapi,
kali ini, biarkan aku diam dan menikmati setiap desir lembutnya sendirian.
Hari-hariku berlalu dengan Jiyong tetap disisiku.
Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mendekatinya. Egois memang. Tapi, tak
apa kan?
“Mm.. Ji?” itu terjadi suatu hari di taman dekat
rumah kami.
“Ya? Ada yang ingin kau tanyakan?”
“Bisakah kau memberitahuku apa yang membedakan sayang dengan suka?”
“Wae?
Kau sedang menyukai seseorang, ne?
Hahaha..” aku melayangkan jitakanku di kepalanya. Ji mengaduh kesakitan meski
tetap tertawa.
“Yah, ketika kau bahagia melihat dia bahagia,
bagaimanapun caranya, itulah rasa sayang.”
Aku mengangguk-angguk mengerti.
“Tetapi, jika kau ingin dia bahagia karna kau yang
membahagiakannya, itulah perasaan suka.”
Aku berbinar mendengarkan penjelasannya.
Ya, memang itu yang terjadi padaku. Aku sungguh
ingin melihat Jiyong bahagia dan tertawa karnaku. Semoga dapat terwujud.
Tidak lama setelah itu, aku mendengar kabar Jiyong
dirawat karna penyakit jantung bawaannya. Mendengarnya, jantungku berdebar
lebih keras. Menolak untuk percaya.
Dia tidak pernah mengatakannya.. kenapa?
Hampir setiap hari aku menjenguknya. Rasanya aneh
melihat Jiyong yang biasa nya tertawa riang tergolek lemah disini. Ketika ia
tertidur, tak jarang aku menangis dan memohon agar ia cepat kembali seperti
Jiyong yang dulu.
“Hyuna-ya?”
sebuah suara lemah memanggil namaku. Aku yang sedang menangis sesegukan
mengangkat kepalaku. Ji terlihat tersenyum rapuh melihatku.
“Kenapa menangis? Aku tidak suka melihatmu seperti
itu.” Ia tertawa kecil. Aku tidak menjawab. Terus menatap wajahnya yang pucat.
Tiba-tiba, tangan halus nya yang di infus mengelus rambutku. Air mata ku
akhirnya terjun bebas begitu saja.
“Tau tidak? Aku belum mengajarimu perasaan yang
paling berharga dari semua perasaan yang telah kau pelajari.” Ia terbatuk
kecil. Aku meremas ujung selimut nya tanpa sadar.
“Mwo?”
tanyaku disela tangis.
“Cinta.”
Jawabnya. Aku terdiam.
“Itu perasaan yang sangat istimewa kepada
seseorang. Kau pun pasti memilikinya. Aku juga.” Jiyong tersenyum.
“Siapa?” tanyaku tanpa pikir panjang. Jiyong
terkekeh.
“Orang tuaku, noonaku,
gaho, juga.. kau.” Seketika, aku
merasakan nafasku tercekat.
Apa katanya tadi?
Aku?
“Iya, aku memang bilang kau. Tak perlu kaget
begitu kan?” seolah bisa membaca pikiranku, Ji terkekeh. Kurasakan wajahku
memanas. Sangat panas. Sampai rasa nya aku harus merendam wajahku di air.
“Benarkah?” pastiku.
“Tentu saja. Aku
mencintaimu, Lee Hyun Ah. Cukup jelas?” Ji tersenyum. Kali ini, aku melihat
sesuatu seperti cahaya di sekitar senyumnya.
“Kalau begitu, aku juga mencintaimu, Ji.”
Air mata ku kembali mengalir. Rasanya sesak ketika Jiyong berkata sesuatu
tentang cinta ini.
“Berjanjilah padaku, Ji.. Cepat sembuh..” pintaku
sambil menyodorkan jari kelingking. Jiyong terkekeh dan mengaitkan kelingking
nya pada kelingkingku.
“Aku janji, Chagi.”
***
Pembohong.
Mana janjimu? Kau berjanji akan sembuhkan? Lalu
kenapa kau terbujur kaku begitu, Ji?
Seluruh orang mengharu biru di pemakamanmu.
Keluarga juga noonamu ada disini, Ji.
Kau memang benar. Noonamu cantik
seperti katamu.
Ji.. bangunlah. Kau kan sudah janji padaku.
“Bodoh. Aku benci kau.” Desauku. Airmata terus
mengalir begitu saja. Tak mau berhenti dan memang tidak akan aku hentikan.
Perih, Ji.. itukah rasanya jika kau tidak ada disisi ku
lagi?
Perlahan, peti diturunkan. Kepalaku pusing karna
menangisimu terus. Namun, aku tidak peduli. Jika aku harus terus menangis untuk
bisa membuatmu kembali, maka akan ku lakukan.
Pemakaman selesai. Orang-orang pulang ke rumah
masing-masing. Keluargamu juga sudah pulang sambil membawa luka yang mendalam
atas kepergianmu.
Tapi, aku disini, Ji. Para pelayan menyuruhku
untuk segera pulang karna hari sudah mendung. Dengan ketus tentu saja aku
menolak. Aku ingin disini. Kusuruh mereka pulang saja. Kukatakan aku bisa
pulang sendiri.
Ji.. aku baru saja mendapatkan pelajaran terakhir
tentang perasaan hari ini.
Awalnya, terasa ada sudut kosong dari hatiku yang
hilang. Lalu, tiba-tiba ada keinginan untuk bertemu denganmu, mendengar
suaramu, juga merasakan tanganmu mengelusku.
Risih sekali, Ji. Benar-benar bukan perasaan yang menyenangkan
seperti perasaan nyaman, suka, atau
cinta. Rasanya juga lebih buruk dari cemburu.
Namun, aku merasakan kau jauh di dalam diriku.
Membisikanku namanya. Aku mengangguk lemah. Ku tarik napas dalam-dalam. Berat
sekali untuk mengatakannya ya, Ji..
Kwon Ji yong..
“Aku
merindukanmu. Sangat merindukanmu. Istirahatlah dengan tenang, Ji.. aku
akan tetap mencintaimu sampai kapanpun..”
***
hello ....~ mumpung masih di warnet, saya menyempatkan diri untuk komen di ff yg sudah saya bca sblumnya smnjak rilis.. tpi ntar sya bca lgi, soalnya agak lupa ._.
BalasHapustapi ............
romance nya masih kurang ...! lbih bnyak sad ama fluffnya ........!!*gembar gembor di warnet* oke, abaikan!*lap ingus* -__-
kayaknnya saya mash tetep ngotot ama genre fluffnya, maksa banget -__-*sungkem di depan komputer* maafkan saya, ampuni saya, masih dalem hitungan lebran loh ... maafin yak eon ....?? *_*(?)
Like like :* (?)
iyakah? ini curhat sih sebenernya mah (?) ._.v
Hapusiya di maapin saeng ^^ kmu udh komen aja makasih bgt! xD
slr ya~
Keren wehh.. kampret ah dirimu ra ;_; bikin gue galau seketika
BalasHapuseh?! beneran '^'
Hapusokeh! saya berhasil (?) xD
saya setuju sama dua komentar di atas yang sudah mewakili (?) #GUBRAK
BalasHapus._. Fighting pokoknya thor!! Ditunggu FF-FF lainnya!
Aigoo, awalnya aku pikir bakal jadi happy ending .... eh ternyata sad ending toh
BalasHapuskeren thor, feelnya ngena , bahasanya juga keren :D