ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Sabtu, 29 November 2014

Because i still love you




Because I Still Love You

 

by  Stephcecil
Cast : You and I
Lenght : Drabble || Genre : Angst, Romance, a bit of vignette || Rating : G
Disclaimer : The cast isn't mine, but the plot is pure based my imagination.


***


Kusandarkan tubuh pada dinding koridor kelas. Sepi. Tidak banyak, atau bahkan tidak ada murid berkeliaran disana, berdasar fakta bahwa bel pulang telah berdentang satu jam lalu. Kupejamkan mata seraya menghela napas dalam. Entah mengapa, hari ini ada banyak hal yang kupikirkan. Tentang ibuku, tentang sahabatku, dan terutama tentang kamu. Iya, kaulah pendominasi benak ini. Meski seberapa gigihpun diri mencoba, tak mampu kulenyapkan pikiran tentangmu. Jangan tanya apakah gerangan sebabnya, hanya hati ini yang tahu, dan otakku tak memiliki kebolehan untuk mendefinisikannya.

Ketika oksigen memenuhi paru-paru, sebuah suara familiar merasuki indra pendengaranku. Sontak kuaktifkan penglihatan. Dan kutolehkan kepala, hanya demi menangkap figur seseorang, yaitu kamu. Kau melajukan langkah ke tempatku, kemudian berdiri tepat di sampingku. Aku tahu tak sewajarnya kubiarkan sang perasaan bermain-main dengan raga maupun otakku. Namun rupanya realita berkata lain, sebab saat kusadari kau ada di dekatku, aku tahu jika hati manusia tak dapat dimanipulasi. Kurutuki diri dalam diam. Mengapa jantung ini mendadak abnormal? Mengapa tubuh ini menegang? Mengapa sesak ini muncul kembali?

“ Mengapa kau belum pulang? “ Kau bertanya padaku dengan nada datar namun ramah. Dengan manik kecoklatan bening, yang menjadi daya tarikmu. Dengan senyuman khasmu, peluluh rasaku. Maka kujawab pertanyaan basa-basimu, sembari memaksakan seulas senyum palsu, “ Aku sedang tidak ingin pulang. Aku.. tidak ingin bertemu dengan mereka. “

Ada kepahitan disana, dan aku tahu jika kau dapat merasakannya. Sebab, sudut lengkung pada bibirmu berkurang beberapa derajat. “ Mereka adalah keluargamu, “ begitulah kalimat responsifmu kemudian. Ya, tanpa perlu penjelasan panjang lebarpun, kau tahu siapa yang kumaksud dengan ‘mereka’. Kau bilang mereka keluargaku. Kau bilang mereka tiang penopangku. Namun, dulu kau bilang, jika kau akan menjagaku. Satu bulan terakhir ini, kusadari jika kata-kata terakhirmu berupa dusta. Juga dua buah ucapan bibirmu lainnya. Segalanya adalah dusta.

“ Aku membenci mereka.. dan juga kau. “ Ujarku, membuatmu langsung menoleh, lalu menatap wajah suram ini dengan tatapan penuh makna. Kutangkap keterkejutan disana, namun tak lama hingga tergantikan sejenis rasa bersalah. Tidak. Kau tidak perlu bersikap begitu. Tidak ada yang salah. Tidak ada yang benar. Seluruh jalur kehidupan merupakan permainan takdir.

“ Benci aku sesukamu. “ aku ingin tertawa mendengar perkataanmu. Walau pada ujungnya, hanya kubalas santai, “ Setidaknya aku sedang berusaha. “ Kau hanya mengangguk pelan merespon tanggapanku. Selanjutnya, kesunyian melingkupi atmosfir di sekitar kita, memperjelas jarak antara kau dan aku kini. Deru nafasmu menjadi jelas oleh sebab keheningan, bagai lullaby penyejuk hati. Entah berapa lama tak kurasakan perasaan semacam ini. Seiring bergeraknya sang waktu, perasaan tersebut larut dalam keasingan.

Karena tidak ada keinginan untuk bersuara, kembali kupejamkan kedua pelupuk mata. Tiba-tiba, kenangan indah masa lalu menggelayuti benakku. Masa ketika duniamu adalah duniaku. Masa ketika canda tawa adalah simfoni kehidupan utama kita. Masa ketika kau hanya melihatku, dan aku hanya melihatmu. Indah. Menyenangkan. Bahagia.

Kau adalah orang yang mengatakan untuk belajar mencintai diriku, belajar memahami keluargaku, belajar bahwa kehidupan tak hanya berwarna abu-abu. Kau mengubah kacamata pandangku. Namun demikian pula, kau menghancurkan segalanya. Kau meninggalkanku, ketika aku mulai mampu berjalan seorang diri, di tengah pilar-pilar mengerikan kehidupan.

“ Jangan terlalu memaksakan diri. “ itulah yang kau katakan demi memecah kesunyian. Aku tetap diam sembari membuka mata. Lalu kutatap manik kecoklatanmu dengan intens. Berharap kau akan tahu apa yang tengah kurasakan, apa yang ingin kukatakan, serta apa yang mengganjal benakku. Sekitar beberapa detik kemudian, aku menghela nafas panjang. Tidak, kau tidak mengerti bagaimana isi hatiku. Tidak seperti dulu.

Aku merindukanmu, aku masih menyayangimu, aku ingin kau berada di sampingku seperti dulu.

Merasa jengah, akhirnya kutegakkan tubuh ini. Aku kembali menatapmu lembut ketika berucap, “ Semoga kau bahagia dengannya. “ tanpa adanya kalimat lain meluncur dari bibir, segera kuenyahkan diri dari sampingmu. Kuambil langkah-langkah berat namun tegas, meninggalkanmu seorang diri di koridor. Meninggalkanmu lengkap dengan segumpal rasa bersalah. Meninggalkan kerinduanku tak terobati,

Sebab aku.. aku masih mencintaimu.

==========================================================================================

A/N : Ouh yeah, bukannya comeback bawa lanjutan bittersweet marriage, saya malah nulis drabble gaje. .-. Maap. Mau gimana lagi? Tengah malaem ngegalau, dapet inspirasi/? oke silahkan ungkapkan pendapat reader sekalian mengenai ff saya ini di kolom komentar/? Thanks! ^^

1 komentar:

  1. First of all, writing skill kamu bagus banget, bahasanya keren. (y) dan ini ngena banget. suka deh :)

    BalasHapus