Tittle : Don’t
Touch My...??
Author : Micheel
Ppyong (Kang Minhee)
Genre : Romance
Cast : Jo
Kwangmin
No Eunbin (Minwoo’s yeodongsaeng)
No Minwoo
PS : Annyeong~ Author cuma pengen ngasi tau.. Sebenernya, No Eunbin itu nama noonanya Minwoo tapi ga tau kenapa, author pengennya Eunbin di cerita ini adalah yeodongsaengnya Minwoo bukan Noonanya, mungkin biar lebih imut gimana gitu #plak Gomawo buat yg udah mau baca ff author ini.. And don't be silent reader ya, kritik dan saran kalian author tunggu lho.. :D Aah.. Author banyak cincong ya? Oke deh, kita mulai aja...
Kwangmin pov
“Jo Kwangmin, aku menyukaimu..”
...
“Mianhaeyo..” aku membungkuk dalam padanya.
* * *
Dia yeoja ke berapa ya? Aku tidak bisa menghitung jumlah
yeoja-yeoja yang telah menyatakan perasaanya padaku. Mereka terlalu banyak dan
aku tidak pandai berhitung. Berbeda sekali dengan hyungku, Jo Youngmin yang
pandai fisika dan matematika. Tapi kenapa ada begitu banyak yeoja yang
menyukaiku? Padahal menurutku wajahku ini biasa saja.. atau aku yang pabo ya?
–a
“Dengan yang ini, totalnya sudah 18,” kata Minwoo seolah
bisa membaca pikiranku.
“Jinjjayo? Apa benar sudah sebanyak itu?”
“Sampai kapan kau dan hyungmu akan tetap berhati dingin dan
sama sekali tidak mengerti apa itu cinta?”
“Mwo? Aku mengerti apa itu cinta hanya saja..”
“Hanya saja apa?”
“Aku tidak mau asal memilih. Lagipula mereka tidak
benar-benar menyukaiku, mereka hanya kagum sesaat, bukan cinta. Bagaimana
mereka bisa mencintaiku? Mereka sama sekali tidak mengenalku..”
“Terserah”
“Tapi... bukankah kau juga sama saja? Kau juga selalu
menolak yeoja-yeoja yang datang padamu?!”
“Hiss... itu karena aku sudah punya seseorang yang aku
cintai..”
“Ah! Woo, kenapa sampai sekarang kau tidak memberitahuku
siapa sebenarnya yeojachingumu?!” aku merengek seperti anak kecil padanya.
“Tidak mau!”
“No Minwoo!”
“Andwe!”
Aku menyerah. Dia memang keras kepala. Aku berpikir sejenak
sebelum bertanya padanya dengan wajah polos. “Apa aku benar-benar tampan?”
...
Buk
Minwoo melempariku dengan buku menu yang ada di tangannya.
“Auw!” aku mengerang kesakitan
“Dasar pabo!!”
Kwangmin pov end
* * *
Author pov
Eunbin berjalan membawa dua kardus besar yang menutupi
pandangannya. Kardus itu berisi buku-buku yang baru saja dibelinya. Hari ini
anak ajusshi Lee, supir keluarganya, jatuh sakit jadi hari ini ia harus pergi
ke manapun tanpa mobil. Huft~
“Ajusshi Lee cepat kembali! Apa kau tidak tahu bahwa
kardus-kardus ini sangat berat?!”
“Ani. Aku memang tidak tahu..” sebuah suara yang sudah
sangat dikenalnya menyahut dari arah depan. Eubin menurunkan kedua ardus itu
lalu melhat namja di hadapannya. Senyumnya merekah karena Kwangmin, tetangga
sekaligus teman kecilnya, berdiri di hadapannya.
“Kwangminnie!!”
“Aish.. kenapa kau selalu berteriak seperti itu padaku?!”
Kwangmin terlihat kesal.
“Mau bagaimana lagi? Aku kan senang sekali jika bertemu
denganmu..”
Kwangmin tidak menghiraukan Eunbin. Ia mengambil satu kardus
di tangan Eunbin lalu berjalan lebih dulu. Eunbin setengah berlari menyusulnya.
Rumah mereka bersebelahan jadi arah mereka sama.
“Berat..” gumam Kwangmin pelan.
“Kubilang juga apa!” kata Eunbin kesal padanya. “Kwangmina,
kenapa aku jarang melihatmu akhir-akhir ini?”
Kwangmin melirik eunbin sekilas. “Aku kerja, pabo!”
“Tapi ini kan sedang liburan, kenapa kau harus bekerja?
Lagipula keluargamu adalah keluarga yang berkecukupan..”
“Memang kenapa? Aku suka bekerja, daripada tidak melakukan
apa-apa di rumah..”
“Ck! Meskipun begitu, apa mungkin pekerjaanmu sampai bisa
membuatmu sibuk? Apa bukan karena kau sudah punya yeojachingu?” Eubin menatap
kwangmin sengit.
“Jadi kau berharap saat ini aku sudah punya seorang yeoja?”
“Mwo? Ani! Tentu saja tidak. kau tahu kan bagaimana
perasaanku padamu?”
Kwangmin mendongak menatap langit sore. “Tentu saja. Hampir
setiap hari kau mengatakannya padaku..”
“Bagus kalau kau masih mengingatnya tapi kenapa kau tidak
pernah bilang apa-apa padaku?”
“Memangnya apa yang harus kukatakan? Aku juga menyukaimu? Ani,
perasaanku padamu tidak sama seperti perasaanmu padaku. Aku sayang padamu,
sebagai chinguku, sebagai adik minwoo, kau sudah kuanggap seperti saengku
sendiri..”
“Hiss.. selalu itu yang kauucapkan! Sini berikan padaku!” Eunbin
mengambil kardus yang dibawa Kwangmin lalu berjalan cepat masuk ke rumahya. “Ah
satu lagi!” ia berhenti melangkah lalu berbalik pada Kwangmin. “aku baru saja
membeli buku yang selama ini kau cari-cari, The Legend of Moon, sebenarnya aku
ingin meminjamkannya padamu, tapi kau membuatku sebal! Dasar namja jelek!” Eunbin
masuk ke dalam rumahnya, menutup pagar dengan keras dan meninggalkan Kwangmin
yang terlihat menyesal.
* * *
Eunbin pov
Dasar eunbin pabo! Kenapa juga kau harus jatuh cinta pada
namja seperti Kwangmin?! Benar kata oppaku, Minwoo, Youngmin-Kwangmin memang
saudara kembar yang sama-sama pabo! Apalagi Kwangmin pabo itu!
Dasar kwangmin pabo! Pabo! Paboooo! Aku benci padamu! Benci
sekali!
Eunbin pov end
* * *
Tok tok
“Nugu?” eunbin mengalihkan perhatian dari buku yang sedang
ia baca.
“Mianhe, nona.. ini saya Song. Makan malam sudah siap, tuan
dan nyonya meminta nona untuk segera menuju ruang makan..”
“Ah! Arra, beri tahu mereka, aku akan segera turun..”
Eunbin bangkit berdiri lalu mematut diri di depan cermin. Ia
menuruni tangga menuju ruang makan.
“Duduklah, chagi..” kata Eomma saat melihatnya mendekati
mereka.
Eunbin duduk di kursi di hadapan Eomma. Makan malam telah
disiapkan. Ia melahap makanannya dengan semangat. Ia sangat lapar karena lupa
makan siang.
“Uhuk..uhuk..” Eunbin tersedak.
“Pelan-pelan saja, Eunbin..” kata Appa perhatian.
Eomma menyodorkan segelas air. Eunbin meminum habis air
putih yang disodorkan Eomma padanya.
“Hah~” ia menghela napas lalu menatap kedua orangtuanya yang
sedang menatapnya lekat-lekat. “Eomma? Appa? Waeyo?” tanyanya.
“Em.. sebenarnya ada yang ingin kami bicarakan denganmu..”
kata appa.
“Mwo?”
“Appa.. em.. bagaimana mengatakannya padamu ya? Appa punya
permintaan..”
“Permintaan? Permintaan apa?”
“Appa.. appa ingin menjodohkanmu dengan anak teman appa..”
...
Hening
“Eunbin..?” eomma memanggilku. “Kau dan dia tidak perlu
mengikat janji apapun. Kami tidak memaksa kalian untuk bertunangan sekarang,
apalagi menikah. Mengingat usiamu yang masih 16 tahun, kalian bisa berpacaran
dulu.“
“Menjodohkanku? Dengan siapa?” eunbin bertanya seperti orang
linglung.
“Dengan anak teman appa, namanya Seokyo. Usianya 21 tahun. Dia
sekolah di LA dan liburan ini dia datang ke Korea. Dia anak yang baik dan
tam..”
“Apa aku mengenalnya?” Eunbin memotong perkataan appanya.
“Ah, tentu saja tidak. Tapi itu tidak masalah kan? Kalian
bisa berkenalan du..”
“apa aku mengenalnya?!” Ia mengulang pertanyaan yang sama
dengan berteriak. Ia bukanlah anak yang tidak sopan atau berani membantah. Ini
pertama kalinya ia berteriak pada orangtuanya. “Walau kalian bilang aku dan dia
bisa berkenalan dan berpacaran dulu toh akhirnya kalian akan memaksaku untuk
menikah dengannya. Ini bukan dinasti Joseon!
Aku tidak mau dijodohkan dengan siapapun. Dan kuharap Appa dan Eomma mengerti
perasaanku..”
Eunbin bangkit berdiri dan menundukkan kepalanya lalu berjalan
menuju kamarnya dengan cepat.
“Eunbin! Appa sudah berjanji pada teman appa untuk memepertemukan
kalian hari sabtu nanti! Appa tidak mau tahu, sabtu nanti kau harus ikut appa
bertemu dengannya!!”
Brak
Eunbin membanting pintunya. Ia kesal, sangat kesal. Ada apa
sebenarnya dengan kedua orangtuanya?! Kenapa mereka tiba-tiba bicara tentang
perjodohan?!
Eunbin menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. “Aku tidak mau
dijodohkan.. aku hanya mencintai Jo Kwangmin...”
* * *
Eunbin masuk ke kafe itu. Ia mengedarkan pandangan ke
seluruh penjuru kafe. Itu dia! Ia berlari menuju Minwoo. Minwoo tampak
terkejut ketika melihat Eunibin berdiri di hadapannya.
“Eunbin? Apa yang kau lakukan di sini?”
“Oppa, bisa kita bicara sebentar?”
Minwoo mengangguk dengan bingung. “Em.. kajja, ikut aku!” Minwoo
menggandeng tangan yeodongsaeng-nya. Ia bisa merasa Eunbin sedang bersedih.
Mereka berjalan menuju ruang loker pegawai lalu duduk di
sebuah kursi panjang di ujung ruangan.
“Waeyo, eunbin?” Minwoo menatap saengnya dengan khawatir.
Jika ia rela datang kemari jauh-jauh, sendirian pula, mungkin ini masalah yang
cukup serius.
“Mian karna mengganggumu saat jam kerja tapi aku tidak tahu
harus membicarakan hal ini pada siapa lagi..” air mata Eunbin mengalir di
pipinya. “Appa ingin menjodohkanku dengan anak temannya..”
Mata Minwoo membulat seketika. Appa ingin menjodohkan Eunbin?
Apa ini karena cerita Eommanya beberapa hari yang lalu? Tapi perjodohan sama
sekali tidak ada dalam benaknya. Ia sangat mengenal Appanya, Appa tidak sekolot
itu.. “Lalu? Apa yang kau katakan pada Appa?”
“Ia.. ia menyuruhku untuk menemui.. a..anak teman Appa pada
sabtu ini.. hiks.. eottokhe, Oppa?” Eunbin menangis lebih keras. Minwoo memeluk
eunbin dan mengusap-usap bahunya pelan.
Ia melepaskan pelukannya lalu menghapus air mata saengnya
itu. “Ulljima, chagi.. tenanglah, aku akan bicara hal ini pada mereka. Mereka
tidak bisa seenaknya. Kau temui dulu namja itu. Beberapa hari lagi aku akan
pulang ke rumah dan berbicara pada mereka. Arrachi?” Minwoo tersenyum
menenangkan yeodongsaengnya.
Eunbin mengangguk perlahan. Mau bagaimana lagi? Ia datang ke
kafe Minwoo untuk meminta bantuannya, agar ia mau membicarakan masalah ini
dengan kedua orangtuanya. Ia tahu Minwoo pasti bisa diandalkan.
“Eunbin, kau pulang saja dulu, ne. Tidak ada gunanya kau
menangis di tempat kerjaku. Kajja, kuantar kau ke depan..” Minwoo merangkul
bahu saengnya. Mereka berjalan menuju pintu kafe.
Saat menuju pintu keluar, Kwangmin melihat mereka berdua. Ia
melihat Eunbin yang menangis dan Minwoo yang menuntunnya keluar. Karena sudah
mengenal mereka bertahun-tahun, naluri Kwangmin berkata bahwa mereka sedang ada
masalah, yang cukup serius.
Tak berapa lama Minwoo kembali. Ia menghembuskan napas
dengan berat.
“Waeyo?” tanya Kwangmin setelah mendekati Minwoo.
Minwoo tersenyum padanya. “Tidak ada apa-apa. Hanya masalah
biasa..” katanya santai.
“Jinjja?” Kwangmin tidak yakin dengan perkataan Minwoo.
Minwoo hanya menggangguk dan menepuk bahunya. “Sudah, cepat
kerja sana!”
* * *
Flashback
Beberapa hari yang
lalu, Eomma Minwoo datang ke kafe itu. Wajahnya gelisah dan sedikit pucat.
“Eomma? Waeyo?” tanya
Minwoo setelah duduk di hadapan Eommanya. Ia meletakkan secangkir espresso
hangat di depan Eommanya.
“Minwoo, Eomma tidak
seharusnya memberi tahumu tentang hal ini. Tapi eomma rasa, kau sudah cukup
dewasa dan eomma butuh bantuanmu..” Eomma berhenti bicara lalu menatap Minwoo
sesaat. “Perusahaan Appa sedang mengalami masa kritis. Terjadi penurunan omset
pada beberapa bulan terakhir. Appamu sedang berusaha keras untuk mencari
pinjaman pada bank, tapi kau tahu kan, mencari pinjaman pada bank sangat susah.
Walaupun perusahaan kita sudah punya nama. Kabar penurunan omset ini sudah
tersebar, pihak bank jadi ragu-ragu untuk memberikan pinjaman.”
Minwoo mengerutkan
kening. Selama ini ia tahu bahwa perusahaan Appanya, yang bergerak di bidang
entertaiment, melaju dengan pesat. Baru kali ini ia mendengar bahwa perusahaan
ayahnya sedang di ujung tanduk.
“Kami bisa saja tidak
ambil pusing dengan masalah ini, jika saja... jika kita mengalami kebangkrutan,
mau dikemanakan artis-artis kita? Kasihan mereka..” Eomma menerawang jauh ke
depan. Perusahaan suaminya tidak dibangun dengan mudah. Ia tahu betapa besar
usaha suaminya dalam mendirikan perusahaan ini. Butuh keringat dan darah. Jika
perusahaan ini bangkrut, banyak pegawainya yang akan kehilangan pekerjaan,
banyak kepala keluarga yang tidak bisa menghidupi keluarganya dan banyak artis
yang akan menuju titik nol popularitasnya, kembali ke awal.
“Beberapa hari yang
lalu, Lee Jinki, teman appamu, datang ke perusahaan. Ia menawarkan kerja sama
dengan modal yang besar..”
Minwoo tersenyum
mendengarnya. Tapi ia merasa eommanya tidak gembira dengan hal ini. Eomma
tampak sedih dan putus asa. “Waeyo, eomma?”
“Eomma sudah
mengenalnya bertahun-tahun. Ia lelaki yang baik sekaligus lelaki yang pandai.
Eomma rasa, ia membantu Appamu karena suatu hal. Ia pasti menginginkan sesuatu
yng menguntungkannya. Tapi eomma tidak tahu apa itu..”
“Sudahlah, eomma..
mungkin itu hanya perasaan Eomma saja. Kita lihat saja apa yang akan
terjadi...”
Flasback End
Ternyata dugaan Eommanya tidak salah. Inilah yang terjadi.
Eunbin, yeodongsaengnya, harus mau mengikuti perjodohan yang diinginkan oleh
teman appa itu. Walau perusahaan mereka akan bangkrut, appa tidak bisa
mengorbankan kebahagiaan Eunbin yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Ia harus
bicara pada Appanya. Harus!
***
Eunbin melihat bayangannya di depan kaca.
“Nona, anda sangat cantik. Nomu yeppo!” Song tersenyum
senang melihat penampilan Nonanya.
“Jinjjayo?” kata Eunbin dengan malas. Ia berjalan dengan
diseret-seret. Sesuai perkataan Minwoo, ia akhirnya menyetujui untuk pergi
menemui anak teman appanya itu. Hanya kali ini saja!
“Kau sudah siap?” tanya appa saat melihat Eunbin menuruni
tangga. Ia tersenyum senang karena putrinya mau mendengarkan perkataannya.
“Ne..” Eunbin menjawab singkat.
“Kalau begitu berangkatlah. Appa tidak bisa ikut, appa
sedang tidak enak badan..”
“Ne. Aku pergi dulu, Appa..” Eunbin berpamitan lalu berjalan
cepat menuju luar rumah. Song dengan setia mengikutinya di belakang. Pelayan setianya
itu membukakan pagar untuk nonanya.
Eunbin melangkah keluar rumah dengan perlahan. Ingin sekali
ia kembali ke kamarnya, mengganti gaun yang sedang dipakainya dengan piama,
lalu pergi tidur. Ia tidak mau pergi, sungguh!
Buk
Sebuah benda berkulit melayang menuju kepala eunbin. Eunbin
sempoyongan dan hampir saja jatuh jika Song tidak menahannya.
“Hei!” Eunbin kesal sekali. Rambutnya yang sudah ditata rapi
oleh Song, kini berantakan. Ia menoleh pada pelempar bola itu, yang tidak lain
adalah Jo Kwangmin.
Kwangmin yang sedang bermain bola basket sendirian, tidak
melihat Eunbin keluar dari rumahnya. Tanpa sengaja, bola itu melayang tepat
mengenai kepala yeoja itu. Ia berlari mendekati Eunbin yang tampak cantik dan
rapi malam itu. “Ah, mianhe.. aku tidak tahu kalau kau sedang keluar dari
rumahmu. Aku tidak sengaja..” Kwangmin memperhatikan Eunbin dengan seksama.
“Wa, wae?!” kata Eunbin terbata. Tidak biasanya Kwangmin
memperhatikannya seperti itu. Apa ia tampak cantik malam ini?
“Ani. Hanya saja, kau aneh malam ini..”
“A, aneh?” Apa maksudnya?!!
“Kenapa kau tidak berteriak? Bukannya kau selalu berteriak
kegirangan saat melihatku?” Kwangmin mencibir dan menggodanya. “Apa aku berubah
jadi buruk rupa?” Kwangmin merapikan rambutnya seolah meyakinkan Eunbin bahwa
ia masih tampan. “Apa... kau sudah tidak punya perasaan apa-apa padaku?”
Eunbin tahu Kwangmin hanya bercanda. Tapi entah kenapa ia
merasa sedih. Sangat sedih hingga membuatnya meneteskan air mata tanpa sadar.
Kwangmin kaget karna Eunbin menangis tiba-tiba. “Eunbin? K,
kau kenapa?”
“Aku...” Air mata Eunbin terus mengalir. Semakin lama
semakin deras. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Kwangmin tapi tak bisa.
Suaranya tidak keluar.
“Eunbin...?”
TBC
Tunggu kelanjutannya ya! Gomawo :D
howa... keren FFnya ^^"
BalasHapusLike this thor :D
BalasHapusDitunggu lanjutannya..
itu entar si Eunbin jadinya sama siapa thor? wkwkwk
Nice ff...
BalasHapusThor lanjutannya yaaaa... jangan lama-lama ya thor,.
^^
bru sempet buka laptop
BalasHapusauthor maen ps terus :P #plak
gomawo karna dah mw baca ffku n dah mw komen ^^
aku usahain jdi cepet ya..
@koreamanialover : liat aja entar :D
Kapan di lanjutkan? ._.(tidak sabar)
BalasHapus@leonita : masih dalam proses XD
BalasHapus