ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Rabu, 31 Oktober 2012

My Dear, Little Brother (Rapp, Abeoji and Him)



Tittle : My Dear, Little Brother ( Rapp, Abeoji and Him )
Author : HelloWorld
Main Cast :
·         Choi Seung Hyun
·         Choi Hye Yoon
Genre : Family
Length : Universe




POV : CHOI HYE YOON

----------Rapp, Abeoji and Him----------

Selama ini—setelah bekerja di YGE—aku dan Eomma jadi jarang sekali berkomunikasi dengan Hyun. Dia hampir tak memiliki hari libur. Jikapun iya, mungkin sudah ia habiskan untuk membuat komposisi lagu baru pada album mereka selanjutnya.

Kata kawan-kawan di Bigbang, suatu saat di beberapa tahun awal debut mereka, hanya dia member yang nekad karena ingin bermalam di rumah sendiri—rumah kami—sementara yang lain menetap di asrama. Itupun juga tak lama karena ia benar-benar harus kembali ke asrama.

Kini kami hanya bisa berkomunikasi melalui telepon. Dia gemar sekali mencurahkan isi hatinya melalui sambungan telepon. Bahkan aku masih teringat dengan permintaan maafnya, permintaan maaf atas pekerjaan yang membuat foto-foto dan segala tentang keluarga kami tersebar luas di media. Padahal berkali-kali aku dan Eomma mengatakan itu bukan masalah dan kami selalu bisa memaklumi, tetapi Hyun terus meminta maaf.

Oh, tidak keseluruhan dari kami, ralat. Terkecuali Abeoji.

Abeoji kami, satu-satunya yang tak pernah terliput oleh media berkaitan dengan karier anak bungsunya yang meroket itu. Kau tahu mengapa? Karena kami memiliki Abeoji seorang tentara (true story yaa..), pembela negara di jalur perang, petinggi dalam kemiliteran. Tidak pernah ada kesempatan bagi beliau untuk membuang-buang waktu, walau sekedar untuk berfoto tanpa seragam dinas.
Dan sebenarnya, beliau jugalah orang pertama yang menentang Hyun yang selalu bermimpi menjadi seorang rapper....

-----------------

Flashback
SEOUL, 6 Desember 2003

Dengan malas aku keluar dari kamar, mengakhiri tidur siang yang nyenyak hingga larut petang. Kurasa langkah kakiku gontai. Ketika kutengok ruang kerja Abeoji—memastikan apakah beliau pulang ke rumah sore ini—aku malah mendapati bayangan dua lelaki sedang duduk berhadapan disana. Yang satu itu aku tahu pasti, Abeoji, masih dengan kaos seragam lapangan. Tetapi yang satu lagi, yang duduk dengan sangat sopan itu, kutamatkan pandangan padanya. Ah, itu Seung Hyun, tampaknya pegal sekali duduk dengan posisi seperti itu.

Aku mengendap-ngendap, menyusuri koridor ruang kerja Abeoji. Berasa maling.
Perasaanku mulai resah. Akhir-akhir ini aku dan Eomma suka menyimpan kecurigaan kepada Abeoji yang lebih sering meluangkan waktunya di rumah. Bukan untuk bersantai atau istirahat dari kesibukan pekerjaan, melainkan mengajak Hyun berbicara. Tanpa mengharap sepengetahuan kami.
Dugaan itu bukan sekedar omong kosong. Sejauh yang ku ketahui saat ini, diam-diam Abeoji itu sering menginterogasi dan memarahi Hyun yang bersikeras terjun ke dunia entertainment. Tentu saja Abeoji menentang keras keinginannya tersebut. Hyun sendiri tak menyerah, sudah begitu tak pernah bercerita kepadaku ataupun Eomma. Tetapi bukan berarti juga aku dan Eomma menyetujui keinginan Seung Hyun. Ia lebih memilih menyimpan rasa tertekannya rapat-rapat daripada membaginya.
Mungkin siapa saja tau bahwa hal seperti itu—menyimpan uneg-uneg—bukanlah kebiasaan Choi Seung Hyun. Entah apa sebenarnya yang Abeoji bisikkan sehingga membuat Hyun, bocah tingkat satu SMU menjadi muram begitu.

“Yoon-a, sedang apa?” seseorang menepuk bahuku dari belakang. Spontan aku terlonjak dari tempatku berdiri. Sial! Padahal sedikit lagi aku pasti bisa mengintip pembicaraan misterius mereka.
Uh, batal. Tidak ada lagi menguping pembicaran misterius. Sepertinya aku terlalu amatir untuk masalah menguntit obrolan orang, karena yang kudengar barusan adalah suara Abeoji. Mati sudah, aku takut sekali untuk menengok.

Tetapi syukurlah, Abeoji membalas perasaan takutku dengan seulas senyum lembut. Senyum yang selalu berhasil menyejukkan batinku. 

“A... Abeoji...” kataku tersendat, terperangah.

“Eomma sudah menyiapkan makan malam. Kajja...” ajaknya dengan bahasa informal, mungkin bermaksud mendekatkan hubungan kami yang hanya bisa bertemu setahun sekali—bahkan jikapun itu masih bisa.

Benar kata Eomma, Dua lelaki di rumah kami memang persis sekali. Bedanya hanyalah : Hyun seorang remaja keras kepala dengan tingkah yang bodoh, sementara Abeoji adalah pribadi yang hangat, tenang, tetapi tegas. Aku hanya mengangguk kecil, lalu mengikutinya ke ruang makan.
Kulihat Seung Hyun sudah duduk di sana dengan muka ditekuk-tekuk, seperti tak berselera dengan masakan Eomma yang biasa ia santap dengan cepat. Apa mungkin ada hubungannya dengan pembicaraan empat mata di ruang kerja Abeoji tadi?

“Lusa Abeoji harus pergi” kata Abeoji tiba-tiba, membelah suasa hening yang selalu terbangun ketika makan bersama.

“Bekerja lagi?” tanyaku, tak mengharapkan kabar buruk semacam itu.

“Tentu” jawabnya sambil meletakkan seiris kecil daging Bulgogi diatas mangkuk nasinya, “Abeoji dipindah tugaskan di perbatasan Utara”

Tak cukup buruk rupanya kabar Abeoji harus kembali bertugas. Kenapa harus diperbatasan Korea Utara? Tidak adakah lokasi lain yang harus dijaga selain perbatasan maut itu?

“Begitu ya,” Eomma juga tampak sedih mendengarnya. Hanya Seung Hyun disana yang bertahan untuk tetap bungkam.
Sekarang tatapan Abeoji tertuju padanya, “dan kau, Seung Hyun” membuat bulu kudu ku berdiri. 

“Jangan pergi ke klub malam lagi”

Apa?
Apa yang Abeoji bicarakan? Klub malam? Hyun pergi ke sana? Tidak tidak, mungkin saraf pendengaranku bermasalah... Aku membekap mulut erat-erat, tak ingin mempercayainya.

Dadaku berpacu dalam lambatnya waktu. Dia mengecewakan kami. Ekspresi paniknya yang terlihat jelas menerangkan segalanya. Sebenarnya untuk apa dia pergi ke tempat seperti itu? Sekarang aku mengerti mengapa Aboji sering berbicara empat mata dengan Hyun seperti tadi. Beberapa detik kemudian Abeoji sudah meninggalkan tempat makannya. Cepat-cepat aku menengok pada Eomma... Tetapi terlambat, Eomma terlanjur mendengar segala perkataan Abeoji.

Kenapa Abeoji harus mengatakannya disini? Baru mendengar Hyun pergi ke diskotik saja Eomma sudah hancur seperti itu, lalu bagaimana jika aku membocorkan hal-hal lain—seperti Hyun kelas lima Sekolah Dasar yang menonton video porno, atau mencium kekasihnya di pinggir Sungai Han saat kelas satu SMP—yang selama ini kusembunyikan rapat-rapat supaya tak melukai perasaan lembut Eomma itu?...

Eomma tampak kesal benar. Ia berceramah macam-macam kepada Seung Hyun yang hanya menundukkan kepala, sampai akhirnya beliau sama-sama berlalu dengan kesedihan, persis Abeoji.
Tinggal kami berdua disini, terlarut dalam hening.

“Katakan sesuatu padaku” kataku kemudian. Benar juga, sedari tadi Hyun belum mendapat bagian untuk bicara. Semua orang menceramahinya, menyudutkannya.

Aku akan coba memaklumi alasan anak remaja sepertinya pergi ke sebuah klub malam. Ah, tidak. Sulit sekali bagiku untuk memaafkan kelakuan semacam ini. Hyun baru kelas 3 SMP yang sebentar lagi akan melaksanakan Ujian Nasional, harusnya dia belajar lebih untuk itu!

“Ku kira kau tak ingin mendengarnya...” suaranya sedikit serak. Eh, tapi jawaban macam apa itu?
Dia terus menunduk, beberapa saat kemudian menyangga kepala yang mungkin terasa berat dengan tangan kanannya. Bertumpu diatas meja, sambil memijat-mijat kening.

“Aku tidak kesana” katanya, ‘sedikit’ membuatku lega.

“Lalu bagaimana Abeoji bisa mendugamu......?”

“Waktu itu aku tidak pergi ke klub, hanya saja.... aku bergabung ke sebuah Rapp Battle” jawabnya. Akupun ternganga. “dan aku tak memaksamu untuk percaya” lanjutnya tampak meragukanku.
Syukurlah. Aku tau Hyun memang tak pernah berniat pergi ke tempat macam itu, “kenapa kau tak katakan itu pada Abeoji ataupun Eomma?”

“Apa bedanya? Pergi ke klub malam atau ke Rapp Battle akan sama-sama mengecewakan mereka, bukan?” jawabnya. Dia benar. Sudah tahu begitu kenapa dia masih tetap pergi?

Tak terduga tiga tetes air mata terjun bebas dari pelupuk mata Seung Hyun. Tak mengalir, hanya terjatuh, membasahi jemari yang ia gunakan untuk menutupi segalanya dariku. Percuma saja, Hyun, aku masih bisa melihatnya. Air mata yang tak pernah kulihat semenjak ia duduk di bangku SMP. Dia menangis? Lantas aku berpikir, apa yang membuatnya jadi begitu emosional? Dasar, remaja cengeng.
Ia tidak sedang bercanda. Aku tersadar, ternyata Hyun memiliki kesungguhan dalam musik. Menyedihkan sekali jika tak satupun dari kami mendukungnya untuk meraih hal tersebut.
Ku tepuk pundaknya, menguatkan sambil mengembangkan senyum termanis untuknya.

----------------------------

Waktu itu yang kami tahu hanya Seung Hyun tercandu musik, terutama rapp. Kami belum mengetahui bahwa bakat Seung Hyun disana begitu besar, dan semuanya terungkap ketika Hyun benar-benar memenangkan kompetisi KBS Radio ‘Rap Battle’ tak lama kemudian.

“PYARR!!!”
                         
Aku terlonjak. Aku menengok ke lantai dan mendapati piring yang kubawa sudah hancur menjadi berkeping-keping. Tanganku terlalu licin setelah mencuci mereka tadi.

“Biar aku yang bersihkan Eomma...” kataku sebelum Eomma sempat membuka mulut. Ketika mulai memungutinya jemariku malah yang jadi korban. Aku menjerit kecil, darah segar langsung menyeruak keluar dari sana perlahan.

“Kau tidak enak badan?” tanya Eomma menghampiriku dengan nada khawatir, tanpa memikirkan piring yang pecah.

Apa aku sakit? Ah, tidak juga. Aku merasa sehat hari ini, malah kelewat sehat, bersemangat. Aku hanya tak sengaja menjatuhkannya, “Aku baik-baik saja, Eomma...”. Setelah itu Eomma dan aku pergi ke ruang tengah mengambil obat merah.
Aku berdoa, semoga sore ini Abeoji mau pulang ke rumah sekedar untuk bertemu dengan Hyun.

***
Yang udah baca Please leave a comment and Stay Tuned for next part! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar