Cover credit : ares@altrisesilver.wordpress.com
Tittle : My Dear, Little Brother ( Rapp, Abeoji and Him )
Author : HelloWorld
Main Cast :
·
Choi Seung Hyun
·
Choi Hye Yoon
Genre : Family
Length : Universe
POV : CHOI HYE YOON
----------Rapp, Abeoji and Him----------
Selama ini—setelah bekerja di YGE—aku
dan Eomma jadi jarang sekali berkomunikasi dengan Hyun. Dia hampir tak memiliki
hari libur. Jikapun iya, mungkin sudah ia habiskan untuk membuat komposisi lagu
baru pada album mereka selanjutnya.
Kata kawan-kawan di Bigbang, suatu
saat di beberapa tahun awal debut mereka, hanya dia member yang nekad karena
ingin bermalam di rumah sendiri—rumah kami—sementara yang lain menetap di
asrama. Itupun juga tak lama karena ia benar-benar harus kembali ke asrama.
Kini kami hanya bisa berkomunikasi
melalui telepon. Dia gemar sekali mencurahkan isi hatinya melalui sambungan
telepon. Bahkan aku masih teringat dengan permintaan maafnya, permintaan maaf
atas pekerjaan yang membuat foto-foto dan segala tentang keluarga kami tersebar
luas di media. Padahal berkali-kali aku dan Eomma mengatakan itu bukan masalah
dan kami selalu bisa memaklumi, tetapi Hyun terus meminta maaf.
Oh, tidak keseluruhan dari kami,
ralat. Terkecuali Abeoji.
Abeoji kami, satu-satunya yang tak
pernah terliput oleh media berkaitan dengan karier anak bungsunya yang meroket
itu. Kau tahu mengapa? Karena kami memiliki Abeoji seorang tentara (true story
yaa..), pembela negara di jalur perang, petinggi dalam kemiliteran. Tidak pernah
ada kesempatan bagi beliau untuk membuang-buang waktu, walau sekedar untuk
berfoto tanpa seragam dinas.
Dan sebenarnya, beliau jugalah orang
pertama yang menentang Hyun yang selalu bermimpi menjadi seorang rapper....
-----------------
Flashback
SEOUL, 6
Desember 2003
Dengan malas aku keluar dari kamar,
mengakhiri tidur siang yang nyenyak hingga larut petang. Kurasa langkah kakiku
gontai. Ketika kutengok ruang kerja Abeoji—memastikan apakah beliau pulang ke
rumah sore ini—aku malah mendapati bayangan dua lelaki sedang duduk berhadapan
disana. Yang satu itu aku tahu pasti, Abeoji, masih dengan kaos seragam
lapangan. Tetapi yang satu lagi, yang duduk dengan sangat sopan itu, kutamatkan
pandangan padanya. Ah, itu Seung Hyun, tampaknya pegal sekali duduk dengan
posisi seperti itu.
Aku mengendap-ngendap, menyusuri
koridor ruang kerja Abeoji. Berasa maling.
Perasaanku mulai resah. Akhir-akhir
ini aku dan Eomma suka menyimpan kecurigaan kepada Abeoji yang lebih sering
meluangkan waktunya di rumah. Bukan untuk bersantai atau istirahat dari
kesibukan pekerjaan, melainkan mengajak Hyun berbicara. Tanpa mengharap
sepengetahuan kami.
Dugaan itu bukan sekedar omong kosong.
Sejauh yang ku ketahui saat ini, diam-diam Abeoji itu sering menginterogasi dan
memarahi Hyun yang bersikeras terjun ke dunia entertainment. Tentu saja Abeoji
menentang keras keinginannya tersebut. Hyun sendiri tak menyerah, sudah begitu
tak pernah bercerita kepadaku ataupun Eomma. Tetapi bukan berarti juga aku dan
Eomma menyetujui keinginan Seung Hyun. Ia lebih memilih menyimpan rasa
tertekannya rapat-rapat daripada membaginya.
Mungkin siapa saja tau bahwa hal
seperti itu—menyimpan uneg-uneg—bukanlah kebiasaan Choi Seung Hyun. Entah apa
sebenarnya yang Abeoji bisikkan sehingga membuat Hyun, bocah tingkat satu SMU
menjadi muram begitu.
“Yoon-a, sedang apa?” seseorang menepuk bahuku
dari belakang. Spontan aku terlonjak dari tempatku berdiri. Sial! Padahal
sedikit lagi aku pasti bisa mengintip pembicaraan misterius mereka.
Uh, batal. Tidak ada lagi menguping
pembicaran misterius. Sepertinya aku terlalu amatir untuk masalah menguntit
obrolan orang, karena yang kudengar barusan adalah suara Abeoji. Mati sudah, aku takut sekali untuk
menengok.
Tetapi syukurlah, Abeoji membalas
perasaan takutku dengan seulas senyum lembut. Senyum yang selalu berhasil
menyejukkan batinku.
“A... Abeoji...” kataku tersendat, terperangah.
“Eomma sudah menyiapkan makan malam.
Kajja...” ajaknya dengan bahasa informal, mungkin bermaksud mendekatkan
hubungan kami yang hanya bisa bertemu setahun sekali—bahkan jikapun itu masih bisa.
Benar kata Eomma, Dua lelaki di rumah kami memang persis sekali. Bedanya hanyalah : Hyun seorang remaja keras kepala dengan tingkah yang bodoh, sementara Abeoji adalah pribadi yang hangat, tenang, tetapi tegas. Aku hanya mengangguk kecil, lalu mengikutinya ke ruang makan.
Kulihat Seung Hyun sudah duduk di sana
dengan muka ditekuk-tekuk, seperti tak berselera dengan masakan Eomma yang
biasa ia santap dengan cepat. Apa mungkin ada hubungannya dengan pembicaraan
empat mata di ruang kerja Abeoji tadi?
“Lusa Abeoji harus pergi” kata Abeoji
tiba-tiba, membelah suasa hening yang selalu terbangun ketika makan bersama.
“Bekerja lagi?” tanyaku, tak
mengharapkan kabar buruk semacam itu.
“Tentu” jawabnya sambil meletakkan
seiris kecil daging Bulgogi diatas mangkuk nasinya, “Abeoji dipindah tugaskan
di perbatasan Utara”
Tak cukup buruk rupanya kabar Abeoji
harus kembali bertugas. Kenapa harus diperbatasan Korea Utara? Tidak adakah
lokasi lain yang harus dijaga selain perbatasan maut itu?
“Begitu ya,” Eomma juga tampak sedih
mendengarnya. Hanya Seung Hyun disana yang bertahan untuk tetap bungkam.
Sekarang tatapan Abeoji tertuju
padanya, “dan kau, Seung Hyun” membuat bulu kudu ku berdiri.
“Jangan pergi ke
klub malam lagi”
Apa?
Apa yang Abeoji bicarakan? Klub malam?
Hyun pergi ke sana? Tidak tidak, mungkin saraf pendengaranku bermasalah... Aku
membekap mulut erat-erat, tak ingin mempercayainya.
Dadaku berpacu dalam lambatnya waktu. Dia
mengecewakan kami. Ekspresi paniknya yang terlihat jelas menerangkan segalanya.
Sebenarnya untuk apa dia pergi ke tempat seperti itu? Sekarang aku mengerti
mengapa Aboji sering berbicara empat mata dengan Hyun seperti tadi. Beberapa
detik kemudian Abeoji sudah meninggalkan tempat makannya. Cepat-cepat aku
menengok pada Eomma... Tetapi terlambat, Eomma terlanjur mendengar segala
perkataan Abeoji.
Kenapa Abeoji harus mengatakannya
disini? Baru mendengar Hyun pergi ke diskotik saja Eomma sudah hancur seperti
itu, lalu bagaimana jika aku membocorkan hal-hal lain—seperti Hyun kelas lima
Sekolah Dasar yang menonton video porno, atau mencium kekasihnya di pinggir
Sungai Han saat kelas satu SMP—yang selama ini kusembunyikan rapat-rapat supaya
tak melukai perasaan lembut Eomma itu?...
Eomma tampak kesal benar. Ia
berceramah macam-macam kepada Seung Hyun yang hanya menundukkan kepala, sampai
akhirnya beliau sama-sama berlalu dengan kesedihan, persis Abeoji.
Tinggal kami berdua disini, terlarut
dalam hening.
“Katakan sesuatu padaku” kataku
kemudian. Benar juga, sedari tadi Hyun belum mendapat bagian untuk bicara.
Semua orang menceramahinya, menyudutkannya.
Aku akan coba memaklumi alasan anak
remaja sepertinya pergi ke sebuah klub malam. Ah, tidak. Sulit sekali bagiku
untuk memaafkan kelakuan semacam ini. Hyun baru kelas 3 SMP yang sebentar lagi
akan melaksanakan Ujian Nasional, harusnya dia belajar lebih untuk itu!
“Ku kira kau tak ingin
mendengarnya...” suaranya sedikit serak. Eh, tapi jawaban macam apa itu?
Dia terus menunduk, beberapa saat
kemudian menyangga kepala yang mungkin terasa berat dengan tangan kanannya.
Bertumpu diatas meja, sambil memijat-mijat kening.
“Aku tidak kesana” katanya, ‘sedikit’
membuatku lega.
“Lalu bagaimana Abeoji bisa
mendugamu......?”
“Waktu itu aku tidak pergi ke klub,
hanya saja.... aku bergabung ke sebuah Rapp Battle” jawabnya. Akupun ternganga.
“dan aku tak memaksamu untuk percaya” lanjutnya tampak meragukanku.
Syukurlah. Aku tau Hyun memang tak
pernah berniat pergi ke tempat macam itu, “kenapa kau tak katakan itu pada Abeoji
ataupun Eomma?”
“Apa bedanya? Pergi ke klub malam atau
ke Rapp Battle akan sama-sama mengecewakan mereka, bukan?” jawabnya. Dia benar.
Sudah tahu begitu kenapa dia masih tetap
pergi?
Tak terduga tiga tetes air mata terjun
bebas dari pelupuk mata Seung Hyun. Tak mengalir, hanya terjatuh, membasahi
jemari yang ia gunakan untuk menutupi segalanya dariku. Percuma saja, Hyun, aku masih bisa melihatnya. Air mata yang tak
pernah kulihat semenjak ia duduk di bangku SMP. Dia menangis? Lantas aku
berpikir, apa yang membuatnya jadi begitu emosional? Dasar, remaja cengeng.
Ia tidak sedang bercanda. Aku
tersadar, ternyata Hyun memiliki kesungguhan dalam musik. Menyedihkan sekali
jika tak satupun dari kami mendukungnya untuk meraih hal tersebut.
Ku tepuk pundaknya, menguatkan sambil
mengembangkan senyum termanis untuknya.
----------------------------
Waktu itu yang kami tahu hanya Seung
Hyun tercandu musik, terutama rapp. Kami belum mengetahui bahwa bakat Seung
Hyun disana begitu besar, dan semuanya terungkap ketika Hyun benar-benar
memenangkan kompetisi KBS Radio ‘Rap Battle’ tak lama kemudian.
“PYARR!!!”
Aku terlonjak. Aku menengok ke lantai
dan mendapati piring yang kubawa sudah hancur menjadi berkeping-keping.
Tanganku terlalu licin setelah mencuci mereka tadi.
“Biar aku yang bersihkan Eomma...”
kataku sebelum Eomma sempat membuka mulut. Ketika mulai memungutinya jemariku
malah yang jadi korban. Aku menjerit kecil, darah segar langsung menyeruak keluar
dari sana perlahan.
“Kau tidak enak badan?” tanya Eomma
menghampiriku dengan nada khawatir, tanpa memikirkan piring yang pecah.
Apa aku sakit? Ah, tidak juga. Aku
merasa sehat hari ini, malah kelewat sehat, bersemangat. Aku hanya tak sengaja
menjatuhkannya, “Aku baik-baik saja, Eomma...”. Setelah itu Eomma dan aku pergi
ke ruang tengah mengambil obat merah.
Aku berdoa, semoga sore ini Abeoji mau
pulang ke rumah sekedar untuk bertemu dengan Hyun.
***
Yang udah baca Please leave a comment and Stay
Tuned for next part! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar