ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Jumat, 30 November 2012

Don't Touch My ....?? [Part 3]







Tittle           : Don’t Touch My...?
Author        : Micheel Ppyong a.k.a Kang Minhee
Cast           : No Eunbin (Minwoo’s yeodongsaeng)
                    Jo Kwangmin
                    Key
Other Cast :  No Minwoo
                     Jo Youngmin
                     Kang Minhee

Mian readers kalo part 3-nya kelamaan. And mian juga kalo byk typo dimana-mana plus critanya gj karna author bikinnya cepet-cepet. udah mo uas nih.. gomawo dah mau baca ffku ini, semoga suka n tunggu kelanjutannya ya ^^
Hope u like this ff :)


“Eunbin..”
Eunbin berbalik mendengar panggilan Key. Dan ia mendapati wajah Key begitu dekat dengannya. Sesaat kemudian dirasakannya sesuatu yang hangat menempel pada bibirnya. Ia memejamkan mata, Key menciumnya...


* * *

“Aku pulang dulu... Eunbin...” Key masuk ke dalam mobilnya lalu berlalu dari hadapan Eunbin.
Eunbin terus menatap kepergian Key dengan jantungnya yang masih berdegup kencang. Ia menyentuh bibirnya yang masih terasa hangat. Terbayang di benaknya ciuman Key yang lembut. Wajahnya memerah, ini ciuman pertamanya! Omo! >//<
Eunbin berbalik perlahan ke arah pagar rumahnya, tapi betapa kagetnya Eunbin saat melihat Kwangmin berdiri di depan pagar rumahnya.
“Kwangmin...?” gumam Eunbin tanpa sadar. Sudah berapa lama ia di sini? Dan.. astaga! Apa ia melihat aku berciuman dengan Key?! Gawat, ini gawat sekali..
Tiba-tiba wajah Eunbin mengeras. Gawat apa, pabo?! Bukankah kau sudah berniat untuk melupakannya? Lagipula jelas sekali, kau mau berteman dengan siapa, mau dekat dengan siapa, mau berciuman dengan siapa.. itu bukan urusan Kwangmin!
Namja itu berdiri di bawah lampu rumah Eunbin yang berwarna putih, pakaiannya yang hitam, membuat wajahnya lebih jelas terlihat. Ia menatap Eunbin tajam. Dan entah kenapa hati Eunbin bergetar melihat tatapan namja itu.
Mereka saling memandang beberapa lama sebelum akhirnya Eunbin berjalan perlahan melewati Kwangmin. Kwangmin tidak berkata apapun, menahannya pun tidak. Ia hanya berdiri tegak dan menatap jalanan kosong di hadapannya.

* * *

Eunbin Pov

Cuaca hari ini mendung dan sedikit dingin, tapi entah mengapa kelas oppaku memilih berolah raga di luar ruangan. Aku terus menatap siswa kelas oppaku yang mulai keluar dari gedung. Mereka mengenakan kaos olah raga putih dan celana biru tua, tampak bersemangat walau matahari tidak muncul karna tertutup awan kelabu. Dan keluarlah oppaku bersama Youngmin, hanya Youngmin, tapi beberapa saat kemudian Kwangmin keluar pula.
Ia tidak bermain bola seperti yang lain, ia hanya berlari cepat mengelilingi lapangan.
Satu..
Dua..
Tiga..
Pada putaran ke-empat, Youngmin mendekatinya. Ia menjeritkan sesuatu tapi Kwangmin tidak berhenti berlari. Ia berlari, berlari, berlari dan berlari seperti orang kesetanan.
“Kau... kau bisa sakit, pabo!!!” jeritku tanpa sadar, membuat teman sekelasku menoleh penuh tanya padaku.
Aigo! Kenapa aku lupa bahwa aku masih di kelas? Dan kenapa juga aku harus memerhatikan kelas oppaku yang berolah raga di lapangan bawah sana?
“Eunbin? Apa maksudmu? Siapa yang kau bilang pabo?!” Kim seosangnim mendelik padaku, ia paling tidak suka ada siswa yang mengganggu kelasnya.
“Ah.. eh..” aku gelagapan. Apa yang harus kukatakan padanya? Aku sedang melihat namja tetanggaku, yang kucintai, berlari-lari cepat seperti orang kesetanan?
“Dia menyebutku pabo karna aku tidak bisa mengerjakan soal nomor 3, Seosangnim..” kata Minhee tiba-tiba.
Aku menatap tak percaya pada Minhee yang duduk di sampingku. Bagaimana mungkin ia berkata begitu? Astaga, ia siswa terpandai di kelasku, bahkan mungkin siswa terpandai di angkatanku!
Aku melirik seosangnim. “Benarkah itu, Eunbin?” tanyanya padaku.
“Ne.. ne, seosangnim..”
“Arraseo. Tapi kau tidak perlu berteriak begitu, No Eunbin. Itu sangat mengganggu.. sudah, mari kita lanjutkan..”
“Huft..” aku menghela napas lega. “Gomawo, yeoppeunni..” kataku tulus pada Minhee yang membalas dengan senyum manisnya.
Aku memandang ke luar jendela lagi dan berharap ia sudah berhenti berlari atau bergabung dengan temannya bermain bola, tapi aku salah. Ia sudah tak terlihat lagi, seperti sudah tak terjangkau lagi...

Eunbin pov end
* * *

Lee Jinki menatap kedua foto di tangannya. Foto Key dan mendiang istrinya serta foto No Eunbin. Benar dugaannya, Eunbin, yeoja yeoppo itu begitu mirip dengan mendiang istrinya. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa Key akan jatuh hati pada yeoja itu.
Ia sebagai appa ingin sekali melihat Key bahagia, bagaimana pun caranya...
Jinki mengambil ganggang telepon lalu memencet beberapa tombol. “Bagaimana? Kau sudah memikirkan usulku? ... Arra, semua sudah kusiapkan, ... biar aku yang menjemputnya..”

* * *

From : Key-oppa
No Eunbin, boleh aku menjemputmu lagi hari ini?
OɅO                                 

Pesan singkat Key membuatku tersenyum malu. Ia ingin menjemputku? Lagi?
Aku membalasnya,

Nde. Tentu =)
Odiseo?

From : Key-oppa
Di sekolahmu saja, seperti kemarin.. tak apa kan?

Gwaenchana ^^
Aku menunggumu, oppa..

* * *

Kwangmin pov

Entah mengapa seharian ini aku merasa kesal. Dari pagi aku sudah sangat malas untuk berangkat sekolah, jika saja Hyungku tidak memaksaku bangun, mungkin saat ini aku sedang bersantai di rumah.
Sebentar lagi pelajaran olah raga, siswa kelasku memilih berolah raga di lapangan terbuka karena guru olah raga kami absen hari ini. Ternyata... hari mendung dan dingin sekali. Aku semakin sebal. Sepanjang pelajaran olah raga, yang kulakukan hanyalah berlari mengelilingi lapangan besar itu. sekali.. dua kali.. tiga kali.. dan di putaran ke-empat, hyungku berteriak marah-marah padaku.
“Hei, pabo! Apa yang sedang kau lakukan di sana?! Kenapa berlari terus dai tadi?!”
Aku tak berhenti berlari dan berseru padanya “Dasar Hyung cerewet!! Berisik kau!”
Aku terus berlari dan berlari. Sampai... pingsan?
Kurasa aku pingsan, karena sesuatu yang keras menghantam belakang kepalaku. Dan begitu sadar, aku sudah di ruangan ini, bersama Hyungku yang ketiduran di kursi dan Minwoo yang sedang membaca buku.
“Kau sudah bangun?” kata Minwoo saat menyadari gerakan kecilku.
Aku mengangguk pelan padanya lalu menatap ruangan tempatku tidur beberapa jam di sini. “Kenapa aku bisa di ruang kesehatan? Apa yang terjadi?”
Minwoo menatapku sejenak lalu beralih pada Hyung, “Young melihatmu berlari-lari seperti orang dikejar hantu, saat kau dibentaknya kau tidak juga berhenti. Jadi, terpaksa ia melempar bola basket padaku agar kau sebal lalu mengejarnya dan kau akan berhenti berlari, tapi sayang sekali, bola itu mengenai kepalamu dan kau jatuh pingsan..”
“Sialan kau!” runtukku pada Jo Youngmin yang masih tertidur.
Minwoo tersenyum kecil lalu duduk di kursi sebelah tempat tidur Kwangmin. “Sebenarnya kau kenapa?”
“Mwo? Memangnya aku kenapa?” tanyaku benar-benar bingung. Aku menunduk memikirkan sesuatu.. “Aku.. apa.. em..”
Minwoo mengernyit bingung. “Kau bicara apa, sih?”
“Em.. Tentang.. Ah! Sudahlah, tidak jadi..” Aku membatalkan niatku untuk menanyakan Eunbin dan namja yang kulihat kemarin malam. Benar, aku melihat seluruhnya. Aku hendak bertanya pada Eunbin tentang perjodohannya itu tapi tak disangka, aku malah melihat mereka sedang berciuman. Aku begitu terkejut saat melihat mereka dan entah mengapa hatiku terasa kosong hingga tak mampu mengatakan apa-apa saat Eunbin melihatku berdiri di depan pagar rumah keluarganya.
“Sudahlah, ayo kita pergi..” Aku bangkit dari tempat tidurku lalu berjalan ke arah Hyung-ku yang masih saja tidur. Aku menyenggol keras bahu Youngmin, membuatnya ambruk. “Jo Youngmin pabo! Hyung apa kau, berani-beraninya kau melukai saengmu?”
Walau aku telah membuatnya jatuh, ia tetap juga tak bangun. Ia tidak merespon apa-apa.
“Dasar raja tidur!!!” Aku berjalan meninggalkan ruangan itu. Tak peduli walau Minwoo berteriak minta tolong padaku untuk membangunkan Hyungku. “Dasar pabo!!”

* * *

Aku tidak menghabiskan banyak waktu di kelas setelah kembali dari ruang kesehatan. Begitu sampai dan duduk di bangku, bel pulang berbunyi. Fiuh~ Untunglah.. Karena aku tak ingin berlama-lama di kelas untuk mendengar ceramah seosangnim.
Aku yang pertama berlari keluar kelas, aku lelah sekali, ingin cepat pulang dan beristirahat. Begitu sampai di gerbang, aku ingat sesuatu... Aku belum memberitahu Minwoo dan Hyungku bahwa aku akan mengambil cuti kerja untuk hari ini. Aku berbalik hendak mencari mereka saat kulihat Eunbin berlari cepat ke arah gerbang SOPA. Wajahnya terlihat senang. Apa ia akan menemui namja itu lagi? tanyaku dalam hati.
Aku tidak jadi mencari Minwoo dan Hyung tapi memerhatikan Eunbin yang berdiri di depan gerbang tak jauh dariku. Berulang kali kulihat ia menengok kanan kiri, seperti sedang mencari sesuatu..
Tak lama kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Eunbin tersenyum senang melihat kedatangan mobil itu tapi ketika beberapa laki-laki turun dari mobil itu, ia tampak terkejut dan bingung.
Perasaanku tidak enak. Aku merasa mereka berbahaya. Aku berlari mendekati Eunbin.
“Selamat siang, Nona...” kata seorang di antara mereka sambil membungkuk.
“Ne?” kata Eunbin lebih berupa pertanyaan.
“Kami diutus tuan Lee Jinki dan appa Nona untuk menjemput Anda...”

Kwangmin pov end
* * *

Eunbin pov

Aku sedang menunggu kedatangan Key ketika sebuah mobil hitam berhenti di hadapanku. Senyumku merekah karna Key datang lebih cepat dari kemarin. Kemudian, beberapa laki-laki berjas turun dari mobil itu. Siapa mereka?
“Selamat siang, Nona...” kata seorang di antara mereka sambil membungkuk.
“Ne?” kata Eunbin lebih berupa pertanyaan.
“Kami diutus tuan Lee Jinki dan appa Nona untuk menjemput Anda...”
“Me-menjemputku? Untuk apa?” tanyaku bingung pada mereka. Tadi pagi Appa tidak bilang apa-apa padaku. Perasaanku jadi tidak enak. “Tapi aku sudah ada janji dengan Key..”
“Tak apa, Nona. Tuan muda akan menyusul nanti.” Orang itu menatap sekilas pada jam tangannya, “Mianhae, Nona, tapi kita harus cepat. Pestanya akan dimulai pukul 6 sore ini..”
“Pesta? Pesta apa?”
“Pesta pertunangan Anda, Nona..”
Aku terkejut mendengarnya. Pertunangan? Apa maksudnya?
“Pesta pertunangan?” sebuah suara muncul tiba-tiba dari belakangku. Aku berbalik dan melihat Kwangmin berdiri di belakangku dengan tatapan aneh. “Pesta pertunangan?” ulangnya lagi.
Aku berusaha menguasai diriku. Jangan tampak bodoh di hadapannya, Eunbin! kataku pada diri sendiri. Jangan membuat ini tampak lebih sulit..
“Nde..” kataku sedingin mungkin. “Ah~ Benar, kau belum tahu kan? Aku akan segera bertunangan dengan namja anak teman appaku..” Aku tersenyum senang saat mengatakannya. Terpaksa tersenyum senang, lebih tepatnya.
Kwangmin menatapku tajam. Sedetik kemudian, ia meraih tanganku kasar lalu menarikku mengikutinya.
Para laki-laki berjas hitam itu hendak mengejar. Tapi kulepas genggaman Kwangmin di pergelangan tanganku lalu berkata sopan pada mereka, “Mianhe, bisakah kalin menunggu sebentar? Ada urusan yang harus keselesaikan terlebih dulu..”
Laki-laki tadi, yang berbicara denganku, mengangguk perlahan.
Aku berjalan cepat di depan Kwangmin, tak jauh, hanya beberapa langkah hingga mencapai jarak sekitar 10 meter dari pesuru Appa itu.
“Wae?” kataku dingin pada Kwangmin yang berdiri di hadapanku.
“Kau.. setuju dengan perjodohan ini?”
“Tentu..” Aku memalingkan wajahku agar Kwangmin tidak mengetahui bahwa aku sedang berbohong. “Untuk apa aku menolak? Tak ada gunanya..”
“Tak ada gunanya? Jadi, sekarang kau mau saja jika disuruh bertunangan dengan namja yang tidak kau kenal?!”
“Apa maksudmu? Aku mengenal Key-oppa!”
Kwangmin menatapku tajam saat mendengar kata ‘Key-oppa’. “Haha.. “ ia tertawa sinis. “Oppa? Dengan namja yang baru saja kau kenal, kau sudah bisa memanggilnya oppa? Kenapa kau tidak bisa memanggilku seperti itu?!”
Pertanyaannya itu menusukku. Wae? Kenapa aku tidak bisa memanggilnya ‘oppa’? “Itu bukan urusanmu!”
Kami sama-sama terdiam. Aku sudah tidak tahan, kulangkahkan kakiku ke arah penjemput utusan appa itu.
Sett
Kwangmin menahan pergelangan tanganku. “Jadi kau masih mau mengikuti pest pertunanganmu dengan Key oppamu itu?”
“Ne!”
“Bagaimana jika aku tidak mengijinkan?”
“A-apa maksudmu?”
Kwangmin tidak menjawab pertanyaanku. Ia menarikku berlari dengannya, entah kemana.
“Hei!” aku berteriak padanya. “Apa kau sudah...”
“Mereka lari!!” terdengar teriakan penjemput-penjemput itu. “Cepat kejar!!!”
Aku menoleh ke belakang, memang benar, mereka mulai mengejar kami.
“Eunbin! Perhatikan jalanmu!!” Kwangmin menggenggam tanganku lebih erat dan berlari lebih cepat
Omo! Apa dia ini bodoh? Beda tinggiku dan tingginya cukup jauh, kakinya panjang dan kakikuu tidak (panjang).
Kami berbelok memasuki gedung sekolah. Melewati lorong lalu menaiki tangga menuju hall di lantai atas.
“Cepat masuk!!” Kwangmin setengah mendorongku masuk ke dalam ruangan besar itu.
“Hosh... hh.. hh..” aku terengah-engah, belum pernah aku berlari secepat ini. “Apa... hh.. yang harus kita.. lakukan?”
“..hh.. aku tidak tahu..” kata Kwangmin yang juga terengah-engah. “Ikut aku!” Ia menarik tanganku lagi tapi kali ini lebih perlahan. Kami berjalan ke sudut ruangan. Di sana ada ruangan kecil tempat meletakkan peralatan olah raga. Kami masuk ke dalamnya. Ruangan ini sangat sempit tapi setidaknya cukup untuk kami berdua.
“Kenapa kita harus bersembu..”
“Ssst..” Kwangmin meletakkan jari telunjuknya di depan bibirku. Ia memohon padaku untuk tidak bersuara. Wajah kami begitu dekat karena sempitnya ruangan ini, membuat jantungku berdetak kencang.
Deg deg deg
Kumohon, jangan sekarang!!
“Hei! Keluarlah! Kami tahu kalian ada di sini!!” teriakan seseorang bergema di hall.
Gawat!
“Kwang?” kataku bingung saat melihat Kwangmin melepaskan tangannya dari tubuhku lalu berjalan menjauh.
“Tunggu aku di sini! Jangan bersuara, kumohon...” katanya dengan pandangan memelas.
“Kwang! Apa yang kau...” Terlambat, Kwangmin sudah keluar dari ruangan itu.
Aku mengintip keluar. Di sana berdiri Kwangmin dan empat laki-laki berpakaian hitam tadi.
“Di mana kau sembunyikan Nona?” kata seorang di antara mereka yang memakai kacamata hitam.
“Sampai mati pun aku tak akan memberitahukannya pada kalian!”
“Dasar bocah!” Seorang dari mereka maju cepat mendekati Kwangmin. Ia melayang tinju yang dapat dihindari Kwangmin. Ketiga laki-laki lain juga melayangkan tinjunya pada Kwangmin, tapi Kwangmin bisa mnghindar dari mereka. Seperti berlari mempertahankan bola basket yang sering ia mainkan. Melewati lawannya satu persatu. Walaupun Kwangmin hebat dalam basket, tetap saja ia akan hilang kendali jika lawannya ada empat orang yang berbada besar.
Duakk
Sebuah tinju mendarat di pipi kiri Kwangmin. Ia jatuh ke lantai yang keras. Pukulan itu tidak selesai begitu saja, datang pukulan-pukulan lain.
Duakk
Duakk
Kwang! aku menjerit tertahan dalam hati.
Apa yang harus kulakukan? Dengan tangan gemetar aku meraih ponselku lalu men-speed dial nomor oppaku.
“Yeobuseyo?”
“Op-ppa...” kataku terbata.
Duakk
Suara pukulan yang bertubi-tubi membuat tangisku pecah. “Oppa.. a-aku berada di hall.. Kwang.. ia.. waa!”
Seseorang menarikku keluar dari ruangan itu. Ponselku jatuh! “Eunbin? Eunbin?!” suara oppa yang memanggil-manggil namaku masih bisa kudengar. Namun sial! Ponsel itu diinjak oleh orang yang menarikku ini.
“Kau harus iku aku, Nona!”
“Andwae! Lepaskan!” Aku meronta-ronta padanya. Menendang, memukul, berteriak. “Kubilang lepas, pabo!!”
Duak
Orang itu mendapat pukulan keras dari belakang.
Kwangmin! Ia berdiri di belakang orang itu. Wajahnya penuh luka dan darah.
“Bocah tengik kau!!” kata orang itu pada Kwangmin. Ia melepaskanku dan berjalan mendekati Kwangmin. Ia menendang perut Kwangmin, membuatnya jatuh tersungkur. Darah keluar dari mulutnya.
“Kwang!”
“Hei! Mana adil empat lawan satu?” sebuah suara mebuatku berpaling dari pandangan mengerikan itu.
Minwoo oppa dan Youngmin berdiri di depan pintu aula. Wajah mereka begitu kusut saat melihat Kwang dipukuli oleh empat orang berbadan besar. Mereke berjalan perlahan mendekati para laki-laki itu. Gerakan cepat Minwoo oppa, dengan penguasaannya terhadap Hapikdo (seni bela diri Korea), membuat seorang dari para laki-laki itu tumbang. Begitu juga laki-laki yang satu, tumabng begitu saja dengan serangan cepat oppa.
Youngmin yang tidak menguasai jenis bela diri manapun tidak tinggal diam. Ia punya kaki panjang yang ia manfaatkan untuk menendang kedua lelaki yang tersisa.
Tak sampai 10 menit, ke-empat lelaki itu ambruk.
Aku berlari menghampiri Kwangmin yang tergeletak di lantai. “Kwang?”
Mata Kwangmin yang terpejam membuatku takut. “Kwang?” kataku lagi sambil mengguncang bahunya pelan.
Mata Kwangmin bergerak lalu terbuka. “Ne..?”
“Gwaenchanayo?” Aku menatapnya khawatir.
Ia tersenyum. “Nan gwaenchan.. Tenang saja..”
Minwoo dan Youngmin menghampiri kami lalu mengangkat Kwangmin berdiri dan memapahnya menuju gerbang sekolah. “Lebih baik kalian ke apartemenku saja..” kata Minwoo sambil menyetop taksi. “Biar aku dan Youngmin bekerja seperti biasanya, agar tidak begitu mencurigakan..”
“Oppa?”
“Kumohon dengarkan aku, Eunbin. Aku rasa, ini perbuatan tuan Lee. Walau dalam keadaan terpaksa pun, Appa tak akan pernah membawamu paksa, apalagi hingga menyakitimu.. Ne?”
Aku mengangguk perlahan lalu memapah Kwangmin masuk ke dalam taksi. Sempat kulihat Oppa dan Youngmin menatap kepergian taksi yang aku dan Kwangmin naiki. Kurasa mereka khawatir pada saeng mereka masing-masing...

Eunbin Pov End

* * *

“Aw! Sakit sekali!” Kwangmin menjerit kesakitan saat Eunbin mengompres lukanya dengan handuk dingin.
“Aih.. Kenapa kau seperti anak kecil begini?”
“Kejam sekali kau! Aku begini karena kau juga!”
Eunbin terpaku mendengar perkataan yang tidak sengaja Kwangmin lontarkan. Benar, Kwangmin jadi begini karnaku... kata Eunbin pada dirinya sendiri. Air mata mulai mengalir di pipinya. “Mianhae...”
“Ah..!” Kwangmin tercekat melihat Eunbin menangis. Ia paling tidak bisa melihat seseorang menangis, apalagi Eunbin adalah sahabatnya dari kecil. “Ani. Ini bukan salahmu. Aku hanya asal bicara..”
Eunbin menggeleng cepat. “Ini memang sepenuhnya salahku...” Tangis Eunbin pecah menjadi lebih deras.
Ah, gawat! “Eunbin...” Kwangmin merangkul Eunbin ke dalam pelukannya. “Kumohon, jangan salahkan dirimu terus...”
Eunbin terpaku dalam pelukan Kwangmin. Ini pertama kalinya Kwangmin memeluknya sejak Eunbin menyatakan perasaanya pertama kali pada Kwangmin.
“Kwang...?” Eunbin memanggil Kwangmin perlahan, masih dalam pelukan namja itu.
“Hm?”
“Tentang perkataanmu tadi...” Eunbin tidak melanjutkan perkataannya. Ia bingung sendiri bagaimana harus menanyakan hal ini pada Kwangmin. “Em... Kenapa kau mengajakku berlari tadi?”
“Berlari?” Kwangmin melepaskan pelukannya saat dirasa Eunbin sudah berhenti menangis. “Kabur, maksudmu?”
Eunbin mengangguk cepat.
Kwangmin berpikir keras sebelum menjawab, “Entahlah.. Aku juga tidak mengerti kenapa aku membawamu kabur tadi..”
“Eh? Bu-bukan itu maksudku.. Bukan kenapa kenapa kau mengajakku kabur, tetapi kenapa kau ‘menyuruhku’ kabur...”
“Heh? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti...” Kwangmin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Huft~” Eunbin menarik napas dalam-dalam. “Sudahlah.. Tak perlu dibahas.”
Kwangmin mengangkat bahu, seakan berkata ‘Terserah kau saja..’
Ting Tong
Bel apartemen Minwoo berbunyi nyaring. Eunbin bergegas menuju pintu untuk membukanya, tapi Kwangmin menahannya lebih dulu.
“Wae?”
“Jangan ceroboh.. Belum tentu ia Minwoo, bisa saja ia orang suruhan Appamu..”
Eunbin berpikir bahwa ucapan Kwangmin ada benarnya. Ia berjalan perlahan menuju pintu aparemen tanpa membukanya. Ia mengintip pada lubang kecil yang sudah disediakan di pintu itu.
Seorang pria tinggi berdiri di sana. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. “Ah!” Eunbin berteriak tertahan.
“Waeyo?”
“Seseorang yang mencurigakan berdiri di depan pintu. Kau lihat saja sendiiri!”
Kwangmin berjalan melewatinya lalu mengintip ke lubang itu. “Ne, kau benar..”
“Jadi, sekarang kita harus bagaimana?”
“Sudah. Kau tenang saja..” Kwangmin mencari ponsel di tasnya. Setelah menemukan benda itu, ia menelepon Minwoo. “Yeobuseyo?”
“Kwang? waeyo? Apa terjadi sesuatu?” terdengar suara Minwoo yang khawatir di seberang sana.
“Ya, lebih tepatnya, akan terjadi sesuatu di sini jika kau tidak segera datang..”
“Akan? Arra, sekarang aku berada di lantai dasar apartemen. Tunggulah sebentar, aku akan datang bersama Youngmin-hyung..”
Tuuut...tuuut..tuut..
“Eottokhe?” Eunbin menatap Kwangmin penuh harap. Ia tidak ingin kejadian di sekolah tadi terulang kembali.
“Kita lihat saja, ne?”
“K-kwang?”
Kwangmin mengintip ke lubang itu lagi. Memerthatikan lelaki di luar sana beberapa saat. Bel terus ditekan keras oleh lelaki itu.
Ting tong.. ting tong.. ting tong..
“Kurasa calon mertuamu itu perlu kita takuti.” Kwangmin menekankan pada kata ‘calon mertuamu’. “Ia seorang yang cepat tanggap dan... licik?”
Ting tong.. Bel berbunyi kembali..
Tiba-tiba lelaki itu ambruk ke lantai. “Mereka datang!” seru Kwangmin yang masih memerhatikan apa yang terjadi di balik pintu apartemen Minwoo itu. Ia membuka pintu itu perlahan, ingin melihat apa yang terjadi dengan pria itu.
“Kurasa kita kalah cepat..” kata Youngmin melihat namdongsaengnya mengintip dari balik pintu.
“Ne..” Kwangmin cengengesan.
“Tidak masalah. Hanya satu ikan teri..” Minwoo melayangkan tinju pada pria itu. Begitu mudah ia menjatuhkan lawannya itu. Tidak sia-sia ia belajar happikdo dengan keras.
“Bukan itu masalahnya. Jika mereka berani datang ke apartemenmu, itu berarti mereka berani mengejar Eunbin kemanapun ia pergi..” Youngmin berpikir keras, sama sekali tak membantu Minwoo ‘menghabisi’ pria itu.
“Ne, kau benar, Hyung..” Kwangmin masuk kembali ke apartemen Minwoo.
“Kwang? Ada apa sebenarnya?” Eunbin menarik kemeja Kwangmin. Ia begitu kesal karna Kwangmin tidak banyak bicara, tidak sepeti Oppanya yang cerewet.
“Kita harus kabur ke tempat yang lebih jauh..”
“Ne??”
Kwangmin menggenggam tangan Eunbin tiba-tiba lalu membawanya keluar ruangan itu. “Aku bawa dongsaengmu!”
Minwoo menatap Kwangmin tanpa ekspresi. Ia melemparkan kunci sepeda motornya pada Kwangmin. “Jaga dia baik-baik! Jangan buat aku menyesal karna menyerahkannya padamu..”
Kwangmin tersenyum sinis. “Percayakan padaku, No Minwoo!” Ia berbalik pada Hyungnya. “Aku pergi dulu, Hyung. Katakan pada Eomma bahwa aku akan segera pulang jika masalahku sudah selesai..”
Youngmin tersenyum dan mengangguk. “Tenang saja..”
Kwangmin menggenggam tangan Eunbin lebih erat. Ia mengajaknya setengah berlari meninggalkan Minwoo dan Youngmin.
“Eunbin!” teriak Minwoo tiba-tiba.
Kwangmin dan Eunbin berhenti melangkah dan menoleh padanya.
Greb..
Minwoo memeluk dongsaengnya. “Saranghae..” katanya lirih.
Eunbin terbelalak kaget mendapat pelukan tiba-tiba. “Oppa...?”
“Jaga dirimu baik-baik. Oppa akan segera menyusulmu..” Minwoo melepaskan pelukannya lalu membelai lembut rambut halus Eunbin.
Eunbin menggangguk perlahan sambil menahan tangisannya. Matanya perih mendengar perkataan halus Oppanya.
“Annyeong..” Kwangmin setengah menarik paksa Eunbin. Ia tidak ingin mereka berlama-lama di sini. Bisa saja tidak lama lagi suruhan Jinki datang.
Mereka menyusuri lorong menuju lift. Untung saja lift terbuka cepat tanpa mereka harus menunggu lama. Mereka masuk ke dalamnya, tidak ada orang lain selain mereka di dalam lift itu.
“Hiks..” terdengar isakan kecil Eunbin.
Kwangmin tahu ini berat bagi Eunbin. Tapi ini satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan.
GREB
Kwangmin memeluk Eunbin erat lalu mengelus rambut halus yeoja itu. Ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya ingin Eunbin membagi kesedihannya dengan Kwangmin.
Ting.. Lift terbuka. Mereka berjalan perlahan menuju tempat parkir sepeda motor Minwoo.
Tiba-tiba beberapa pria berpakaian hitam melewati mereka.
Kwangmin membawa Eunbin ke sebuah pilar besar di tengah gedung itu. Menyembunyikan tubuh mereka di baliknya.
Setelah dirasa aman, mereka keluar dan berlari menuju motor besar Minwoo.
“Ehm..” Kwangmin menyerahkan helm berwarna merah milik Minwoo kepada Eunbin. Menyuruh gadis itu untuk mengenakannya. Ia naik ke atas motor lalu membantu Eunbin naik ke motor besar itu juga. “Siap?” tanyanya.
Eunbin meletakkan kepalanya di punggung Kwangmin lalu mengangguk.
Brem..
Kwangmin tancap gas meninggalkan gedung apartemen Minwoo..

TBC




2 komentar:

  1. Hyaaaaaaaa!!!
    akhirnya keluar juga,wooaahh daebak daebak!!ceritanya seru amat thorr,,gak sabar pengen tahu kelanjutannya!
    Fighting terrus ya thorr,dilanjutinnya jgn kelamaan banget ya :3
    :D :D :D :D :D

    BalasHapus
  2. Gyaaaaa... keren thorrr!! kereeenn!!! lanjutkan XDD!!!

    BalasHapus