ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Sabtu, 11 Oktober 2014

12 Black Pearls [Chapter 3]



 12 Black Pearls [Chapter 3]

by Stephcecil
Genre : Fantasy, Brothership || Cast : All EXO member + Wu Yi Fan, Lu Han || Lenght : Chaptered
A/N : Don't Forget to comment, Happy Reading! ^^
Summary : "Ia tidak gentar. Ada tanggung jawab besar dengan misi yang harus ia tuntaskan. Dan amarah Chanyeol bukan apa-apa baginya. "
Previous Chapter : 1 | 2




*** 12 Black Pearls***

Baekhyun melayangkan pandangan, mengamati setiap detil yang ada di ruangan itu. Terdapat satu lemari besar, meja tulis, kasur berukuran queen-size, dan bahkan kamar mandi pribadi. Hal ini tidak mengherankan, berdasarkan fakta bahwa ayah Kai merupakan salah satu chaebol di Korea Selatan. Kemewahan bukanlah sesuatu yang asing lagi baginya. Ya, setelah mengetahui bahwa Baekhyun tidak memiliki tempat tinggal di bumi, maka dengan berbaik hati Kai menawarkan ia untuk tinggal di tempatnya. Dan tentu saja Baekhyun setuju. Lagipula Kai tidak keberatan untuk menampung Baekhyun.

Kamar baru Baekhyun didominasi warna biru laut, memberi kesan menenangkan. Baekhyun berjalan ke arah cermin besar yang dipasang di samping lemari pakaian. Ia melihat dengan jelas pantulan dirinya, namun tidak dengan sayap putih yang dulu menempel di punggung Baekhyun. Ia mendesah pelan. Sayap malaikat tidak akan muncul ketika mereka berada di bumi, hanya berfungsi di langit.

Baekhyun melangkah dan merebahkan diri di kasur. Dan ia tidak terkejut mendapati bahwa benda itu sangatlah empuk. Harga memang menentukan kualitas, bukan? Dan segala furnitur di rumah Kai –dengan sekali lihat- ia dapat mengetahui jika harganya mahal. Byun Baekhyun memejamkan mata, berharap mendapatkan sedikit istirahat, karena kini tubuhnya benar-benar telah menyesuaikan dengan bumi. Tubuh Baekhyun dapat merespon kantuk, lapar, dan lelah layaknya manusia. Namun tentu saja, ada satu hal yang tidak akan hilang, telah mendarah daging dalam diri Baekhyun, yaitu kekuatan dari black Pearl.

Nyaris saja ia berkelana menuju alam mimpi, ketika suara ketukan di pintu menyadarkan ia. Setengah terkejut, Baekhyun membuka mata dan melompat dari kasurnya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi ia untuk membuka pintu dan menatap wajah sang pengetuk secara close-up. Kim Kai. Pemuda itu memamerkan deretan gigi putihnya seraya berkata, “ Hey, apakah aku menganggumu?”. Baekhyun tersenyum tipis dan merespon pertanyaan Kai dengan gelengan pelan. Ia membuka lebar daun pintu dan mempersilahkan sang pemilik rumah masuk ke dalam kamar.

Baekhyun mendaratkan pantatnya di pinggiran tempat tidur, sementara Kai duduk di kursi kayu –satu set dengan meja tulis-. Kecanggungan terasa kental mendominasi. Untuk beberapa saat keduanya bungkam, hingga pada akhirnya Baekhyun yang tidak tahan dengan kesunyian memutuskan untuk bersuara, “ Jadi.. apa yang ingin kau katakan? “ tanyanya dengan nada ramah.

Kai sempat ragu. Namun akhirnya ia memberanikan diri untuk menyuarakan rasa penasarannya, “ Kau bilang kau berasal dari langit.. dan… “ Sebelah alis Baekhyun terangkat ke atas, penasaran. “ Dan.. aku ingin tahu seperti apa tepatnya kehidupan disana. “ lanjutnya.

Baekhyun kembali mengulum senyum, “ Disana sangat indah. Apa kau tahu tentang mitos Yunani? Kehidupan para penghuni langit kurang lebih sama seperti itu. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bumi. Ada penguasa, kedudukan, rakyat, dan aturan. Hanya setting nya saja yang berbeda. Seperti sebuah drama, ada setting tempat, kau mengerti? “ Ia memang menjawab pertanyaan itu, namun pandangan Baekhyun menerawang jauh, menatap langit-langit kamar yang termasuk cukup tinggi. Seolah ia melalang buana dalam dunianya sendiri.

Sulit bagi Kai untuk membaca ekspresi Baekhyun saat itu. Tapi dari sana Kai dapat melihat suatu kerumitan mendalam. “ Apakah kau suka berada di sini? Di bumi? “

Pertanyaan tak terduga Kai membuat Baekhyun terperanjat, dan hal itu sukses menghentikan kegiatannya barusan -tenggelam dalam lamunan. Ia mengalihkan pandang, mengunci sepasang manik hitam Kim Kai dengan miliknya sendiri. Kegamangan sempat melanda. Ia menghela napas dalam, sebelum menjawab, “ Aku tidak tahu. Butuh waktu lebih lama untuk dapat menilai. Maksudku, ini baru hari keduaku di bumi. “

“ Aku mengerti.. “ Keheningan sempat melingkupi mereka. Hingga Kai melihat Baekhyun yang menguap melalui sudut matanya. Ia terkekeh pelan. “ Apakah malaikat juga merasakan hal yang sama seperti manusia? Kau tahu.. semacam kantuk. “ Baekhyun menangkap nada menggoda disana, namun ia hanya menjawab tenang, “ Ketika turun ke bumi. Tubuh kami pun menyesuaikan dengan keadaan disini, seperti manusia. “

Kai mengangguk pelan tanda mengerti. Ia melirik Baekhyun dan mendapati pemuda itu tengah menguap untuk kali kedua. Bagian putih manik mata Baekhyun kini berwarna kemerahan, terserang kantuk. Kai yang tahu diri segera beranjak dari posisi duduknya.

“ Ini sudah larut malam. Beristirahatlah. “ ujarnya seraya berjalan ke arah pintu keluar. Namun baru beberapa langkah, ia berhenti dan menoleh ke belakang. Disana Baekhyun sedang menjabarkan selimutnya, bersiap untuk terlelap. “ Dan baekhyun.. ? “

Baekhyun menghentikan kegiatannya sejenak, mendongakkan kepala, dan bergumam pelan saat menatap wajah Kai, “Hmm..? “

“ Besok aku akan pergi ke sekolah, bersama teman-temanku yang kau temui tadi. Jadi jika kau merasa bosan sendirian, kau bisa menyuruh supir untuk mengantarmu berkeliling kota. “

Dengan halus Baekhyun menolak tawaran tersebut, ia menggeleng pelan, “ Ingatanku cukup kuat. Aku bisa pergi sendiri. Dan kau tidak perlu menyuruh seseorang untuk menemaniku, aku tidak akan tersesat. “ ujarnya. Kai hanya mengangguk pelan. Namun ketika ia telah memutar kenop pintu, mendorongnya, dan nyaris beranjak keluar ruangan, ia kembali menoleh ke belakang. “ Selamat tidur. “

Baekhyun tersenyum sekilas. “ Kau juga. “

Kemudian suara berdebam halus terdengar, ketika pintu tertutup sempurna. Baekhyun merebahkan diri, hendak melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda tadi. Ia menonaktifkan indra penglihatannya. Dan tak lama kemudian, ia telah terbang menuju alam mimpi. Jatuh terlelap atas dasar letih yang mendera tubuh.


*** 12 Black Pearls***


@The Next Morning, 06.50 KST. 

Suasana hati Park Chanyeol tidak baik hari ini. Malahan sangat buruk. Tadi pagi Ahjumma pemilik rumah sewaan –yang menjadi tempat tinggalnya- datang menggedor-gedor pintu depan rumah, yang sudah reyot itu. Membuat Chanyeol terbangun paksa dari tidurnya. Ia lelah. Sangat lelah. Bagaimana tidak? Semalaman suntuk ia bekerja. Membagikan brosur restoran daging, pada orang-orang yang berlalu lalang di jalan depan restoran. Namun ia sendiri tidak dapat mengeluh, ia harus mencari uang untuk hidup. Dan maka dari itu, ia perlu bekerja.

Setengah hati ia menyeret kedua tungkai kakinya, berjalan dan membukakan pintu depan. Hanya demi melihat wajah sang ahjumma pemarah itu, menyodorkan bagian atas telapak tangannya di hadapan Chanyeol. Oh dia tahu, ia pasti menagih biaya sewa bulanan. Dan Chanyeol menunduk dalam sembari mengatakan bahwa dia tidak memiliki uang. Kejadian selanjutnya dapat ditebak dengan mudah, sang ahjumma menyuruh ia untuk segera hengkang dari rumahnya, jika hingga akhir minggu ia belum dapat membayar sewa 3 bulan terakhir.

Kejadian tadi pagi itu membuat Chanyeol mendesah pelan. Ia mengacak rambut hitam kelamnya frustasi. Bagaimana cara mendapatkan uang itu? Ia sedikit berharap hujan segera turun, bukan hujan biasa, lebih tepatnya hujan uang. Namun ia menggeleng keras ketika menyadari hal itu sama sekali tidak masuk akal. Ia terus melangkah, hingga tanpa sadar ia telah tiba di sekolah. Gerbang hitam besar sekolah berada tepat di hadapannya. Namun mood chanyeol terlampau buruk. Dan ia yakin jika ia memaksakan diri untuk pergi ke sekolah hari ini, tidak ada sedikit pun pelajaran yang akan terserap dalam otaknya.

Sedetik kemudian, Park Chanyeol membalikkan badan. Ia berjalan dengan langkah lebar menuju arah berlawanan. Tidak. Dia tidak akan ke sekolah hari ini. Ia perlu bersenang-senang sedikit, setelah beberapa minggu terakhir dihabiskannya dengan belajar dan bekerja.

Let’s have Fun! , gumam ia dalam hati.

*** 12 Black Pearls***


Lay terus menerus menatap jam yang terpasang di dinding kelasnya. Ia begitu gusar. Sesekali ia melirik ke kursi kosong di sampingnya. Berharap sang pemilik kursi akan segera datang dan menduduki tempat tersebut. Tenggelam dalam kegelisahan, Lay terperanjat kaget ketika sebuah tangan menepuk bahunya. Ia bergegas menoleh dan mendapati Kim Suho sebagai pelakunya.

“ Dimana Chanyeol? Dia tidak datang hari ini? “ tanyanya langsung. Kedua alis Suho terangkat ke atas, tanda ia tengah penasaran. Lay mengedikkan bahu seraya menghela napas dalam, “ Aku tidak tahu. “

Jawaban Lay membuat kerutan muncul menghiasi kening Suho, namun hanya sebatas itu saja. Ia tidak mencecar hyung angkatnya dengan pertanyaan lebih lanjut, karena Seohyun sonsaengnim telah memasuki kelas mereka.



*** 12 Black Pearls***


Byun Baekhyun benar-benar dibuat terpesona pagi itu. Pasalnya, sejak pagi buta ia telah hengkang dari dalam rumah. Dan tebak apa yang ia lihat pertama kali? Panorama matahari terbenam. Dan hal itu sungguh indah di mata Baekhyun, yang belum pernah menikmati fenomena alam tersebut, sepanjang hidupnya. Kemudian ia melanjutkan acara jalan-jalannya, menelusuri taman kota, bermain dengan apa-yang-manusia-sebut-sebagai-anjing, dan kini ia tengah menyusuri salah satu jalan sempit di Seoul. Tidak sekecil gang, namun tidak juga besar. Ada pertokoan yang berjejer. Restoran ttukbeokki , dan…

Ouh, sesuatu sukses menyita perhatian Baekhyun.

Sesosok pemuda berjalan santai menuju salah satu tempat disana. Bangunan yang serupa dengan pertokoan, di samping kanan dan kiri tempat itu. Namun bedanya, melalui pintu lebar yang transparan –terbuat dari kaca bening- Baekhyun dapat melihat bagian dalam ruangan yang terisi dengan komputer-komputer, berderet rapi di atas meja, yang juga tersusun berlajur.

Dan sensasi itu datang lagi. Bergetar. Bersumber dari dada bagian kirinya. Ia menatap sosok yang berjalan masuk ke tempat itu. Punggung itu. Punggung dan sosok menjulang itu tidak lagi asing baginya, Baekhyun yakin pernah melihatnya baru-baru ini. Entah dimana.

Manik hitam Baekhyun membaca deretan kata yang terpajang di bagian depan tempat itu. Roller’s Internet Café. Walau sedikit ragu, Ia memberanikan diri untuk terus melangkahkan kaki, membuka pintu, dan masuk ke dalam ruangan berukuran 9x8 meter tersebut. Dinginnya udara pendingin ruangan menyapu lembut kulit Baekhyun, segera setelah matanya menangkap sosok yang ia cari. Sang pemuda menjulang duduk di bangku terkiri dari lajur kedua.

Seiring dengan berkurangnya jarak diantara mereka, begitu Baekhyun melangkahkan kaki. Sensasi yang ia rasakan semakin besar pula. Hingga kini Baekhyun tepat berada di samping Chanyeol, dan ia dapat melihat dengan jelas wajahnya. Ia tidak terkejut, karena itulah wajah yang menyapanya dua hari lalu. Ia masih ingat jelas sosok ketiga pemuda yang pertama ia temui di bumi. Dan manusia yang berada di hadapannya sekarang, adalah salah satu diantara mereka.

Baekhyun sedikit menunduk demi melihat papan nama yang terpasang rapi, di bagian kiri seragam pemuda itu. Park Chanyeol. Baiklah. Ini merupakan sesuatu yang wajib ia ingat, karena instingnya jelas mengatakan jika siapapun-yang-bernama-chanyeol ini adalah penjaga black pearl.



*** 12 Black Pearls***


Baru sekitar 2 menit sejak ia mendaratkan pantatnya di salah satu bangku kafe internet, begitu sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang sukses membuyarkan mood chanyeol. Atau lebih tepatnya, membuat risih ia, yang hendak mengistirahatkan batinnya sejenak dengan bermain game. Bagaimana tidak? Orang aneh ini berdiri di dekatnya, dan menatapnya seolah ia adalah alien. Dan ouh, Chanyeol tidak suka ini.

Ia pun menghela napas jengah, dan memutar kepalanya ke samping. Kerutan terlukis pada dahi Chanyeol begitu menyadari jika wajah orang aneh itu tidaklah asing. Ia jelas pernah melihatnya. Butuh sepersekian detik bagi Chanyeol untuk menemukan ingatan tersebut kembali. Ya. Kini dia ingat. Dia anak yang ia temui di lapangan dua hari lalu. Anak yang tidak tahu cara bermain basket.

“ Kenapa kau ada di sini? “ sungguh. Sebenarnya ia tidak ingin berbicara dengan nada yang terkesan sinis. Namun ia sungguh lelah. Butuh hiburan. Dan hal terakhir yang ingin ia lakukan adalah menemui, atau sekedar berbicang dengan seorang pemuda aneh.

Sang lawan bicara balas menatap Chanyeol santai, tak terpengaruh dengan nada tajamnya. “ Tidak bisakah aku berada di sini? “. Baekhyun memutar bola matanya. Masih dengan rasa jengah yang menguasai diri. “ Tidak. Itu terserah kau. “ kemudian ia kembali mengarahkan fokus pada komputer yang ada di hadapannya, mencoba bersikap acuh. Tak menganggap kehadiran Baekhyun. Namun tidak sampai satu menit setelahnya, sebuah colekan di bahu kiri Chanyeol membuat ia menoleh untuk kali kedua. “ Apa? “ nada suaranya naik satu oktaf.

Kerutan muncul menghiasi keningnya saat pemuda itu menarik salah satu lengannya. Secara paksa pula ia setengah menyeret Chanyeol pergi dari tempat itu. “ Hey! “ ia sedikit meronta, tapi usahanya tidak menghasilkan apapun. Ia terperangah karena kekuatan Baekhyun begitu besar. Sungguh diluar dugaan. Bagaimanapun juga, wajah Baekhyun jauh dari kesan sangar yang identik dengan kekuatan.

Dan aksi Baekhyun terhenti ketika mereka sampai di sebuah gang kecil, tak jauh dari kafe internet. Chanyeol menghentakkan tangannya, sehingga tautan mereka terlepas. Namun Baekhyun tidak merespon hal itu. Ia menelengkan kepalanya, menatap lekat manik hitam Chanyeol, seolah tengah mencari sesuatu di sana. Sontak Chanyeol mundur satu langkah, perasannya kini berbaur antara takut dan risih. “ Apa yang kau lakukan? “ spontan ia bertanya.

Di sisi lain, sensasi aneh itu menguasai diri Baekhyun. Jantungnya berdegup begitu kencang, di atas batar kewajaran. Setelah beberapa hari di bumi, ia mulai terbiasa dengan hal tersebut. Ia tidak lagi merasa tersiksa, sebaliknya ia mulai dapat mengontrol sensasi itu. Ia menghela nafas dalam dan mencondongkan badannya ke depan, memperkecil jarak di antara mereka, dan membuat Chanyeol kembali melangkah mundur. Ia dapat melihat dengan jelas kilat ketakutan yang terlukis pada sorot mata Baekhyun.

“ Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. “ tentu saja perkataan itu tidak cukup menenangkan Chanyeol. Faktanya, kadar kekalutan Chanyeol terus meningkat. Terlebih di saat sang pemuda aneh meletakkan sebelah tangannya di dada Chanyeol, tepatnya di bagian kiri. Kedua alisnya bertaut. “ Apa lagi yang k- “ belum sempat ia menuntaskan perkataannya, rasa sakit itu menyerangnya. Aliran darahnya berdesir tak karuan, jantungnya berdebar hebat, dan jangan lupakan pula sesak yang melanda. Ketika Baekhyun melepaskan tangannya, Chanyeol merasa kekuatannya terserap habis. Sekujur tubuhnya lemas seketika, hingga ia tidak memiliki kemampuan untuk berdiri. Akhirnya ia jatuh terduduk di atas tanah. Chanyeol menunduk dalam, menyembunyikan wajah dengan ekspresi kesakitan, yang jelas mendominasi.

“ Kau bisa berdiri? “ begitu mendongakkan kepala, hal pertama yang dilihatnya adalah uluran tangan seseorang. Baekhyun. Namun ego di dalam dirinya mengatakan untuk tidak menerima bantuan pemuda itu. Ia menggeleng mantap. Kemudian dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia beranjak berdiri.

Setelah yakin jika tubuhnya tidak terlalu lemas lagi, Chanyeol pun mengarahkan tatapan tajam menusuk, yang jelas ditujukan pada Baekhyun.

“ Apa kau ingin membunuhku? “ separuh desisan, separuh dengusan. Diluar dugaan, Baekhyun hanya tertawa kecil. Hal itu sukses membuat Chanyeol mengerutkan keningnya. Heran bercampur amarah menguasai diri.

“ Kenapa aku harus membunuhmu? “ pertanyaan dibalas pertanyaan. Chanyeol bungkam. Ia tidak tahu jawaban apa yang patut dilontarkan. Hingga akhirnya Baekhyun kembali berkata, “ Kau pasti menganggapku orang aneh. “

Kalimat itu adalah pernyataan retoris, dan Chanyeol yakin jika sang penanya pun mengetahui jawabannya. Atas dasar hal tersebut, ia mengibaskan sebelah tangannya dan memilih untuk melenggang pergi. Memilih untuk mengabaikan kejadian tidak logis tadi. Baekhyun mendesah pelan. Sebelum Chanyeol melangkah lebih jauh, ia menarik paksa lengan pemuda itu, otomatis ia terhenti. Bagaimanapun juga, kekuatan Baekhyun jauh lebih kuat dan besar darinya.

“ Apa?! “ ia kesal. Benar-benar kesal. Bahkan Baekhyun pun tahu, karena nada bicara dan ekspresi wajahnya jelas menyatakan hal tersebut. Namun Baekhyun tidak terpengaruh sedikitpun. Ia tidak gentar. Ada tanggung jawab besar dengan misi yang harus ia tuntaskan. Dan amarah Chanyeol bukan apa-apa baginya.

“ Ada yang harus kubicarakan denganmu. “ tegasnya. Baekhyun masih mencengkeram erat lengan pemuda itu. Berjaga-jaga agar sang ‘mangsa’ tidak akan melarikan diri. Setidaknya, tidak hingga ia menjelaskan semuanya, dan pemuda itu setuju untuk membantu Baekhyun.

Chanyeol memutar bola matanya, jengah. “ Bagaimana jika aku tidak mau bicara? “

“ Kau harus. “

Sudut kanan bibir Chanyeol tertarik ke atas, membentuk seringaian. Ia mendengus. Sebelum akhirnya mengerahkan segenap kekuatan, dan menyentakkan lengannya. Ekspresi terkejut sempat terlukis pada wajahnya -ketika mendapati tautan tangan mereka terlepas- namun menghilang secepat itu datang. Tanpa mengatakan apapun, ia kembali melanjutkan langkah. Tetapi tidak lama, hingga ia merasa sesuatu menarik lengannya untuk kali kedua. Baekhyun.

Ia berpaling, mengerutkan kening, dan menyentakkan tangannya lagi. Dan tautan itu pun kembali terlepas. Sesaat hening melingkupi atmosfir di sekitar mereka. Saat itu pula, emosi dalam diri Chanyeol menggelegak tak karuan. Berbaur antara amarah, lelah, dan keputusasaan yang melanda. Seolah masalah belum cukup menghampiri kehidupan Chanyeol. Bahkan untuk beristirahat sekaligus melupakan beban hidupnya, barang sejenak pun ia tidak bisa.

Pada akhirnya, semua itu meluap. Tertuang dalam setiap kata penuh penekanan yang terlontar melalui bibir Chanyeol, “ Harus? Aku harus? “ ia menusuk Baekhyun dengan tatapan tajamnya. Membuat pria itu terhenyak. “ Kenapa aku harus? Kenapa aku harus mendengar perkataan bodohmu? Kenapa aku tidak bisa melakukan apa yang ingin kulakukan? Aku hanya ingin bersenang-senang. Hanya sebentar. “ Ia menunjuk Baekhyun tepat di depan wajahnya. “ Tapi kau, Kau mengangguku. Oh tidak, bukan hanya kau. Tapi semua orang menggangguku. Ahjumma menggangguku karena aku tidak memiliki uang untuk membayar sewa, songsaengnim di sekolah selalu mengomeliku karena peringkatku yang rendah, dan bahkan untuk beristirahat pun aku tidak bisa? “

Chanyeol berhenti sejenak, karena rupanya –dengan emosi membara- ia lupa menarik napas. Namun begitu ia kembali membuka bibirnya, demi melanjutkan perkataan yang tertunda, bibir itu seketika terkatup. Untuk sesaat, ia mengira jika ekspresi terkejut Baekhyun itu disebabkan oleh amarahnya. Tapi hipotesa tersebut segera ditepisnya, menyadari jika hal itu terlalu sederhana, dibandingkan dengan reaksi Baekhyun sekarang. Bahkan pemuda bertubuh mungil itu mundur satu langkah. Sontak ia mengikuti arah pandang Baekhyun, yang rupanya terfokus pada kepalan tangannya sendiri.

Bola mata Chanyeol nyaris meloncat keluar dari tempatnya, begitu menyadari hal mustahil yang tengah terjadi. Ia menggelengkan kepala tidak percaya. Bagaimana mungkin ada api yang muncul, melingkupi daerah kepalan tangannya, dan seolah bersumber dari sana.

Tidak mungkin. Ini tidak mungkin.
.
.
.
.
.
TBC

1 komentar: