ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Rabu, 13 Mei 2015

Blazing Star [Chapter 5]

Blazing Star [Chapter 5]

by  Stephcecil
Cast : Kim Myungsoo, Son Naeun, Noh Yiyoung, Kim Taehyung / V, Lee Byunghun / L.Joe
Lenght : Chaptered || Genre : School Life, Music, Romantic, Friendship || Rating : Teen
Disclaimer : The cast isn't mine, but the plot is pure based my imagination.
Summary : " Son Naeun tersenyum tipis lalu segera memposisikan diri di balik keyboard, “Jadi, lagu apa yang harus kuaransemen lebih dulu?” "
Previous Part  : 1 || 2 || 3 || 4







***







Rembulan telah menyembul di balik awan begitu latihan mereka selesai. Bagi keempat anak manusia itu, dua jam berlalu terlampau cepat. Kini, mereka tengah bersantai di ruang tamu rumah Taehyung, yang menghadap langsung ke teras, dibatasi oleh dinding kaca. Sinar lampu kekuningan dan interior yang didominasi warna cokelat lembut memberi atmosfir menenangkan. Lilin-lilin beraroma –sudah tersulut- diletakkan di tiap sudut ruangan, menebar harum lavender.

Keempatnya larut dalam pembicaraan ringan seputar musik, tanpa menyadari betapa kelam langit malam, hingga ponsel sang keyboardist berdering nyaring. Son Naeun segera merogoh benda elektronik itu dari sakunya, lalu ditempelkannya ponsel ke telinga. “Oh, oppa? Kau sudah datang?” tanya Naeun dengan seulas senyum tersungging. Manik hitamnya berkilat ceria. Selang beberapa menit kemudian, ia berdiri dari sofa dan memasukkan ponsel kembali ke dalam saku. “Guys, aku harus pulang sekarang, Jungkook sudah menunggu di depan.”

Yiyoung mengangguk dan melambaikan tangan, “Hati-hati di jalan!” katanya, yang dibalas Naeun dengan senyum simpul, begitupun ucapan selamat malam Myungsoo. Naeun menolak halus tawaran Taehyung –sebagai tuan rumah- yang hendak mengantarnya sampai gerbang depan.

Kesunyian pun menyapa ketiga orang tersisa, ketika sosok Son Naeun lenyap dari area visual mereka. Tetapi, meskipun Yiyoung adalah satu-satunya perempuan disana, ia tak merasakan secuilpun kecanggungan. Bahkan, ialah yang memecah kesunyian dengan mengangkat berbagai topik –seputar musik- untuk dijadikan bahan pembicaraan. Mereka membahas mengenai musisi favorit, genre musik favorit, hingga impian terliar masing-masing.

“Aku ingin berkolaborasi dengan musisi terkenal.” Ungkap Taehyung.

Yiyoung mendecakkan lidah merespon Taehyung, lalu menyahut, “Aku ingin mengadakan konser. Aku tidak peduli konser solo atau grup.” Ia menoleh ke arah Myungsoo, “Bagaimana denganmu?”

Myungsoo tampak bingung, beberapa saat hanya menatap langit-langit ruangan, mengabaikan tatapan penasaran Taehyung-Yiyoung. Dan pada akhirnya, ia mengedikkan bahu, “Aku tidak tahu.” Digelengkannya kepala, “Aku tidak punya impian seperti kalian.”

Yiyoung sedikit terkejut mendengar pengakuan Myungsoo. Menurutnya, setiap remaja pasti memiliki impian. Hanya mungkin terlalu malu untuk diungkapkan. Tapi, di mata Yiyoung sekarang, ekspresi Myungsoo sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia malu ataupun berbohong. Sepasang manik kelam itu tampak jernih diliputi kebingungan.

“Kau serius? Kau tidak punya keinginan apapun di masa depan?” desak Taehyung. Dahinya berkerut, menyiratkan keheranan.

Lagi-lagi, Myungsoo menggeleng, “Tidak.”

Tepat ketika Yiyoung hendak menuntaskan rasa penasarannya dengan mengajukkan pertanyaan lain, bel rumah Taehyung berbunyi. Ia pun menunda aktivitasnya, terpaksa. Bassis tersebut mengamati sang tuan rumah menyelonong pergi ke teras depan, berniat mengecek siapapun yang menunggu di luar sana. Sebab satpam yang biasanya bertugas sedang mengambil cuti.

Otomatis, tinggal dua kepala tersisa di ruang tamu. Masing-masing mendaratkan pantat pada sofa empuk yang saling berseberangan. Entah mengapa, Yiyoung merasakan kecanggungan mulai merambat ke permukaan. Padahal, saat bertiga bersama Taehyung, atmosfirnya jelas berbeda. Mungkin, karena ia belum lama mengenal Myungsoo.

Kim Myungsoo, siswa baru SMA Jung Sang sekaligus anggota kelas unggulan. Apalagi yang ia ketahui tentangnya selama dua minggu terakhir? Ah, dia tipe murid cerdas tapi malas, sama sepertinya. Hal ini Yiyoung ketahui dari hasil pengamatannya di kelas, baik secara sengaja ataupun tidak. Duduk bersebelahan dengan Myungsoo, dia tahu jika Myungsoo lebih memilih menyalin pr teman daripada mengerjakan sendiri, memfotokopi catatan, tidur saat pelajaran –terutama sejarah. Tetapi nilai-nilainya selalu cemerlang, mengesampingkan fakta bahwa ia murid pindahan dan belum genap sebulan sejak menginjakkan kaki di SMA Jung Sang.

Kim Myungsoo, lelaki yang tengah berleha-leha di sofa di depannya ini berhasil memasuki daftar 10 most wanted students dalam waktu singkat, yang berarti menjadi incaran kaum hawa. Bahkan, Yiyoung sendiri harus mengakui bahwa dia tampan. Heck, ia sudah menyadarinya pada hari pertama ia melihat Myungsoo di parkiran sekolah.

Kim Myungsoo, yang tanpa aba-aba memasuki kehidupan seorang Noh Yiyoung. Mendadak saja ia muncul dengan maksud membentuk sebuah band. Dan saat itu, Yiyoung –entah kenapa- mensyukuri bakat musikal yang ia warisi dari kedua orang tuanya, serta memiliki teman konyol seperti Taehyung yang menjadi perantaranya mengenal Myungsoo.

Sedari tadi –tanpa sadar- ia tengah menatap Myungsoo, dalam. Sembari pikiran-pikiran tadi mendominasi otaknya, ia pun mengapresiasi sepasang manik kelam Myungsoo, yang tampak teramat jernih namun gelap. Di sisi lain, menyediakan getaran menenangkan.

Yiyoung tidak tahu perasaan apa ini, tetapi ia ingin mengenal Myungsoo lebih dalam lagi.

Sementara Myungsoo sendiri sibuk memainkan nada-nada buntung menggunakan gitarnya. Ia tidak sedang bermain, hanya menyibukkan diri. Hanya ingin lari dari kecanggungan sekaligus membunuh waktu.

Keduanya dilanda keterkejutan ketika dentum langkah kaki memasuki ruang tamu. Nyaris bersamaan, Yiyoung-Myungsoo menoleh. Ekspresi mereka saling bertolak belakang begitu mendapati Taehyung yang kembali dengan orang lain. Orang itu jauh dari definisi familiar bagi Myungsoo, namun sebaliknya bagi Yiyoung, yang berhasil mendeteksi identitas Minhyun dalam sekejap.

Sang bassis pun bangkit dari duduk dan segera menghampiri Minhyun. Lalu kekasihnya itu memberi kecupan singkat di pipi, yang ditanggapinya menggunakan cengiran lebar. Biasanya, ia akan melontarkan omelan karena ia merasa malu, karena mereka tidak hanya berdua di sana. Tetapi kali ini, Yiyoung menyadari perbedaan dalam hati. Ia tidak sekedar malu, tapi tidak nyaman. Mungkin, karena tatapan menilai Myungsoo. Mungkin, karena perubahana air muka Kim Myungsoo.

Sesegera mungkin, Ia melepaskan diri dari rengkuhan Minhyun, “Yah, oppa!”

Kekasihnya hanya tertawa lebar, dan Yiyoung pun mendecakkan lidah. Tetapi matanya tak lepas dari sosok Myungsoo. Ia melihat Myungsoo memicingkan mata, lengkap dengan kebingungan terlukis jelas pada wajah. Dan untungnya, menjadi orang terpeka di sana, Taehyung bergegas menjelaskan, “Kenalkan, ini Kim Myungsoo, siswa baru di kelas kita.”

Mata Minhyun membulat sempurna. Seorang siswa baru yang memasuki daftar kelas unggulan sungguh diluar praduganya. Pasti dia sangat pandai, batin Minhyun, seraya menyunggingkan senyum ramah. Kemudian, Taehyung melanjutkan, menepuk-nepuk bahu Minhyun selayaknya teman akrab, “Dan orang ini bernama Hwang Minhyun, anggota kelas unggulan sekaligus kekasih Yiyoung.”

Mendengar penjelasan Taehyung, ulu hati Myungsoo seolah dihantam benda tajam. Ia tak tahu mengapa. Selama beberapa saat ia terdiam, hingga akhirnya memaksakan tawa canggung. Ia bergegas menyingkirkan gumpalan tak nyaman dalam hati, lalu meyakinkan diri bahwa Yiyoung hanyalah teman yang baru ia kenal. Hanya itu. Tidak lebih. Tidak akan pernah lebih.

“Senang bertemu denganmu, panggil saja aku Myungsoo.” 







***




 
D-3 Ujian Akhir Semester.

Rasa penasaran Myungsoo mengenai pemilik bangku kosong di kelas sukses terobati, karena Minhyun kembali mendaratkan pantat disana. Semenjak kelas dimulai, -entah kenapa- pandangannya kerap tergoda untuk menoleh ke samping, dan mengamati tingkah kekasih Yiyoung itu. Terkadang, ia mendapati Minhyun melempar remasan kertas ke meja Yiyoung –dan sang gadis akan membalasnya, atau mengetuk-ketukkan ujung bolpoin di atas meja dengan tampang bosan, atau memandang kosong ke arah papan tulis, sambil sesekali mencatat.

Myungsoo tidak tahu bagaimana cara menjelaskan terganggunya ia akan keberadaan Minhyun. Ia jengah ketika Minhyun dan Yiyoung saling bergurau begitu guru tidak memperhatikan, dahinya berkerut saat menyaksikan Yiyoung-Minhyun memasuki gerbang sekolah bersama –bukannya seorang diri dengan motor- atau mengapa ia menghela napas saat Minhyun memandang kekasihnya menggunakan tatapan orang yang tengah dimabuk asmara.

Seusai kelas terakhir, Myungsoo memilih pergi ke perpustakaan. Ujian dilaksanakan hari Senin –sekarang Jumat- dan dia membutuhkan bahan ujian. Well, meski sebagian besar materi sudah ia pelajari di US, tetap saja ada perbedaan –dengan materi di Jung Sang. Dan berhubung dialah yang mengibarkan bendera tantangan, maka Myungsoo wajib menghindari kata gagal. Bagaimana? Tentu saja belajar.

Bro, kau serius mau melakukan ini? Kau masih bisa membatalkan tantangan, kau tahu?”

Myungsoo mengabaikan nada khawatir Taehyung yang dengan dengan baik hati menemaninya ke perpustakaan –dia masih ‘asing’ dengan sistem perpustakaan sekolah. Dan menjawab ringan sembari memilah-milah deretan buku pada rak berlabelkan ‘SEJARAH KOREA’

“Aku serius. Sangat serius.”

“Tapi Myung-“

“Kau tidak perlu khawatir. Lagipula, kalaupun kalah, aku siap menanggung konsekuensiku.”

Taehyung mengamati lelaki blasteran itu meletakkan setumpuk –kira-kira 10- buku di atas meja perpustakaan tempatnya duduk kini. Dengan lagak santai, Myungsoo mulai mengkonsumsi isi salah satu buku, otomatis mengabaikan sekelilingnya. Di sisi lain, Taehyung tidak tahu jika ia harus merasa senang atau malah sebaliknya, sebab tidak segelintirpun kekhawatiran terselip dalam eskpresi sang teman baru. Tidakkah dia takut kalah? Tidakkah dia takut L.Joe memintanya melakukan hal-hal aneh?

Taehyung sadar bahwa –mungkin- dirinya tampak konyol. Mengkhawatirkan tantangan orang lain, sementara orang tersebut malah bersikap acuh. Maka, dia memutuskan untuk mengambil langkah seribu dari ruangan yang paling anti dikunjunginya itu. Bau tinta modern berbaur kertas-kertas tua telah sukses membuatnya mual. Lagipula, ada latihan dance yang harus dilakoni.

Ia beranjak dari bangku, menyampirkan ranselnya, lalu menepuk pelan pundak Myungoo, “Kalau begitu, aku pergi dulu, bye!”

Kim Myungsoo hanya mendengus singkat, lalu kembali menyelami lautan materi. 






***





Jika bukan berkat Mihyun, pasti sebuah bercak ungu kebiruan telah tercetak di dahi Yiyoung. Bagaimana tidak? Sejak Yiyoung mengiyakan ajakan kekasihnya untuk berjalan pulang bersama –bukannya naik kendaraan seperti biasa- fokus gadis itu lenyap seketika. Celotehan Minhyun mengenai hari-harinya di Paris –semasa program pertukaran pelajar- hanya dianggap angin lalu. Bahkan, ia masa bodoh dengan keberadaan tiang listrik yang berdiri tegak di hadapannya.

Yah, hati-hati!”

Yiyoung merasakan cekalan tangan Minhyun di bahunya. Sontak, ia menghentikan langkah dan mendongak, demi mendapati ekspresi khawatir pemuda tersebut. Dahi Minhyun berkerut, bibirnya sedikit mengerucut kesal. Biasanya, pada saat seperti ini, Yiyoung mengulum senyum jahil. Tapi sekarang ia tidak melakukannya.

Sang pemilik rambut blonde menyeringai, “Sorry.” Ujarnya sembari menggigit bibir bawah.

“Perhatikan jalanmu, chagiya.”

Yiyoung mengangguk. Sedetik kemudian, ia merasakan tangan hangat mengacak helaian rambutnya. Ia menyaksikan pula sudut-sudut bibir Minhyun tertarik ke atas, membentuk senyuman lebar. Dulu, Yiyoung kerap membandingkan senyuman kekasihnya dengan mentari, karena keduanya sama-sama membutakan. Hanya saja, senyum Minhyun berefek lebih bagi Yiyoung.

Tetapi, lagi-lagi, ada yang berbeda sekarang.

Ah, maaf. Aku ceroboh.” Yiyoung terkekeh.

“Dasar kau ini.”

Kehangatan yang mengalir saat tangan mereka saling bertaut, terasa familiar namun asing. Begitu pula skinship ringan yang dilakukan Minhyun selama mereka menyusuri jalanan kota Seoul. Sementara mentari mulai menyusut di ufuk barat. Angin sore berhembus pelan, membuat helai rambut Yiyoung menari-nari.

Mendadak saja, Yiyoung menghentikan langkah. Eskpresinya tampak terkejut, seolah baru mengingat hal penting. Minhyun hanya dapat mengernyit, menyaksikan Noh Yiyoung menepuk –cukup keras-dahinya sendiri seraya mengumpat, “Oh, sial.”

“Ada apa?”

Yiyoung memutar bola matanya sebagai reaksi akan pertanyaan Minhyun. Ia sendiri tidak tahu sejak kapan kemampuan memorisnya menurun. Yang jelas, ingatan mengenai buku perpustakaan yang harus ia kembalikan hari ini –atau terkena omelan Mrs.Yoon dan terancam tidak diijinkan mengikuti ujian- baru muncul dalam otaknya, sekitar 1 menit lalu.

Ia berdecak, “Aku harus kembali ke sekolah sekarang, Hyun. Ada buku yang harus kukembalikan-“

“Tidak bisa Senin saja?”

“-ini saja sudah telat beberapa hari.”

Minhyun tertawa jahil, kemudian mengangguk mengerti. Tangannya kembali terulur demi mengacak rambut Yiyoung. “Baiklah. Biar kuantar kau ke sekolah.”

Lagi-lagi, terdapat keanehan dalam diri Yiyoung. Jantungnya tidak lagi berdebar abnormal. Keberadaan Minhyun di sisinya terasa… hambar. Sebaliknya, ada sekelumit rasa bersalah yang merayapi perut. Entahlah, ia tidak tahu mengapa.

Noh Yiyoung tersenyum kecut, “Tidak usah, bukankah Eommonim mengajakmu makan malam bersama hari ini?”

Well, tapi-“

“Aku pergi dulu!” sebelum perkataan Minhyun tuntas, sang gadis blonde menepuk bahunya, seraya melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Minhyun melihat punggung kekasihnya itu perlahan menjauh, berlari menembus kerumunan manusia, kemudian menghilang sepenuhnya. Rambutnya yang dibiarkan tergerai bergerak-gerak liar mengikuti gerakan tubuh.






***






Dipijatnya pelipis sembari memejamkan kedua mata. Meski baru satu jam sejak Taehyung meninggalkannya bergulat dengan tumpukan buku, Kim Myungsoo merasa kepalanya nyaris meledak. Sementara jumlah murid yang berada di perpustakaan kian berkurang, dan langit berangsur kelam.

Ia menghela napas panjang, menyandarkan punggung pada sandaran kursi, lalu menutup buku yang baru separuh dibacanya. Mendadak, nama-nama tokoh historis pada jaman dinasti Ming membuatnya mual. Dan fakta bahwa ia harus mempelajari semuanya sukses mengundang pening di kepala Myungsoo. Tetapi, ia tidak boleh menyerah begitu saja.

Tepat ketika sang lelaki blasteran hendak kembali belajar –lebih tepatnya membaca sekilas dan menghela napas setiap 3 menit- suara familiar tertangkap gendang telinganya.

“Sonsaengnim, aku ingin mengembalikan buku yang kupinjam tiga minggu lalu.”

Myungsoo menoleh pada sumber suara –meja besar dimana registrasi peminjaman buku berlangsung- demi mendapati Yiyoung disana, sibuk berbicara pada petugas dengan sebuah buku di genggamannya. Salah satu sikunya bertumpu pada meja, rambut pirangnya tergerai berantakan –seperti orang habis berlari. Blazer biru tua yang terpakai rapi selama jam sekolah, kini tidak lagi dikancingkan. Tanpa disadari, Myungsoo terus memperhatikan gadis itu –gestur tangan, ekspresi wajah, membaca gerak bibir- hingga Yiyoung menuntaskan kegiatannya.

Noh Yiyoung hendak mengambil langkah seribu dari perpustakaan, setelah berhasil merayu Mrs. Yoon agar tidak memberinya denda. Tetapi, sudut matanya mendeteksi sosok familiar, duduk di meja baca terdekat. Ia pun memicingkan mata, bergumam, “Myung… soo-ssi?”






***






Asap mengepul dari mangkuk tteokbokki di meja, mengundang napsu makan –siapapun- yang melihatnya. Belum lagi aroma menggoda kue beras tersebut, membuat Yiyoung dan Myungsoo semakin lapar. Well, setelah pertemuan kebetulan di perpustakaaan tadi, mereka memutuskan untuk pulang bersama, lalu mampir makan begitu stan tteokboki terdeteksi. Lagipula, perut keduanya belum terisi sejak siang hari.

Yiyoung menelan dua potong tteokboki, kemudian membuka percakapan, “Jadi, apa kau sudah menghapal bahan-bahannya? Hari pertama kita ujian sejarah.”

Eung,” Myungsoo menggeleng, mulutnya masih penuh saat menjawab, “Ka-nyam gi-nyam? itu san-nyam nyam-nyak! (Kau gila? Itu sangat banyak!)

Kening Yiyoung berkerut ketika berjuang menerjemahkan bahasa alien Myungsoo. Tetapi –entah bagaimana- ia cukup paham apa yang dikatakan lelaki itu. Pun ia mendengus menahan tawa sambil kembali mengunyah makanannya. 

Tidak banyak pengunjung dalam stan sederhana itu. Hanya terdapat dua ahjussi dan satu ahjumma yang sibuk menyantap pesanan masing-masing. Angin malam berhembus kencang, membuat Yiyoung bersyukur sebab seragam sekolah mereka cukup tebal untuk menahan hawa dingin.

Kedua manik hitam sang gadis blonde terpaku pada sosok rupawan yang duduk di seberang. Diperhatikannya Myungsoo yang sibuk dengan tteokbokki, terlampau sibuk malah, lagaknya seperti orang yang tidak pernah makan. Namun wajar menurut Yiyoung, sebab sukar menemukan tteokbokki di Amerika.

“Kalau begitu, kau sudah ingin menyerah?”

Kunyahan Myungsoo sukses memelan, mendengar nada mencemooh Yiyoung. Pemuda tersebut mendongak demi mendapati Yiyoung yang kini menatapnya intens.

“Bagi Byunghun, itu semudah membalikkan telapak tangan. Kalau kau merasa tidak mampu, lebih baik mundur sekarang juga. Daripada kalah dan mempermalukan diri sendiri.” .

Noh Yiyoung meletakkan sumpit, dilipatnya tangan di depan dada. Kali ini nadanya terdengar serius sekaligus menyulut semangat Myungsoo, “Aku tahu jika belajar itu membosankan, apalagi pelajaran yang kau benci. Tapi tidak menjadi alasan kau mampu bersantai. Ingat, kau sendiri yang mengajukan tantangan. Tolong ingat juga kalau kita- “

Myungsoo mengerjap.

“-kalau kita butuh drummer.”



.
.
.

TBC.

2 komentar:

  1. saya kira blazing star sudah gak di update lagi sama author. eh, ternyata masih ada.
    saya suka ceritanya, lanjut ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf baru sempet baca komentar ini, siapapun anda wkwkwk.
      Iya, makasih ^^

      Hapus