ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Senin, 22 Juni 2015

Blazing Star [Chapter 7]



Blazing Star [Chapter 7]

by  Stephcecil
Cast : Kim Myungsoo, Son Naeun, Noh Yiyoung, Kim Taehyung / V, Lee Byunghun / L.Joe
Lenght : Chaptered || Genre : School Life, Music, Romantic, Friendship || Rating : Teen
Disclaimer : The cast isn't mine, but the plot is pure based my imagination.
Summary : "Cheers! For blazing star!. "
Previous Part  : 1 || 2 || 3 || 4 || 5 || 6








***






Mengesampingkan kebiasaan anehnya -jika tidak datang kesiangan, maka datang terlalu pagi- Yiyoung tiba di sekolah sedikit awal. Kali ini, ia memang sengaja bangun subuh demi melihat hasil ujian dengan nyaman. Ia bertekad menghindari kerumunan liar siswa yang berebut mengetahui nilai mereka, diantara deret angka puluhan siswa lain.

Yiyoung tidak mampu memungkiri degup jantung dan telapak tangan yang berkeringat saat ia mengambil langkah-langkah panjang menyusuri lorong sekolah. Kegugupannya bukan karena ia takut mengecek nilainya sendiri, tapi ia takut menghadapi hasil tantangan. Meskipun ia percaya pada Myungsoo, kredibilitas Joe tidak dapat diremehkan.

Terlampau gugup, gadis pirang itu tidak sadar bahwa ia telah tiba di ujung lorong, tepatnya di depan ruang kurikulum, dimana papan pengumuman –dan tentunya lembar hasil ujian- terpampang rapi. Kedua tangannya terkepal erat, dan ia memejamkan mata sejenak sebelum memberanikan diri melihat konten lembaran hitam putih yang ditempel di tengah papan kayu.

Ia mengecek dari peringkat bawah.

27. KIM TAEHYUNG | 82, 3

19. SON NAEUN | 88, 9

14. NOH YIYOUNG | 92, 1

Yiyoung menarik napas panjang, berusaha mengusir ketegangan temporer. Sejauh ini, nilai mereka –ia dan anggota bandnya- cukup memuaskan. Bahkan Taehyung yang bukan anggota kelas unggulan mendapatkan peringkat 27 dari 120 murid kelas 2 SMA Jung Sang. Keren, bukan?

Sementara Yiyoung mengulum senyum dan mengecek nilai teratas, ia sama sekali tidak menyadari adanya sosok lain yang berdiri di sampingnya, tengah memandang papan pengumuman dengan wajah datar.

2. LEE BYUNGHUN |96, 5

Lagi-lagi, Yiyoung menahan napas. I-itu berarti-

1. KIM MYUNGSOO |96, 6

Terlalu banyak pemikiran serta kalimat berenang-renang dalam benaknya, hingga ia sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan. Gembira? Tentu saja. Yiyoung ingin melompat-lompat seperti orang gila kemudian berteriak ‘KITA MENANG’. Tetapi yang dilakukannya kini adalah berdiri tegak bagaikan tiang listrik, berusaha mencerna hasil yang diluar ekspektasi tersebut.

Noh Yiyoung hanyut dalam dunianya sendiri, hingga ia terperanjat begitu seseorang menepuk punggungnya lalu berkata dalam nada statis, “Selamat. Kalian menang.”

Bassis itu bergegas menoleh untuk mendeteksi pemilik suara, namun ia hanya mendapati punggung yang bergerak menjauh dan rambut kemerahan seseorang, tampak menonjol diantara kepala-kepala siswa lain yang mulai berkerumun di lorong. Tetapi tidaklah sukar bagi Yiyoung mengidentifikasi sosok tadi, sebab ia cukup yakin –melalui rambut merahnya- bahwa orang itu adalah Lee Byunghun.

Yiyoung tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan alasan dibalik tenangnya sikap Joe, ataupun ucapan selamat yang menurut Yiyoung diucapkan dengan tulus, karena ia menangkap visual Naeun, Myungsoo, dan Taehyung melalui sudut matanya.

Dilambaikannya tangan ke arah mereka, sembari berteriak heboh, “GUYS, KITA MENANG! KITA MENANG TARUHAN!”





***





Ada sesuatu yang membuat orang lain enggan menyapa L.Joe. Mungkin karena tatapan atau ekspresi dingin pemuda itu, dan betapa jarang ia mengucap kata. Contohnya saja sekarang, meskipun Myungsoo duduk tepat di samping Joe, ia tidak memiliki ‘keberanian’ untuk mengusik dia, yang sedang terfokus pada pelajaran. Pandangan Joe –Myungsoo mengamati dari awal pelajaran- terpaku lurus ke depan, sesekali menunduk untuk mencatat hal penting.

Myungsoo yakin bahwa Joe telah mengetahui hasil taruhan mereka. Sejak detik dimana ia mendengar euforia melengking Yiyoung –kalau mereka menang- ia menduga bahwa Joe akan beraksi negatif terhadap kekalahannya, tetapi pemuda tersebut hanya memasang wajah datar nan dingin sepanjang pelajaran, yang mana membuat Myungsoo enggan membahas kelanjutan urusan band.

Hingga bel istirahat berdentang dua kali pun, Myungsoo hanya berkedip menyaksikan Joe yang langsung mengenyahkan diri dari kelas, langkahnya panjang dan memberi kesan ‘aku-tidak-peduli-pada-siapapun’ . Dan dua kali pula pemuda itu mengurungkan niat untuk mengekori Joe saat istirahat. Yang pertama karena panggilan dari wali kelas –Seohyun sonsaengnim terkejut dan mengapresiasi kemampuan akademis Myungsoo. Yang kedua karena rekan bandnya setengah menyeret pakasa ia ke kantin ; lagipula cacing-cacing perutnya sudah berdemo.

Ketika Minseok sonsaengnim membubarkan kelas, Myungsoo membulatkan tekadnya untuk berbicara dengan Joe. Walaupun ia merasa tidak enak mengenai kemenangannya –ia yakin harga diri Joe terluka- tetapi urusan bandnya jauh lebih penting. Ia melirik Naeun dan Yiyoung yang duduk satu bangku di sebelahnya, tampak sibuk memasukkan barang-barang ke dalam tas, sebelum menoleh dan berkata pada pemuda yang masih sibuk menyalin di bukunya.

Er- Joe, soal taruhan kita kemarin-“

Tapi perkataannya segera dipotong oleh suara bernada datar, “Karena aku kalah, aku akan bergabung dengan bandmu. Jangan khawatir, aku tidak akan menelan ludahku sendiri.“

Myungsoo berpikir jika indra pendengarannya bermasalah, “Apa kau bilang?”

Sang lawan bicara mengalihkan perhatian dari buku catatannya, kemudian menoleh dengan tampang jengah. Ya, jengah, hanya itu yang mampu ditangkap Myungsoo melalui ekspresi Joe. Ia tidak dapat menebak apa yang dipikirkan pemuda tersebut. Karena segala emosinya seolah terselubung oleh tampang dingin nan datarnya.

Joe menghela napas, berlagak layaknya berbicara dengan bocah sekolah dasar, “Aku bilang, aku akan bergabung dengan bandmu. Jadi kau tidak usah khawatir aku akan mengingkari ucapanku dulu.”

Myungsoo mengerjap, terkejut. Sementara melalui sudut matanya, ia menyaksikan Naeun dan Yiyoung yang juga tampak syok. Sama sekali tidak menyangka jika Joe akan menerima hasil taruhan mereka secepat dan semudah ini.

Well, yeah, kehidupan memang tak terduga. 
***





Joe tidak menduga bahwa mereka –para anggota band- akan menyeretnya latihan sedemikian lekasnya. Seusai sekolah, pemuda itu pergi ke rumah Taehyung bersama Myungsoo, karena ia tidak membawa mobil sendiri. Dan begitu tiba di studio, ia kagum karena tempat tersebut begitu keren. Apalagi bagi orang sepertinya yang berada dalam keluarga non-musisi. Menginjakkan kaki di tempat seperti ini termasuk pengalaman langka untuk Joe.

Setelah perkenalan singkat dan penjelasan mengenai posisi masing-masing dalam band, para member selain Joe disibukkan oleh urusan masing-masing. Sang leader –yaitu Myungsoo, mereka sudah sepakat karena dialah yang mencetuskan ide untuk membentuk band– menyetel gitar listriknya, duduk bersila di karpet ungu studio, tepat di tengah ruangan. Di sampingnya, Taehyung juga melakukan hal serupa. Sementara Yiyoung dan Naeun sibuk di balik keyboard, membahas gubahan instrumen suatu lagu.

“Lagu apa yang harus kita mainkan?”

“Bagaimana kalau- “

Kemudian Taehyung dan Myungsoo sibuk berargumen, tentang lagu yang tepat untuk dilatih. Sedangkan L.Joe tidak bergeming dari posisi semula, tetap berdiri di ambang pintu studio, merasa terasingkan. Kalau boleh jujur, ingin rasanya ia mengenyahkan diri. Toh, kehadirannya tidak penting. Pemuda berambut kemerahan itu baru ingin membalikkan tubuh lalu pergi diam-diam, ketika Myungsoo memanggilnya, “Byung- eh, maksudku Joe, apa kau punya rekomendasi lagu bagus? Kalau bisa, yang mudah digubah ke versi band.”

Menanggapi pertanyaan Myungsoo –yang terlihat sebagai usaha membuatnya merasa dilibatkan- Joe pun duduk di seberang Myungsoo-Taehyung dan berkata, “Bagaimana kalau kita gunakan versi asli saja? Seperti lagu-lagu CN Blue, FT Island, atau mungkin western band?”

Taehyung mengangguk, “Boleh juga.”

L.Joe merasa enggan sekaligus canggung pada awalnya, namun lambat laun, ia menyadari jika ‘orang-orang ini’ tidak seburuk perkiraan semula.

Pada akhirnya, mereka menggunakan lagu ‘CN-Blue – Can’t Stop’ untuk latihan sore itu. Myungsoo, dan Taehyung terperangah melihat performa L.Joe. Sebelumnya, sukar membayangkan sosok pendiam dan kutu buku seperti Joe bermain drum. Namun setelah menyaksikan langsung permainannya, keraguan mereka lenyap tak tersisa.
***



Latihan berakhir pukul 08.07 KST. Langit didominasi hitam pekat dan perut mereka memberontak minta diisi. Pertikaian kecil terjadi di antara mereka –kecuali Joe yang cenderung diam- saat merundingkan menu makan malam. Yiyoung-Myungsoo mengusulkan ayam goreng, Naeun menginginkan ttukbeokki, dan Taehyung berkata bahwa jajangmyeon adalah pilihan tepat malam itu.

Karena voting terbanyak adalah ayam goreng, maka Taehyung -sebagai tuan rumah- segera menelepon delivery service restoran ayam terdekat, kemudian menyajikan sebotol besar coca-cola. Sembari menunggu makan malam diantarkan, kelima anak manusia itu mendiskusikan nama band.

Yiyoung yang pertama mengusulkan, “Bagaimana kalau We rock and roll? Kita bisa menyingkatnya jadi WRR!”

“Kau pikir kita band metal?” sarkas Naeun.

Usul kedua datang dari Taehyung, “Silver Chains? Terdengar keren, kan? Artinya kita seperti rantai perak. Keren dan berharga, susah dipisahkan.”

Sang leader menaikkan sebelah alisnya, “Cukup bagus. Tapi artinya sedikit eem- cheesy?” Myungsoo meringis. “Apa ada usul lain? Joe?”

Joe yang sedari tadi melalang buana, otomatis terlonjak kaget, “Eh?” ia mendongak dan memasang tampang bingung.

Myungsoo mendecakkan lidah. Ia sadar betul jika Joe masih belum familiar dengan mereka, dan kerap enggan melibatkan diri dari percakapan. Tetapi sebagai leader, ia ingin grup mereka harmonis. Dan itu berarti, tidak boleh ada yang merasa terasingkan. Diulanginya pertanyaan tak terjawab tadi, “Apa kau punya ide untuk nama band kita?”

Joe tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengusulkan, dengan nada monoton, “Cool Musicians? Beat killers? Atau blazing star?” diliriknya ekspresi masing-masing member. Mencoba menebak reaksi mereka.

“Aku suka beat killers, terdengar keren!” Taehyung mengangkat sebelah tangannya, “Satu vote disini.”

Yiyoung menggeleng, “Beat killers memang keren. Tapi aku lebih suka makna blazing star, bintang yang bersinar, kan?” sahut Yiyoung yang langsung direspon anggukan singkat L.Joe, dan dua vote dari Myungsoo-Naeun.

Di malam pertengahan musim semi, dimana bunga-bunga bermekaran dan cuaca sedang bersahabat, tali persahabatan semakin erat mengikat keempat anak manusia tersebut, lalu mulai menjangkau yang seorang lagi.

Malam penuh kehangatan itu ditutup oleh denting lima gelas cola, “Cheers! For blazing star!” 
***




@The Next Day, 07.10 KST.


Derai tawa dan obrolan ringan mendominasi kelas unggulan pagi itu. Karena bel masuk telah berbunyi beberapa menit lalu -sedangkan wali kelas belum menginjakkan kaki dalam ruangan- maka liarlah suasana. Para murid saling bercanda, berbincang dengan lantang, bahkan ada yang bermain lempar-lemparan kertas. Di sisi lain, sang ketua kelas, Nam Woohyun, bersikap acuh tak acuh. Tampaknya angkat tangan terhadap perilaku anggota kelasnya.

Untung saja, sebelum situasi menjadi tak terkendali, wali kelas mereka tiba dan nyaris membuat jantung mereka copot dengan bunyi keras yang dihasilkan oleh pukulan penggaris kayu pada white board, menghasilkan bunyi ‘DUK DUK’

Seo Jeohyun berdeham keras, meminta perhatian.

“Anak-anak, sebelum memulai absensi pagi ini, ada pengumuman yang harus ibu sampaikan.” Seo Jeohyun sonsaengnim memastikan jika fokus para murid sudah tertuju padanya, sebelum melanjutkan, “Seperti biasa, sebelum liburan musim panas nanti, sekolah kita akan mengadakan festival seni tahunan. Acara ini dapat diikuti oleh semua murid, tanpa terkecuali.”

Myungsoo duduk bertopang dagu di mejanya, memasang ekspresi antusias. Dipasangnya telingnya lekat-lekat. Sementara L.Joe berlagak tak peduli.

“Karena ini festival seni, jadi kalian bisa menampilkan dance, bernyanyi, band, dan lain-lain. Terserah. Jika tertarik, mendaftarlah ke osis paling lambat akhir minggu.”

Myungsoo tidak lagi menaruh perhatian pada sang wali kelas –yang segera melakukan absensi harian, begitu penjelasan singkat itu selesai. Ia adalah tipe manusia ambisius jika menyangkut hal yang ia sukai, dan tidak akan membuang kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya pada publik. Ia pun separuh bergumam pada diri sendiri, dan separuh bertanya pada rekan band di sampingnya, “Bagaimana kalau band kita ikut festival?” 
***




“Apa kau tertarik mengikuti festival seni?”

Itu adalah kalimat pertama yang terlontar dari bibir Minhyun sejak mereka –dia dan Yiyoung- berada di dalam mobil. Berhubung tidak ada latihan band hari ini –karena Yiyoung ada kursus vokal dan Taehyung latihan dance- jadi Minhyun memutusan untuk mengantar pulang kekasilhnya. Namun tak urung, keduanya merasakan canggung yang begitu kental menggantung di udara. Minhyun menutup mulut dan fokus menyetir, sementara Yiyoung mengamati ‘pemandangan’ dari jendela samping mobil.

Pertanyaan Minhyun menarik fokus Yiyoung, yang segera mengalihkan pandangan dari jendela, “Myungsoo bilang, dia ingin band kami ikut serta.” Ia menoleh, segera berhadapan dengan profil samping wajah Minhyun. Kulit seputih susu dan manik kharismatik kecoklatannya selalu berhasil membuat Yiyoung terkagum. “Well, belum ada keputusan final. Tapi kurasa itu ide yang bagus.”

Minhyun mengangguk, ekspresinya datar, yang tampak sedikit aneh karena ia kerap memasang senyum ramah dan memberi kesan hangat. Nada suaranya terdengar dingin saat balas berkata, “Sayang sekali. Padahal aku ingin mengajakmu bermain biola denganku.”

“Oh, benarkah?

Yiyoung yang merasa tak enak segera tertawa kecil, mencoba menjernihkan atmosfer –walau malah terasa semakin canggung. “Bagaimana kalau tahun depan, oppa? Kita bisa ikut tahun depan. Lagipula, tahun lalu kita sudah tampil sebagai duo, bukan?”

Minhyun tidak langsung menjawab. Entah mengapa, dadanya sedikit sesak saat kata ‘kita’ terucap oleh kekasihnya. Kata ‘kita’ yang seharusnya mengundang senyum bahagia itu justru menghancurkan suasana hatinya sekarang. Minhyun teringat pula bagaimana mereka tampil sebagai duo violinist tahun lalu. Menaklukkan panggung dengan performa bak professional dan membuat para penonton iri dengan kebersamaan mereka sebagai pasangan.

Bagaimana berbedanya situasi mereka, dulu dan saat ini.

Pada akhirnya, Minhyun menjawab singkat, “Tahun depan? Aku tidak yakin.” 
***




Akhir pekan itu, Taehyung mengajak anggota bandnya untuk tampil di D’pasto, kafe langganannya. Berhubung mereka setuju mengikuti festival seni, maka tampil di kafe seperti ini merupakan ide bagus. Gitaris tersebut juga kerap melakukan performance di sana sebagai sarana meluangkan hobi.

Mereka tiba sekitar pukul tujuh malam, ketika kafe ramai oleh pelanggan yang tengah menyantap makan malam. Suasana di dalam sana terkesan chic dengan desain interior modern dan dominasi warna cokelat, hampir seperti bar. Meja-meja berbentuk oval dan kursi-kursi berkaki tinggi, pendingin ruangan di tiap sudut ruang, serta lagu-lagu bertempo lambat merupakan hal yang ditemui Yiyoung begitu menginjakkan kaki di dalam kafe.

Kelima anak muda itu pun mengambil meja dengan posisi strategis –pojok paling kanan depan, meja terdekat dari band corner dan menyebutkan pesanan masing-masing begitu seorang pelayan menghampiri. Sedangkan Taehyung beranjak untuk menemui manager restoran, bertanya jika band mereka bisa tampil malam ini atau tidak.

Seraya menunggu kedatangan Taehyung, mereka membahas lagu yang cocok dengan tema youth, sebagai lagu untuk dimainkan di festival seni.

“Masa muda? Susah menemukan lagu macam itu sekarang. Dimana-mana, semua lagu berbicara tentang cinta.” Komentar Yiyoung yang langsung ditimpali oleh anggukan Naeun, “Benar sekali. Kebanyakan memang seperti itu.”

Myungsoo berusaha menggali memorinya, mencoba menemukan lagu berpotensi. Namun separuh hidup yang dihabiskan di US membuat ia jarang mendengarkan lagu Korea. Di sisi lain, Mereka tidak diperbolehkan menggunakan lagu-lagu barat, kecuali lagu ciptaan sendiri. Ia pun mendesah keras, “Susah. Aku tidak tahu.”

Joe yang sedari tadi diam mendengarkan musik melalui headset biru tuanya –dengan volume kecil sehingga masih dapat mendengar pembicaraan rekan grup- kemudian menyela, “Sewaktu mendaftarkan band tadi, anggota OSIS bilang kalau kita boleh menggunakan lagu ciptaan sendiri. Jadi, kenapa kita tidak coba-coba saja?”

Naeun meringis, “Membuat lagu tidak semudah itu, Joe.”

Berbanding dengan sikap pesimis Naeun, Yiyoung malah antusias, “Yah, bukannya kau suka membuat lagu? Aku sudah mendengar beberapa lagu milikmu. Lagipula, aku dan Myungsoo bisa membantu! Benar kan, Myung?” Yiyoung menyikut Myungsoo, yang tersenyum lebar dan berkata, “Benar. Masih ada dua minggu sebelum acara. Kurasa itu waktu yang cukup jika kita bekerjasama.”

Namun Naeun tampak masih ragu, “Instrumen memang tidak terlalu sulit, tapi liriknya?

Joe mengedikkan bahu, “Gampang saja, tiap orang membuat satu-dua bait, bagaimana?”

Mendengar ide Joe, Yiyoung segera berpikir jika keberadaan Joe benar-benar ‘melengkapi’ grup mereka. Ide-ide yang terlontar dari drummer muda itu selalu cemerlang, dan kerap mereka gunakan. Yiyoung menganggap Joe sebagai ‘otak’ dari blazing star. Ia pun tertawa kecil, menepuk pundak Joe, “Ide bagus.”

Pesanan mereka tiba tak lama kemudian, dan keempat anak manusia itu menikmati sensasi hangat nan menggoda dari secangkir kopi masing-masing, sementara menanti kedatangan Taehyung. Lagu-lagu bertempo lambat dan perbincangan ringan dari para pelanggan –yang cukup ramai malam itu- senantiasa nmenjadi latar belakang. 
***




Setelah mendapat informasi bahwa sang manager restoran tidak hadir karena sakit malam itu, Taehyung meminta pelayan untuk mengantarkannya menemui pemilik restoran –yang kebetulan ada disana. Pelayan tersebut undur diri setelah mereka tiba di bagian dalam bangunan, yang mana terdapat sebuah hallway dengan pintu kayu –terkesan mahal- di ujung. Sedikit ragu, diketuknya pintu, “Permisi?”

Tidak ada jawaban.

Tepat ketika gitaris itu hendak mengetuk untuk kali kedua, sebuah suara menyahut, “Masuk saja, tidak dikunci.”

Taehyung membersihkan kerongkongannya –berdeham- sebelum memutar kenop pintu, menghasilkan bunyi ‘cklek’ yang terdengar cukup lantang dalam kesunyian hallway. Gerak-geriknya masih diiringi keraguan saat menginjakkan kaki di dalam ruangan, lalu menutup pintu di belakang tubuhnya. Ia mendapati dua figur familiar, duduk saling berhadapan dengan meja kaca sebagai pemisah, begitu mendongakkan kepala. “Eh, Hwang Minhyun? Henry hyung?”
.
.
.
.
.
TBC...

2 komentar:

  1. Nextt please thor... πŸ‘ πŸ‘
    Buat kepo hubungan yiyoung & myungsoo

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, iya ini lagi proses ngerjain wkwk.
      Tapi kayaknya bakal super slow update, lagi sibuk soalnya =)

      Hapus