ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Selasa, 05 Juni 2012

Can We Turn Back The Time, Dongsaeng? (Oneshoot)



Tittle                : Can We Turn Back The Time, Dongsaeng? (One Shoot)
Author             : Micheel Ppyong
Genre               : Family
Rating              : G
Cast                  : Jo Kwangmin & Jo Youngmin
PS                     : FF ini terinspirasi dari OPV yang sama dengan Author CecilSteph (My Little
                           Brother Youngmin )





Youngmin Pov



Aku benci pada dongsaengku sendiri. Dongsaeng kembarku, Jo Kwangmin. Kenapa dia harus dilahirkan sebagai dongsaengku? Dan kenapa aku harus dilahirkan sebagai hyungnya? Bisakah aku mengubahnya? Aku ingin sekali mengubahnya. Aku tidak menyukai situasi ini. Situasi di mana aku harus selalu menjaganya. Situasi di mana aku harus melindnginya. Situasi di mana setiap kali terjadi sesuatu padanya, akulah yang harus bertanggung jawab, akulah yang akan mendapat amukan dari Umma dan Appa.


Aaaah...


Aku benci sekali padanya!!

***






"Hyung, tunggu aku!"


Aku mempercepat langkahku.


"Hyung, wae? Kenapa kau berjalan begitu cepat?"


Aku tidak menghiraukannya.


Dia tetap berjalan di belakangku. Terus mengekoriku.


Aku benci dia! Benci sekali!!






***






"Umma, pada malam tahun baru nanti aku diundang ke rumah Minwoo. Kami akan merayakan malam tahun baru di rumahnya," aku menceritakan rencana kegiatanku pada Umma.


"Kami?" Umma yang sedang memasak di dapur berbalik padaku yang berdiri di depan kulkas untuk mengambil minum. "Kau dan Kwangmin?"


Aku memandang kosong pada ubin-ubin di bawah kakiku. "Aniya. Aku dan teman-teman klub basket."


"Kwangmin tidak ikut?" Umma melanjutkan memasak.


"Aniya."


"Kenapa tidak kau ajak saja dia?"


"Mwo? Umma, jebal... Tidak bisakah aku pergi sendiri? Kwangmin tidak akan betah di sana. Tidak ada yang ia kenal, Umma."


"Bagaimana dengan Minwoo-ah? Kwangmin sudah mengenalnya sejak kecil kan? Sama sepertimu."


"Umma..."


"Aniya, Youngminnie! Kalau kau ingin pergi ke rumah Minwoo-ah, kau harus mengajak Kwangmin."






***






Malam tahun baru tiba. Tapi bukan senang yang sedang kurasakan. Kesal. Aku kesal sekaligus jengkel pada dongsaengku.


Saat ini aku sedang berjalan ke rumah Minwoo, sahabatku. Dan dongsaeng menyebalkan itu masih mengekoriku.


Aku berhenti melangkah.


Buk


Kwangmin menubrukku. "Ah, mian, Hyung."


Hissssss....






***






"Hei, bukankah kau Kwangmin? Dongsaeng kembar Youngmin?" Donghyun-hyung, ketua klub basket, mendekati Kwangmin. Dan memperhatikan dia dengan teliti. "Waaah, kalian begitu mirip ya? Tapi... Kwangmin, berapa tinggimu?"


"Ah? Eh, 182 cm."


"Woa, kau lebih tinggi 2 cm dari Youngmin! Hei, Young! Kenapa kau tidak pernah memperkenalkan dongsaengmu pada kami?" Donghyun-hyung berbalik menatapku.


Aku menjawab dengan malas. "Aku lupa"


"Kwangminnie, maukah kau bergabung dengan klub kami?" tanya Donghyun-hyung dengan wajah berseri-seri pada Kwangmin.


Aku menoleh dengan cepat ke arah Kwangmin. Jangan katakan bahwa ia akan menerima tawaran Donghyun-hyung. Telingaku sudah panas saat mendengarkan perkataan Donghyun-hyung itu.


Kulihat Kwangmin melirikku sekilas. Aku menatapnya tajam.


"Gomawo, Hyung. Tapi aku tidak berminat pada basket. Sekali lagi terima kasih atas tawaranmu, Hyung."


"Ah, sayang sekali! Padahal aku sangat berharap kau bisa bergabung."


Mereka mulai membicarakan hal-hal lainnya dengan Kwangmin. Dan hanya dengan Kwangmin.


Aku memandang mereka dengan kesal. Merekalah yang mengundangku kemari namun sekarang? Mereka sama sekali tidak mengajakku bicara. Bahkan melirik pun tidak. Yang mereka lihat hanyala Kwangmin. Dongsaeng kembarku yang ternyata lebih tinggi dariku.


Tiba-tiba Minwoo keluar dari dapur. "Adakah yang mau membelikan keripik? Persediaan keripik di dapur tinggal sedikit. Aku sedang membantu Umma memasak. Adakah yang mau membelikannya?"


Tidak ada yang bersuara.


Aku menjawab, "Aku. Aku saja."


"Ah, gomawo, Young. Sekalian belikan soda ya!" kata Minwoo.


Aku hendak keluar rumah saat kudengar Kwangmin memanggilku. "Hyung, aku ikut!"


Aku tidak menghiraukannya. Aku tidak peduli dan tidak mau peduli padanya.


Aku berjalan dengan cepat keluar rumah. Sedangkan Kwangmin...


Entahlah apa yang masih ia lakukan. Aku akan sangat senang jika dia tidak jadi ikut.


Aku berjalan di tengah malam Seoul yang begitu dingin. Tapi entah kenapa malam ini tidak turun salju. Padahal kemarin salju turun sangat lebat.


Tik tik


Aku merasakan ada sesuatu yang menetes di kepalaku.


Tik tik tik


Ah, sial! Hujan!


Aku berlari dengan cepat ke arah mini market. Kenapa hujan datang begitu tiba-tiba?


Huft~


Aku masuk ke mini market dengan badan yang sedikit basah. Langsung saja aku membeli beberapa bungkus keripik dan beberapa kaleng soda. Setelah membayar, aku memutuskan untuk cepat pulang, sebelum hujan bertambah deras.


Begitu aku keluar dari mini market itu, aku melihat Kwangmin berdiri menungguku di depan mini market. Bajunya tidak basah karna ia membawa payung. Ia mendekatiku dan menyerahkan sebuah payung padaku.


"Ini untukmu, Hyung. Maaf tadi aku tidak berjalan denganmu karena aku meminjam payung dulu dari Minwoo karena aku tahu hujan akan datang."


Aku memandang kosong payung itu. Aku tidak menyukai sikapnya yang baik dan perhatian padaku. Itu membuatku lebih membencinya.


"Aku tidak butuh," kataku sambil berjalan meninggalkannya.


"Hyung! Kau bisa sakit!" Kwangmin mengejarku.


Aku berlari cepat di bawah guyuran hujan.


"Hyung!"


Aku berhenti dan berbalik padanya. Ia menubrukku dan jatuh terduduk di tanah.


"Hentikan semua ini! Jangan memanggil-manggilku! Apa kau tahu? Aku sangat membencimu Kwangmin! AKU SANGAT SANGAT MEMBENCIMU, KWANGMIN! Kau tahu kenapa?"


Kwangmin tampak kaget dengan ucapanku. Namun ia tidak menjawab,


"Aku membencimu karna fakta bahwa kau adalah adik kembarku dan aku adalah kakak kembarmu!! Aku benci kesamaan yang ada pada diriku dan dirimu! Aku benci dirimu yang ternyata lebih tinggi 2 cm dariku! Aku benci kau yang selalu mereka ajak bicara! Aku membenci dirimu yang selalu dimanja oleh Appa dan Umma! Aku benci dirimu! Aku benci segala hal yang ada pada dirimu!"


"Aku ingin kau pergi jauh-jauh dari hidupku! Jangan mengikutiku! Dan menghilanglah selamanya!!"


Kwangmin diam terpaku. Ia masih duduk di tanah. Bajunya kini basah karna payung yang dia kenakan tadi telah jatuh di sampingnya.


Aku berbalik meninggalkannya. Berjalan menjauhinya.


Semua. Semua sesak di dadaku telah kukeluarkan. Telah kuungkapkan padanya.


Semuanya...


Tiiiiiiiiiiiinnnn


Aku menoleh ke asal suara klakson itu dibunyikan. Aku melihat sebuah truk sedang melaju ke arahku.


Aku menutup mataku.


"Hyuuuuung!"


Buk


Duak


Aku merasa tubuhku terhantam sesuatu dan terdorong.


Bruk


Aku jatuh ke tanah. Tidak ada rasa sakit. Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku. Aku telah berada di seberang jalan. Dan tak ada yang terjadi padaku. Aku, aku tidak tertabrak?


"Hei, nak! Kau tidak apa?" terdengar seseorang bertanya padaku.


Aku menoleh padanya dan terpaku. Bukan pada paman yang sedang berdiri di hadapanku tetapi pada kerumunan orang yang agak jauh di belakangnya.


Aku bangkit berdiri dan berjalan perlahan ke kerumunan itu. Menerobos orang-orang itu. Dan...


Aku melihat dia.


Seseorang yang begitu aku benci sedang tergeletak tak sadarkan diri di tanah.


Aku berlutut di sampingnya. Meletakkan kepalanya yang terus mengeluarkan darah ke pangkuanku. Darah mengalir deras dari kepala, hidung dan bagian-bagian tubuhnya yang lain.


"Kwang, kwang. Kwang, apa kau mendengarku? Kwang, jawab aku, Kwang! Kwang! Kwangmin! Jo Kwangmin! Cepat jawab aku! Kenapa kau tidak menjawabku, Kwang! Kwangmin! Kwaaaaaaaangmiiiiin!!!"


Aku mengguncang-guncang tubuhnya.


"Kwangmin!"


Air mataku mengalir deras. Bercampur dengan hujan yang terus turun dengan lebat.


Sama seperti bercampurnya hujan dengan darah yang terus mengalir keluar dari kepalanya. Darah yang sama denganku. Darah sama yang mengalir dalam tubuhku.


Darah orang yang selama ini kubenci...


"Jo Kwangmiiiin..."


Aku merasakan kepalaku pusing. Aku jatuh di sampingnya. Tubuh kami sejajar. Aku dapat melihat wajahnya yang begitu mirip denganku.


Aku menggenggam tangannya dengan erat. Aku tak mau kehilangan dia...

***


Flashback


8 tahun yang lalu, saat kami masih berusia 9 tahun ...


Kami sedang bermain di sebuah taman. Dia mengejarku dan aku berlari menjauhinya.


"Hyung!"


"Aku tidak akan berhenti berlari sebelum kau menangkapku, Kwang!"


Buk


"Ah..."


Bruk


Aku tersandung batu dan jatuh. "Aduh!" aku mengerang kesakitan.


Kwangmin berlari mendekatiku. "Hyung! Kau tidak apa?"


Aku merasakan sakit di kedua tanganku. "Kwangmin, tanganku... Ta, tanganku..."


Aku menangis kesakitan.


Kwangmin mendekatiku dan memelukku dengan hati-hati. "Tenanglah, Hyung. Kau tunggu sebentar di sini. Aku akan mencarikan bantuan!"


Kwangmin berlari meninggalkanku.


Aku takut sendirian. Rasa sakit menjalar di tangan, kaki dan kepalaku. Aku memegang kepalaku untuk menahan sakit. Dan aku merasakan tanganku yang menyentuh kepala basah. Aku melihat tanganku berlumur darah.


Aku menangis lebih kencang.


Tidak lama Kwangmin datang dengan seorang paman. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Yang terakhir kuingat adalah tubuh Kwangmin penuh dengan luka. Seperti telah jatuh berulang kali.






Begitu sadar, aku telah berada di sebuah kamar putih. Yang akhirnya kusadari adalah rumah sakit. Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku.


Hal yang pertama kali kulihat adalah Kwangmin. Kwangmin sedang tidur di kursi yang berada di samping tempat tidurku. Kepalanya diletakkan di tempat tidur. Sejajar dengan kepalaku. Tangannya yang mungil menggenggam tangan kiriku.


Kuperhatikan badannya yang luka dan lecet. Apa dia berulang kali terjatuh saat mencarikan bantuan untukku?


Dan... Apa itu? Ada balutan di tangannya? Ia... patah tulang?


Aku melihat mata Kwangmin bergerak lalu terbuka perlahan.


"Hyung! Hyung, kau sudah sadar?" Ia berteriak gembira.


Aku mengangguk.


"Hyung, tahukah kau, aku begitu mencemaskanmu, Hyung!"


"Hyung, kata uisa, kita punya darah yang sama! Dan tadi uisa bilang kau kekurangan darah! Aku sangat takut saat mendengarnya! Aku bilang pada uisa untuk mengambil darahku saja! Disuntik itu sangat menyakitkan! Aku tidak mau lagi! Tapi tak apa, demi Hyung aku mau disuntik kali ini! Dan sekarang darahku mengalir di dalam tubuhmu Hyung!" kata Kwangmin padaku sambil tersenyum.


Flashback End


***



Aku memandang kosong nisan di hadapanku. "Kwangmin..."


"Kwangmin..." hanya itu yang bisa kuucapkan.


"Kwangmin, kenapa kau tidak menjawabku? Apa sekarang giliranmu yang membenciku?"


Aku berlutut di tanah. Menyentuh nisan Kwangmin yang berwarna putih. Menelusuri ukiran namanya. "Jo Kwangmin, mianhe. Jeongmal mianhe Kwangmin. Maukah kau memaafkanku? Aku minta maaf atas perkataanku padamu waktu itu. Ternyata aku salah. Aku sama sekali tidak membencimu, Kwangmin. Aku sangat menyayangimu, Kwangmin. Sangat menyayangimu."


Aku memeluk nisan itu. "Bisakah kita mengembalikkan waktu, dongsaengku? Aku belum mengatakan bahwa aku menyayangimu, Kwangmin."


"Kwangmin, neol saranghae..."


"Nado saranghae, Hyung..."


Aku melihat Kwangmin berdiri di hadapanku sedang tersenyum padaku.


"Ne, nado saranghaeyo, Hyung..." kata Kwangmin sekali lagi sambil tersenyum. Senyum termanis yang pernah kulihat untuk pertama dan terakhir kalinya. Angin sejuk berhembus di sekitarku. Kwangmin membalikkan badannya, berjalan menjauh dan akhirnya menghilang.


"Ya, Kwangmin. Gomawo. Terimakasih atas segalanya. Aku sangat menyayangimu. Selamanya..."


.: End :.

5 komentar:

  1. Setiap aku baca ff comedy aku malah ketawa ga jelas *original dong
    klo baca ff sad ending pasti aku nangis ga jelas.
    Tapi keren kok ff-nya :-) ;-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ayu :
      itu emang normal kok :D makasih udah mau baca & coment ff saya. makasih banyak :D
      sering2 ke sini ya^^

      Hapus