ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Selasa, 26 Juni 2012

Mr. Hot Chocolate (Part 5)



Tittle           : Mr. Hot chocolate ( Part 4)
Author       : Micheel Ppyong
Genre        : Romance
Cast           : Yoon Bora ~ Sistar
                     Shim Hyunseung ~ Boyfriend
                     Jaejoong  ~ JYJ
                     Lee Jieun ( IU )
                     Park Jiyeon ~ T-ara
                     Other member of Boyfriend ( Donghyun, Jeongmin, Kwangmin ,  Yeongmin,
                     dan Minwoo 


***


Bora Pov


Aku melihat dia masuk ke kafe. Disampingnya ada seorang yeoja cantik yang kelihatannya berasal dari keluarga kaya. Dia merangkul bahu yeoja itu.

Jiyeon menyapa mereka dan mengantar mereka ke kursi kosong. Ia berbalik padaku. "Bora-ah, kemarilah! Ada pelanggan!"

Namja itu berbalik padaku.

"Op...pa.." aku berkata pelan.


Sudah satu setengah bulan aku tidak bertemu dengannya. Kuakui, meski aku sudah tidak memiliki rasa padanya tapi tetap saja kehadirannya dengan seorang yeoja dapat membuat hatiku perih. Secepat itukah kau melupakanku, Oppa? Bukankah katamu, sampai kapan pun itu, kau akan tetap mencintaiku?

Aku tertawa pedih dalam hati. Begitu pabonya aku...

Aku berjalan mendekati meja mereka dan dapat kulihat Hyejoon terkejut dengan keberadaanku.

"Annyeong haseyo... Selamat datang di Sweet Romance.. Apa tuan dan nona sudah siap untuk memesan?" Aku berusaha untuk tersenyum pada mereka walau aku tak tahu seperti apa senyumku ini.

Yeoja itu melihat daftar menu sedangkan Hyejoon terus menatapku.

Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa dan hanya memandangi orang-orang yang berlalu lalang di sekitarku.

"Em... Aku mau Caesar Salad dan Orange Juice saja. Bagaimana denganmu, Oppa?" Yeoja itu bertanya pada Hyejoon.

Hyejoon tidak menjawab.

"Oppa? Oppa!"

"Wae?" Hyejoon menoleh kaget pada yeoja itu.

"Oppa mau pesan apa?"

"Ah, eh, aku..." Ia melirikku lagi. "Aku Tuna Sandwich dan Ice Lemon Tea."

Aku mencatat pesanan mereka. "Arraseo. Mohon tunggu sebentar."


***

Author Pov


Hyejoon menatap kepergian Bora.

"Oppa, ada apa?"

"Mwo? Em... Gwaenchana, chagi... Hanya saja... Oppa.. Oppa pergi ke toilet dulu ya?"

"Ooh... Arraseo. Aku tunggu di sini, Oppa!" #maunya? masa mau ikut ke toilet? -_- (author sensi neh)

Hyejoon beranjak dari tempat duduknya, mengejar Bora.

"Bora!"

Bora berbalik dan terkejut saat melihat Hyejoon sedang berdiri di hadapannya. "O-oppa...?"

Bora, sejak kapan kau bekerja di tempat ini?" Hyejoon bertanya basa-basi.

"Em... Dua minggu."

"Bora, yeoja itu..."

Ah, Oppa, lebih baik kau segera kembali. Kasihan jika yeoja itu harus menunggumu." Bora berbalik menjauh namun Hyejoon menahannya.

"Bora, sungguh, aku sama sekali tidak mencintainya. Aku hanya berpura-pura..."

"Sudahlah, Oppa. Aku tidak ingin membahas ini." Bora kembali menjauh tapi Hyejoon terus menahannya.

"Bora..."

"Apa kau tidak punya rasa malu?" Tiba-tiba Hyunseong menghampiri mereka.

"Siapa kau?" Hyejoon menatapnya sengit.

"Itu tidak penting."

"Aku tidak ada keperluan denganmu jadi minggirlah, aku hanya ingin bicara dengan Bora." Hyejoon maju mendekati Bora lagi.

Buk!

"Aigo!" Bora menjerit keras.

Hyunseong baru saja melayangkan tinjunya yang tepat mengenai hidung Hyejoon.

"Akh! Apa yang kau lakukan?!" Hyejoon hendak membalas tinju Hyunseong namun tiba-tiba yeoja itu datang.

"Oppa?! Kau kenapa?!" Ia mendekati Hyejoon.

"Aku..." Hyejoon menatap Bora tajam. "Pelayan itu menggodaku dan..." Ia menunjuk Hyunseong. "Pelayan bodoh itu meninjuku!"

"Mwo?! Kau bilang apa?!" Hyunseong hendak maju lagi tapi segera saja Bora menghalanginya, ia tidak ingin keadaan lebih memburuk lagi.

"Mianhe, Tuan-Nona." Aku membungkuk 90 derajat pada mereka.

"Mian? Apa cukup dengan minta maaf?" Yeoja itu berjalan mendekati Kwangmin yang sedang membawa nampan berisi pesanan pelanggan. Ia mengambil gelas tinggi berisi jus dan sepiring spagheti lalu mendekatiku.

"Itu... tidak-cukup!"

Byur

Yeoja itu menumpahkan spagheti itu ke atas kepala Bora lalu menyiram wajah Bora dengan jus itu. "Kau harus tahu diri, Nona!"

Semua orang menatap terkejut pada apa yang baru saja mereka lihat.

Bora diam tak bergerak di posisinya.

Yeoja itu menghampiri Hyejoon lalu mereka keluar kafe setelah sebelumnya memberikan uang dengan jumlah yang cukup besar pada Kwangmin.

***

Bora Pov


"Bora-ah, gwaenchanayo?" Hyunseong berjalan mendekatiku.

"Berhenti! Jangan dekati aku!"

"Bora-ah, aku..." Hyunseong tetap berjalan ke arahku.

"Kubilang berhenti!!" Aku menatapnya tajam. "Kenapa kau harus mencampuri urusanku? Memangnya kau siapa? Jika kau tidak ikut campur dalam masalahku, tidak akan begini jadinya! Kau.."

Aku belum pernah dipermalukan seperti ini sebelumnya. Dan... aku juga tidak pernah merasa begitu marah. "Kau... Aku benci padamu!"

***


Tanpa kusadari, hari kasih sayang telah tiba. Dan... ini tetap hari ke tujuh aku tidak bicara sepatah kata pun pada Hyunseong.

Huft~

Apa aku akan terus seperti ini? Menjauhi dan tak menganggap keberadaannya?

Menurutku ini sungguh lucu. Tiap kali aku berpapasan dengannya, dengan sengaja aku akan berjalan cepat menjauh atau berbelok ke arah lain.

Apa aku keterlaluan?

Entahlah. Aku juga bingung dengan apa yang sedang kulakukan. Kenapa aku bersikap kekanakan seperti ini? Tapi.. Bagaimana caraku bicara dengannya? Langsung mengatakan, "Hyunseong-ah, aku rasa aku bersifat kekanakan. Jadi... lupakan saja."

"Mwo?"

Aku menoleh ke asal suara. IU...

"Waeyo, Bora? Apa yang harus dilupakan?"

Yak! Kenapa yang kupikirkan harus kuucapkan?

"Aniyo, IU. Gwaenchana.."

"Jinjja? Tapi aku dengar kau bicara sesuatu..."

"Ah, gwaenchana, IU. Aku ke loker dulu y!" Aku berjalan menjauhinya menuju ruang loker.

Dan... begitu sialnya aku! Hyunseong sedang berbicara dengan Kwangmin di lorong yang akan kulewati.

Aku berpura-pura tidak tahu dan terus berjalan...

"Bora-onnie, selamat hari kasih sayang! Nanti aku buatkan cokelat panas untukmu. Kudengar dari Minwoo, kau begitu menyukainya." Kwangmin, si innocent ini, membuatku kikuk.

"Ah, nae, nae. Aku.. Aku tunggu nanti."

Hyunseong, entah mengapa, hanya diam saja seolah tak ada aku di matanya.

Tunggu! Apa? Kenapa aku merasa... Sedih? Kenapa aku merasa sesak saat mengetahui dia mendiamkanku?

Haaah~ Aku menjerit dalam hati.

Sudahlah Bora, jalan saja, jalan saja...

Aku masuk ke ruang loker dan segera menuju lokerku yang berada di ujung ruangan. Tanpa sengaja, pandanganku tertuju pada kursi panjang di ujung ruangan itu..

Kursi itu...

Kursi tempat Hyunseong tertidur pada malam dimana aku dan dia terkurung bersama di kafe ini. Aku tersenyum ketika mengingatnya.

Ceklek~

Pintu ruang kerja terbuka. Entah mengapa, aku bersembunyi di ujung ruangan. Aku mengintip orang itu dengan hati-hati.

Jiyeon... Dan.. kenapa dia tampak sedih?

Ia melepaskan mantel tebal yang dikenakannya .

“Jiyeon, bisa kau bantu aku?” Terdengar suara IU dari luar.

“Nae, IU. Aku segera ke sana.” Jiyeon melepar tasnya dengan kasar ke dalam loker lalu berlari keluar tanpa menutup pintu lokernya.

Aku keluar dari persembunyianku lalu mendekati loker Jiyeon. Barang-barang di dalam lokernya berhamburan. Ck~

Aku memungutinya satu persatu dan... apa itu? Sebuah coklat? Aku mengambilnya dan melihat bentuknya yang unik, bentuk sebuah dasi.

Mungkin ini pemberian dari seorang namja yang menyukainya? Ya, mungkin saja.. Jiyeon adalah yeoppo yeoja, pasti banyak namja yang menyukainya.

Aku melihat coklat berbentuk dasi yang dikemas rapi di dalam kotak transparan itu. Di balik kotak itu tertulis sesuatu...

Kuharap kau suka dengan coklat buatanku ini.. Aku menyukaimu, Jaejoong..

Park Jiyeon..

A-apa?

Jiyeon menyukai Jaejoong?

***



Seharian ini aku memikirkan pesan singkat pada coklat itu. Ternyata aku salah..

Bukan Jiyeon yang mendapatkan sebuah coklat dari seorang namja tetapi Jiyeon yang akan memberikan coklat itu pada Jaejoong.

Selama bekerja, aku terus saja memperhatikan Jiyeon. Hari ini ia terlihat lesu dan tidak banyak bicara.

Ada apa sebenarnya?

“Bora, bisa kita bicara sebentar?” Jaejoong bertanya padaku.

“Mwo? Eh, nae. Tentu.”

“Bisa kau ikut denganku ke atap?”

Aku mengangguk kikuk padanya.

Saat ini jam istirahat sore, semua karyawan beristirahat. Dan kusadari, saat aku dan Jaejoong menaiki tangga, Jiyeon menatap kami dingin.

“Apa yang ingin kau bicarakan, Jaejoong-ah?”

Kami sudah sampai di atap.

“Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu..” Ia menyerahkan sebuah kotak berpita merah muda padaku.

“Apa ini?”

“Kau buka saja..”

Aku membuka kotak itu dan.. tentu saja sesuai dengan dugaanku. Coklat, isinya coklat.

“Bora, saranghae...”

Aku hanya diam. Aku terkejut, sungguh terkejut. Yang benar saja!

Pagi ini aku dikagetkan dengan Jiyeon yang menyukai Jaejoong dan sekarang... Jaejoong menyukaiku?

Apa aku sedang dikerjai?

Jaejoong terus menatapku, membuatku salah tingkah. Aku mengalihkan pandanganku ke pintu tangga yang terbuka. Dan begitu kagetnya aku saat melihat Jiyeon ada di sana. Dia menatap kosong padaku dan Jaejoong.

Kulirik Jaejoong yang masih tetap menatapku. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiran Jiyeon.

“Bora...”

“Aku.. Kau, kau baik padaku. Kau juga orang pertama yang kutemui saat aku pertama kali bekerja di tempat ini. Aku... Mianhe, Jaejoong. Aku tidak bisa..”

“Waeyo, Bora?”

“Ada banyak hal Jaejoong.”

“Apa? Apa karna Hyunseong?”

“Apa?” Aku menoleh terkejut padanya. “Apa maksudmu?”

“Kau tentu tau maksudku, Bora.”

“Aniyo.. Aku tidak mengerti, Jaejoong.”

“Kau menyukainya, Bora..”

“Aniyo.. Aku, maksudku.. bukan, bukan karnanya...”

Benarkah? Benarkah bukan karna Hyunseong? Benarkah...?

Argh~ Ada apa denganku?

“Salah satu alasannya.. adalah karna, karna seseorang di pintu itu, dia begitu menyukaimu Jaejoong..”

Jaejoong menoleh ke pintu tangga dan sama terkejutnya denganku.

“Jiyeon..?”

Jiyeon sadar bahwa kami sudah menyadari kehadirannya. Ia tampak bingung harus melakukan apa sebelum akhirnya berlari menuruni tangga.

“Kejar dia, Jaejoong!”

“Apa?”

“Cepat kejar Jiyeon!!”

Jaejoong berlari meninggalkanku untuk mengejar Jiyeon.

Aku berdiri di teras atap. Memandang langit sore yang mulai berwarna jingga.

Bagaimana akhir kisah mereka ya? Apakah mereka akan jadi sepasang kekasih? Apapun itu, kuharap mereka bahagia..


***



“Aku pulang dulu, sampai jumpa besok!” Aku berpamitan pada mereka semua lalu berjalan pulang menuju apartemenku.

Hari ini aku mendapat beberapa coklat dari anak SMA. Hahaha~ Kenapa siswa SMA zaman sekarang lebih menyukai yeoja yang lebih tua darinya ya?

Bisa kau tebak siapa namja di kafe yang mendapat coklat terbanyak? Apa kau pikir Minwoo? Yah, dia memang mendapat banyak coklat tapi bukan dia orangnya.

Youngmin, namja dingin itu ternyata punya pesona yang lebih besar dari Minwoo. Bagaimana cara mengatakannya ya? Em.. kharisma? Ya, kharisma! Ia punya kharisma yang besar. Jadi namja yang pendiam dan dingin lebih memikat daripada namja manis dan ceria? Tapi IU sempat mengomel pada Youngmin saat hyung Kwangmin itu membagi-bagikan coklatnya pada pegawai lain. Dan dengan santainya Youngmin menjawab, “Aku tidak suka makanan manis..”

Sebelum pulang, Jeongmin membuatkan coklat panas untuk kami semua. Dan juga Kwangmin yang sudah berjanji padaku untuk membuatkanku coklat panas.

Minwoo juga ingin melakukannya, tapi aku katakan padanya bahwa coklat panas buatan Kwangmin sudah cukup bagiku. Hehehe~ Aku tidak mau lagi mencicipi coklat panas buatan Minwoo, rasanya sungguh manis.

Hari ini aku sudah merasakan coklat panas buatan Kwangmin dan Jeongmin. Selain pintar membuat wafle dan makanan lain, Kwangmin juga cukup pandai membuat coklat panas. Dan tentu saja buatan Jeongmin yang ternikmat.

Hanya saja... Tidak ada satu pun dari mereka dapat membuat coklat panas yang sama seperti coklat panas buatan namja yang selalu kucari-cari itu.

Sekarang hanya tinggal Hyunseong. Apa dia orangnya? Tapi.. Bagaimana caraku menanyakannya?

Aiiish~ Ini sungguh menyebalkan!

“Hei, Nona!!” Seseorang di belakangku berseru.

Aku menoleh padanya. Empat orang namja sedang berjalan ke arahku.

“Tuan, memanggil saya?” Aku bertanya mereka.

“Nae, kau! Nona, ikutlah dengan kami!”

“Mwo?”

“Sudah ikut saja!” Salah satu dari mereka, yang memakai topi hitam, berlari ke arahku lalu memelukku.

“Yak!” Aku menjerit keras. “Lepaskan aku!”

Tiga namja yang lain ikut mendekat. Aku sungguh takut. Apa yang akan mereka lakukan padaku?

Aku berusaha melepaskan diriku dari namja bertopi itu. Aku menendang, memukul, melakukan apa saja yang bisa kulakukan tapi tetap saja tenaga namja itu lebih kuat.

“Nona, tenanglah dulu. Jangan memberontak. Sebentar lagi kami akan membuatmu senang, Nona,” kata namja berjaket putih.

“Aniya! Lepas! Lepaskan aku!”

“Sudahlah, ayo ikut ka...”

Duak

Namja berjaket putih jatuh ke tanah.

“Lepas!” Terdengar suara namja lain yang sepertinya kukenali. “Kalian tidak dengar?! Jangan sentuh dia! Cepat lepaskan yeoja itu!”

Aku menyipitkan mataku untuk melihat namja itu.

Aigo! Itu Hyunseong!

Dua namja yang sedari tadi diam, maju ke arah Hyunseong. Mereka melayangkan tinju secara bersamaan ke arah Hyunseong tapi untung saja Hyunseong dapat menghindar dan balas memukul dan menendang mereka. Mereka jatuh ke tanah seperti namja berjaket putih itu.

“Cih!” Namja yang sedari tadi memelukku itu melepaskanku lalu berlari ke arah Hyunseong. Ia melayangkan berbagai tinju pada Hyunseong tapi tetap saja tinju-tinjunya dapat dihindari Hyunseong.

Apa yang harus kulakukan? Apa?!

Duak

Namja bertopi itu jatuh juga seperti kawan-kawannya.

Hyunseong terlihat terengah-engah. Ia mendekatiku, “Kau.. Gwaenchanayo, Bora-ah?”

“Nae, gwaencha...” Aku melihat namja bertopi tadi berjalan ke tepi lalu memungut sesuatu dari tanah. Ia berlari ke arah Hyunseong. “Hyunseong!”

Hyunseong berbalik namun sayang itu sudah sangat terlambat.

Duak

Sebuak balok kayu panjang menghantam kepalanya. Ia jatuh ke tanah. Seakan belum cukup, namja bertopi itu menendang Hyunseong. Teman-temannya yang lain juga ikut memukul dan menendang Hyunseong.

“Cukup! Hentikan!” Aku maju menghalangi mereka. Satu dua pukulan mereka mengenaiku. Bisa kurasakan perih di bibir dan pipiku. Sakit. Sakit sekali.

“Minggir, yeoja pabo!”

Mereka terus saja menendang dan memukul Hyunseong. Apa yang harus kulakukan?! Aku mengambil ponselku lalu menekan tombol darurat.

“Yeobuseyo?” Terdengar suara Yura di seberang sana.

“Yura? Yu... hhh.. Yura.. Bisa.. kau.. Bisakah kau.. membantuku?”

“Onnie? Waeyo? Kau kenapa? Kenapa kau terdengar terengah-engah?”

“Yura.. Aku..”

Seseorang menarik ponselku dengan paksa. Namja bertopi itu.

“Yeobuseyo? Onnie? On... Tuut... Tuut.. Tuut..”

Plak

***

Author Pov


Hyunseong terkapar di tanah. Tidak bisa bangun. Mereka terus saja menghantamnya dengan tinju dan tendangan. Tiba-tiba namja bertopi itu menjauhinya lalu berjalan cepat ke arah Bora. Namja itu terlihat geram.

Plak

Bora jatuh ke tanah setelah ditampar namja itu.

Sial!

ntah kekuatan dari mana, Hyunseong menangkis semua serangan namja-namja itu. Membuat mereka jatuh ke tanah. Ia bangkit berdiri lalu mendekati namja bertopi. Ia memukul dan menendang namja itu dengan penuh amarah.

“Apa yang kau lakukan, pabo?! Sudah kutakan, jangan sentuh dia!”

Namja bertopi itu berdiri lagi. “Dasar pabo! Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, tapi kau telah berhasil membuatku marah!” Namja itu mengeluarkan sebuah benda kecil dari saku celananya.

Pisau lipat!

Namja itu berlari menodongkan pisaunya pada Hyunseong.

Jleb~

“Hyunseong-ah!!”

Hyunseong jatuh ke tanah. Tangannya yang memegang perut berlumuran darah.

Bora berlari mendekati Hyunseong. “Hyu.. Hyunseong-ah... Hiks..” Ia meletakkan kepala Hyunseong yang lemas ke pangkuannya. “Hyunseong, Hyunseong-ah!” Bora menangis perlahan, “Hiks... Hyunseong-ah...”

“Wae..yo? Kenapa memang.. gil..ku terus?” Hyunseong membuka matanya. Ia nampak menahan kesakitan. Darah terus mengucur deras dari perutnya. “Akh..”

Bora menatap tajam pada namja-namja itu. “Kalian!”

Wiu.. Wiu.. Wiu.. Wiu.. (maksudnya suara sirene polisi, author ga tau gimana tepatnya --a)

“Angkat tangan! Kalian sudah terkepung! Jangan mencoba lari!”

***

Bora Pov


Wiu... wiu.. wiu... (ini suara ambulance ya, mianhe.. author gak bisa bedain TT)

Kini aku dan Hyunseong sudah berada dalam ambulance yang mengantar kami ke rumah sakit terdekat. Semakin lama pipiku semakin perih dan kini mulai membiru. Tapi semua itu tak penting bagiku.

Yang penting adalah keselamatan Hyunseong. Ia masih tak sadarkan diri. Darahnya terus mengucur. Aku takut. Sungguh sangat takut. Dia jadi begini karena aku. Seandainya aku diam saja dan tidak berteriak, Hyunseong tidak akan mendengar suaraku dan tidak akan datang menolongku.

“Hiks.. Hiks.. Hyunseong.. Hiks..” Air mataku jatuh. Belum pernah aku setakut ini.

“Hyunseong-ah? Hiks.. Hyunseong-ah, kau bisa mendengarku? Hyun.. Hyunseong-ah, ku.. kumohon, bangunlah!” Bora memegangi tangan Hyunseong. Dingin, hanya itu yang dirasakannya..



.: Part 5 End :.


TBC ^^

1 komentar:

  1. Anneyeong...mian kalau aku langsung RCL di part ini
    Tapi aku slalu vote kok
    Aku cuman takut nge-spam soalnya kau baca FF nya sekaligus smpe end heheh ^_^

    BalasHapus