ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Jumat, 08 Juni 2012

Mr. Hot Chocolate (Part 3)




 Tittle           : Mr. Hot chocolate ( Part 3)
Author        : Micheel Ppyong
Genre         : Romance
Cast            : Yoon Bora ~ Sistar
                     Shim Hyunseung ~ Boyfriend
                     Jaejoong  ~ JYJ
                     Lee Jieun ( IU )
                     Park Jiyeon ~ T-ara
                     Other member of Boyfriend ( Donghyun, Jeongmin, Kwangmin ,  Yeongmin,
                     dan Minwoo 

 


"Mian klo reader nunggu terlalu lama. (Ato g ada yg nunggu ya? >o<) Author lagi stuck TT... Gomawo, bwt reaksinya^^ 
Reader (bkan leader y) jgn lupa RLC (Read, Like, Comment) dong... Kasian adminnya, klo g da yg coment... 
Ada yg bisa nebak jalan critanya? Sabar gak bwt nunggu part selanjutnya? Sabaar ya! Author bakal berusaha! Hwaiting! :3 "


***



Bruk

Seseorang menabrakku..

Prang!

Nampan yang kubawa jatuh. Piring dan cangkir pecah dan berserakan di lantai.

Aku segera membungkuk dalam-dalam pada orang itu. "Maaf, maaf. Maafkan aku, aku kurang berhati-hati." Aku berlutut memunguti pecahan piring dan cangkir itu.

Orang itu ikut berlutut dan memunguti. "Aniyo. Aku yang menabrakmu seharusnya aku yang minta maaf padamu."

Aku terpaku. Suara ini...

Aku memandang wajah orang itu. Aku tidak pernah melihat wajahnya sebelum ini, tapi... aku merasa mengenalnya...

A, apakah...


***



"Auw!" aku menjerit kesakitan. Kulihat telunjukku berdarah karena tertusuk pecahan piring.

Namja itu mendekatiku dan melihat lukaku. Tiba-tiba ia mengecup telunjukku.

Uwaaaaa.... Aku menarik tanganku dari genggamannya.

Ia terlihat bingung dengan tingkahku. Mungkin ia tidak menyadari bahwa perbuatannya barusan sudah membuat wajahku merah seperti bubuk cabai pada kimchi.

Seseorang mendekati kami. "Bora, kau tidak papa?" Ternyata Jaejoong.

Aku menengadahkan kepalaku untuk melihatnya. Aku mengangguk pelan padanya. Sedikit ragu. Benarkah aku baik-baik saja sementara wajahku memanas dan aku merasa malu?

"Biar kubantu." Jaejoong berjongkok di sampingku dan membantuku memungutinya. Ia menoleh pada namja itu. "Sudah, pergilah sana, Hyunseung-ah. Aku dan Bora yang akan membereskannya."

Namja itu menatap tajam pada Jaejoong lalu bangkit berdiri meninggalkan kami.

Bora Pov End

***

Author Pov


Sekarang sudah jam 4 sore. Waktunya pegawai Sweet Romance istirahat. Mereka akan buka lagi pukul 5 sore nanti.

Bora sedang duduk melamun di salah satu bangku di teras kafe.

"Sudahlah, Bora. Gwaenchana. Ini semua kecelakaan. Kau tidak perlu merasa bersalah. Lagipula ini bukan salahmu, ini salah Hyunseung-ah. Dia yang menabrakmu kan?" Jaejoong menghampirinya dan duduk di samping Bora.

Benar. Bora memang merasa bersalah pada Kim Donghyun, Bos. Ini baru hari pertamanya bekerja, tapi ia sudah membuat kekacauan. Piring pecah, pelanggan pertamanya menunggu dengan tidak sabar dan akhirnya pulang dengan mengomel.

"Huft~" Bora menghembuskan nafas dengan berat.

"Sudah jangan kau pikirkan lagi! Bos toh tidak marah padamu, ia memaklumi hal ini karena kau masih baru di sini. Hyunseung-ah juga sudah bilang berulang kali pada Bos kalau ini adalah kesalahannya." Jaejoong menghadapkan wajah Bora padanya. "Senyum, Bora!"

Uwaaa... Namja ini!! Kenapa dia memperlakukanku seakan aku teman yang sudah lama dia kenal??! Padahal kan kami baru bertemu tadi pagi.

Bora tersenyum kikuk.

"Ya sudah. Kembali bekerja!" Jaejoong berjalan meninggalkan Bora.

Bora memandang kepergian Jaejoong.

"Huft..." Bora menghembuskan napas lagi, namun kali ini lebih panjang. Bukan hanya itu yang ia pikirkan. Bukan hanya tentang rasa bersalahnya pada Bos, tapi kejadian tadi. Saat bertubrukkan dengan...

Namja itu...

Namja itu ternyata adalah pelayan di kafe ini juga, namanya Hyunseong.

Ada sesuatu dari namja itu yang membuat Bora bingung. Ia yakin bahwa ia tidak pernah melihat namja itu sebelumnya tapi entah mengapa, ia merasa sudah pernah bertemu dengannya. Apakah...

"Apakah dia adalah namja itu? Namja yang memberiku cokelat panas di malam natal itu?"

"Apa?" Tiba-tiba seseorang bertanya.

Bora menoleh ke asal suara itu dan terkaget IU sudah berdiri di sampingnya.

"Yak! IU, kau membuatku kaget tau!"

IU tersenyum. " Mian, Bora. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Lagipula, kenapa kau duduk sendirian di teras kafe sambil melamun? Kau juga bicara sendiri," IU duduk di bangku sebelah Bora.

"M, mwo?" Bora menatap heran IU.

IU mengangguk mengangguk mantap.

"Aku tidak melamun."

"Ah, aniya. Kau jelas-jelas melakukannya, Bora!"

"Ah, sudahlah!" >.<

Mereka terdiam.

"Kau bisa menceritakannya padaku." IU menatap Bora serius.

"M, mwo?"

"Kau bisa menceritakan apa masalahmu padaku, Bora." IU mengulangi perkataannya.

"Jinjja? Benarkah kau mau mendengarkanku?" Bora menatap IU berbinar-binar. Ia ingin sekali menceritakan hal ini pada IU. IU sudah cukup lama bekerja di kafe, mungkin ia bisa memberikan informasi tentang namja-namja yang bekerja di kafe ini. Dan tentu saja memudahkannya untuk...

"Em.. Aku sedang mencari seseorang."

IU menatap Bora penasaran.

"Orang itu, lebih tepatnya namja itu, bekerja di sini. Aku bertemu dengannya sekitar sebulan yang lalu. Tepat pada malam natal..." Bora berhenti sebentar dan memandang menerawang ke jalanan kosong di depannya.

"Malam itu, mantan namjachinguku memutuskan hubungan di antara kami." Bora tersenyum miris saat mengingatnya. "Ia memutuskan untuk mengikuti kemauan orangtuanya untuk dijodohkan. Aku begitu sedih. Aku tidak tahu harus pergi kemana. Jika aku pulang, aku akan menemukan apartemenku kosong. Orangtuaku tinggal di Jepang. Dan adikku, Yura, pasti sedang pergi dengan namjachingunya. Apartemen yang kosong akan membuatku mengingat hal itu dan akan membuatku lebih sedih lagi. Aku tidak tahu harus pergi kemana, jadi aku datang kemari. Saat aku melihat begitu banyak pengunjung datang bersama keluarga dan pasangan mereka, aku menangis. Aku sungguh menyedihkan. Tak lama, ada seseorang menghampiriku dan memberiku secangkir cokelat panas. Rasanya nikmat sekali, IU." Bora tersenyum pada IU.

"Lalu?"

"Saat aku hendak pulang, tiba-tiba aku merasa tubuhku sungguh lemas. Aku hampir saja jatuh jika tidak ada seseorang yang menangkap tubuhku. Dan ternyata dia adalah orang yang sama dengan namja yang memberiku cokelat panas sebelumnya. Aku tahu itu dia karena ia sempat memarahiku karena tidak berhati-hati." Bora tersenyum.

"Aku berusaha untuk melihat wajahnya, tapi tidak bisa. Mataku berkunang-kunang. Ia memapahku keluar kafe dan menyetop taksi. Ia menuntunku masuk. Saat taksi itu akan melaju, aku menghentikannya. Aku membuka kaca jendela taksi dan berteriak mengucapkan terimakasih padanya. Ia menghentikan langkahnya tapi tidak membalikkan badannya menghadapku, ia mengucapkan sama-sama dan melambaikan tangannya. Taksi pun melaju ke jalanan."

"Selama hampir satu bulan ini, aku selalu memimpikannya, tapi tidak sekalipun aku dapat melihat wajahnya dalam mimpiku."

"Oleh karena itukah kau memutuskan untuk bekerja di sini?" IU bertanya pada Bora.

"Nae, kau benar."

"Arraseo, Bora! Aku akan membantumu!"

"Mwo?"

"Nae, aku akan membantumu!"

***


Kafe kembali ramai sore itu. Baru 10 menit kafe dibuka kembali, kursi-kursi sudah hampir penuh dengan pelanggan.

Bora kini melayani pelanggan dengan lebih berhati-hati. Ia tidak mau kejadian tadi terulang kembali.

Perkataan IU tadi masih membuatnya pensaran. Membantuku? Apa maksudnya?

Ketika sedang membersihkan meja yang kosong, Jiyeon lewat di samping Bora. Yeoja itu memandang sinis pada Bora.

Yak! Ada apa dengan yeoja ini? Kenapa ia begitu sinis padaku?

Bora melanjutkan pekerjaannya hingga kafe itu tutup.


***


"Bora, makanlah yang banyak!" Jaejoong memberikan sepotong ayam pada Bora.

"Aa?" Bora memandang bingung pada Jaejoong.

Jaejoong menunjuk ayam di piring Bora dengan dagunya.

"Go, gomawo." Bora berterimakasih dengan kikuk.

Semua orang di ruangan itu memandang mereka berdua.

"Kalian kenapa?" tanya Bos pada Jaejoong dan Bora.

"Apa?" Jaejoong dan Bora menjawab bersamaan.

Bos menggelengkan kepalanya. "Gwaenchana."

Tiba-tiba Jiyeon bangkit berdiri. "Aku sudah selesai. Aku pulang dulu. Gamsahamnida untuk hari ini." Ia meninggalkan pegawai lain yang sedang makan bersama di ruangan itu.

IU memandang Bora dengan sulit diartikan. Seperti mengatakan "Kau!"

Satu persatu dari mereka pulang.

Bora juga ingin cepat pulang ke apartemennya. Bekerja seharian membuatnya lelah.

Bora bangkit berdiri.

Jaejoong yang masih belum pulang bertanya, "Mau kuantar?"

"Mwo? Ah, aniyo. Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri."

"Jinjja?"

"Nae." Bora beranjak ke ruang kerja sebelum Jaejoong bertanya lagi. Ia bukannya ingin menghindar atau merasa tidak suka padanya. Jaejoong adalah pria yang baik, ia tahu itu. Hanya saja mereka baru saling mengenal, ia tidak mau merepotkan namja itu.

Semua pegawai sudah pulang. Mungkin masih tersisa Jaejoong, yang akan segera pulang, dan Bos, yang akan menunggu semua pegawai pulang terlebih dulu karna dialah yang akan mengunci pintu kafe sebelum pulang.

Aku harus segera pulang. Kasihan Bos yang harus menungguku. Ia pasti lelah bekerja seharian ini. Aku tidak boleh membuatnya menunggu lebih lama lagi, batin Bora.

Ia mempercepat langkahnya menuju ruang loker pegawai. Ia harus mengambil tasnya dulu sebelum pulang.

Bora membuka pintu ruang kerja lalu berjalan mendekati lokernya yang terletak di ujung ruangan itu.

Dan betapa kagetnya ia ketika melihat seseorang sedang duduk di kursi panjang yang terletak di ujung ruangan itu, di sebelah loker Bora.

Ternyata namja itu, Hyunseong, sedang tertidur di kursi itu.

Oh, iya. Tadi sore, ia pusing dan Bos menyuruhnya untuk beristirahat. Jadi ia tidur di sini?

Bora tersenyum. Ia mendekati namja itu. Wajahnya saat tidur manis sekali.

Hyunseong...

Bora mendekatkan jari telunjuknya yang dikecup Hyunseong siang tadi ke wajah namja itu.

Tiba-tiba saja kelopak mata Hyunseong terbuka.

Bora menarik tangannya dengan cepat dan salah tingkah. "E... Aku... Itu... Aku hanya... Aku hanya ingin membangunkanmu. Hari sudah malam, Hyunseong-ah. Saatnya kafe tutup."

Hyunseong menatapnya dengan tanpa ekspresi. "Gamsahabnida," katanya datar.

"N-ne, ne. Cheonmaneyo."

Bora berjalan menuju lokernya dan mengambil tas. Ia melirik tak kentara pada Hyunseong. Namja itu terlihat sedang melakukan hal yang sama dengan Bora, mengambil tas.

Bora tidak menyukai suasana canggung dan diam di antara mereka, ia memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu. Ia berjalan ke arah pintu kafe tapi ternyata Hyunseong juga sudah selesai mengambil tasnya dan berjalan ke arah yang sama dengan Bora.

Bisakah aku mengajaknya bicara? Kenapa aku begitu gugup saat di dekatnya?

Bora melihat kafe sudah kosong. Ia beranjak ke pintu terluar kafe dan membu...

Eh?? Ada apa ini?? Pi-pintunya tidak bisa dibuka!

Bora berbalik pada Hyunseong. "Hyunseong-ah! Pintunya tidak bisa dibuka!"

Hyunseong nampak kaget karna Bora memanggilnya. Ia mendekati pintu itu dan mencoba membukanya. Sama saja, tetap tidak terbuka. "Huft..." Hyunseong menghela napas.

"Ottokhe, Hyunseong-ah? Apa kita terkunci?"

Hyunseong tidak menjawab. Ia hanya mengangguk.

Bora merosot di posisinya. Ia duduk di lantai, tubuhnya menempel pada pintu kafe. "Bos!! Kim Donghyun!! Kenapa kau melupakanku yang masih ada di dalam? Ah, apa kau tidak tahu kalau aku begitu lelah hari ini? Booooooosssss..... Kau menyiksaku! Dasar namja pabo!"

Hyunseong memandang Bora. Sedetik kemudian, ia tersenyum mendengar perkataan Bora. "Hehe.."

Bora terkejut mendengar tawa kecil itu. Ia menoleh pada Hyunseong yang sedang memandangnya.

Hyunseong, yang menyadari bahwa Bora sedang memandanginya, berhenti tertawa.

Mereka terdiam.

"Bora, kau punya nomor handphone Bos? Handphone-ku tertinggal di sekolah tempatku mengajar." Tiba-tiba Hyunseong bertanya pada Bora.

Sekolah tempatnya mengajar?

Ah, ya. Minwoo sebelumnya juga sudah menyebut bahwa Hyunseong mengajar di sebuah sekolah.

Waow, keren sekali namja ini. Masih muda sudah mengajar di sebuah sekolah...

"Bora-ah?" Hyunseong memanggil Bora.

"Ah, iya. Eh, aniya. Aku tidak punya. Ini hari pertamaku bekerja di kafe ini, aku lupa untuk meminta nomor handphone orang-orang di sini."

"Boleh aku meminjam handphonemu? Aku hafal nomor handphone Bos."

"Oh, tentu." Bora menyerahkan handphone-nya pada Hyunseong.

Hyunseong memencet beberapa tombol di handphone Bora sebelum akhirnya menelepon.

Tuut.. Tuut.. Tuut..

"Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan setelat bunyi 'Bip'. Bip..."

"Bos, ini aku Hyunseong. Aku dan Bora-ah terkunci di kafe. Kenapa kau tidak memastikan bahwa kafe sudah kosong atau tidak? Bos, jebal... Setelah kau mendengar pesan ini, datanglah ke kafe. Kami sangat lelah. Apa kau ingin mempersulit kami?"

Hyunseong menyerahkan handphone itu pada Bora. "Handphone-nya tidak aktif," jelasnya singkat.

Bora memandang lemas pada handphone-nya.

Mereka terdiam lagi.

Tiba-tiba Hyunseong berjalan mendekati Bora. "Bora-ah, aku..."

Hyunseong semakin dekat dengan posisi duduk Bora.


"Mwo, Hyunseong-ah?" Bora bingung kenapa Hyunseong memanggil dan mendekatinya.

Hyunseong terus saja berjalan mendekati Bora. Hingga jarak di antara mereka semakin menipis. 3 meter, 2 meter, 1 meter...

"Hyunseong-ah?!"

Bruk..

.: Part 3 End :.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar