ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Sabtu, 16 Juni 2012

Mr. Hot Chocolate ( Part 4 )




Tittle           : Mr. Hot chocolate ( Part 4)
Author        : Micheel Ppyong
Genre         : Romance
Cast            : Yoon Bora ~ Sistar
                     Shim Hyunseung ~ Boyfriend
                     Jaejoong  ~ JYJ
                     Lee Jieun ( IU )
                     Park Jiyeon ~ T-ara
                     Other member of Boyfriend ( Donghyun, Jeongmin, Kwangmin ,  Yeongmin,
                     dan Minwoo


***



Tiba-tiba Hyunseong berjalan mendekati Bora. "Bora-ah, aku..."

Hyunseong semakin dekat dengan posisi duduk Bora.

"Mwo, Hyunseong-ah?" Bora bingung kenapa Hyunseong memanggil dan mendekatinya.

Hyunseong terus saja berjalan mendekati Bora. Hingga jarak di antara mereka semakin menipis. 3 meter, 2 meter, 1 meter...

"Hyunseong-ah?!"

Bruk..

***




Bruk..

Hyunseong jatuh di hadapan Bora. Untung saja tiddak sampai menindih Bora, bisa gepeng dia.

Kepala Hyunseong terkulai di bahu Bora.

Uuh... Beeeraaat...

"Hyunseong-ah! Ireona! Hyunseong-ah, kau begitu berat! Ireona, Hyunseong-ah!"

Hyunseong tidak bergeming dari posisinya.

"Hyu, Hyunseong-ah? Neon gwaenchanayo?"

Hyunseong tidak menjawab dan tetap diam tidak bergerak.

Bora menyentuh leher Hyunseong, hendak memindahkan kepala Hyunseong dari bahunya.

"Yak! Hyunseong-ah, kau panas sekali!"

Bora menahan kepala Hyunseong dengan kedua tangannya. Ia melihat kedua mata Hyunseong tertutup.

A-apa dia pingsan?

Bora menepuk pelan pipi Hyunseong. "Hyu, Hyunseong-ah? Kau bisa mendengarku?"

Bora menatap penuh harap pada Hyunseong.

Perlahan-lahan kedua kelopak mata Hyunseong terbuka.

Bora tersenyum lebar dan tanpa sadar memeluk Hyunseong. "Hyunseong-ah! Untung saja!"

Bora melepaskan pelukannya. "Hyunseong-ah, kau bisa berjalan? Karena sebaiknya kau tidur di sofa dan aku tidak kuat untuk mengangkatmu. Jadi..."

"Bisa," Hyunseong memotong ucapan Bora dan menjawab singkat.

"Arraseo. Kajja! Kita pindah ke sofa."

Hyunseong bangkit berdiri dan berjalan menuju sofa dibantu Bora.

"Apa kau pusing?" tanya Bora.

"Nae."

"Apa sini ada bantal?"

"Kwangminnie.."

"Mwo? Kwangminnie waeyo?"

"Dia punya. Dia membawa itu untuk Hyung-nya."

"Odiro?"

"Di lokernya."

"Arraseo. Kau tungg u di sini sebentar. Aku akan mengambilnya." Bora berlari ke ruang kerja. Ia mencari loker milik Kwangmin.

"Kwangmin... Kwangmin... Kwangmin... Ah, ini dia!" Bora membuka loker bertuliskan nama Kwangmin itu. Sedetik kemudian, ia terperangah.

Isa loker itu didominasi warna biru dan kuning. Tas, sepatu, buku, topi, dan sehelai jaket semuanya berwarna biru, termasuk juga PSP, I-Pod, dan Ipad. Dan sisanya berwarna kuning karena...

Uwaaaa... Ada begitu banyak pernak-pernik Pikachu!! Notebook, kotak pensil, tas, dompet, boneka, saputangan...

Uwaaa... Banyak sekaliii!!!

"Kwangminnie, maukah kau memberikan salah satunya padaku? Aku juga sangat menyukai Pikachu..." Bora bicara sendiri. -_-

Bora mencari bantal yang dimaksud Hyunseong dalam loker itu. Ada! Sebuah bantal besar dan empuk. Ia juga menemukan sebuah selimut tipis dan handuk kecil, semuanya pikachu.

Bora mengambilnya lalu beranjak ke tempat Hyunseong berbaring. Ia meletakkan bantal itu di bawah kepala Hyunseong lalu menyelimuti Hyunseong yang sedang berbaring namun tidak tidur. Nampaknya ia sedang memperhatikan Bora.

"Hyunseong-ah, tunggu sebentar ya!" Bora pergi meninggalkan Hyunseong lagi. Kali ini ia hendak mengambil es batu di kulkas, untuk mengompres Hyunseong yang panas tubuhnya.

Tak lama ia kembali ke tempat Hyunseong. Ia meletakkan baskom berisi air dingin dan es batu di meja di samping Hyunseong. Ia mengambil handuk milik Kwangmin yang diambilnya tadi. Mencelupkannya ke dalam baskom itu lalu memerasnya. Ia meletakkan handuk itu di kening Hyunseong.

"Hyunseong-ah, istirahatlah supaya kau cepat sembuh," Bora tersenyum lembut pada Hyunseong.

Hyunseong menatapnya beberapa saat. "Gomawo, Bora-ah. Gomawo..."

Author Pov End
***


Hyunseong Pov
~Flashback



Hari ini aku mengajar di sekolah anak-anak itu. Mereka sungguh ceria hari ini. Aku senang karena mereka sudah bisa sedikit melupakan peristiwa yang dialami teman mereka, Junhyo. Mereka sudah cukup sedih dengan keadaan mereka, jadi kurasa kejadian itu sangat menghantam mereka. Entahlah. Aku hanya bisa membantu dengan mengajak mereka belajar dan bermain.

"Hyunseong-oppa, pernahkah Oppa jatuh cinta?" Seorang gadis kecil datang padaku. Pakaian kotor dan compang-camping. Ia adalah salah satu murid kesayanganku, Nami.

"Mwo? Jatuh cinta? Kenapa kau menanyakannya padaku, Nami?"

"Aniya. Aku ingin tahu seperti apa rasanya jatuh cinta. Apa Appa dan Umma juga mengalaminya?" Nami menatap penuh harap padaku.

Kasihan anak ini. Kenapa di usianya yang masih masih kecil ia harus merasakan penderitaan ibunya?

"Tentu, Nami. Kalau mereka tidak mengalaminya, bagaimana mungkin kau ada di sini? Karena cintalah kau ada di dunia."

"Aniya, Oppa. Kalau mereka saling mencintai, kenapa Appa meninggalkan Umma? Apa karena ia sudah tidak mencintai Umma?" Nami mulai terisak. "Jika aku ada di dunia ini karena cinta mereka, lalu bagaimana jika saat ini ternyata Appa tidak mencintai Umma lagi? Apa aku juga akan menghilang meninggalkan Umma seperti Appa meninggalkan Umma dan aku?"

"Nami..."

"Otokhe, Oppa? Apa aku juga akan menghilang? Apa aku juga akan menghilang karena tidak ada orang yang mncintaiku? Umma selalu marah dan memukulku, tidak ada yang menyayangiku, Oppa..."

Aku maju memeluk Nami. "Aniya, Nami. Kau salah. Kau tidak akan menghilang hanya karna Appamu pergi dan Ummamu sering marah dan memukulmu. Itu tidak akan terjadi. Percayalah padaku. Lagipula, siapa bilang tidak ada orang yang menyayangimu? Aku sayang padamu. Sangat sayang pada Nami. Uljima, Nami. Kau sangat yeopo saat tersenyum, jadi tersenyumlah sekarang."

"Jeongmal, Oppa?"

"Nae, Nami."

"Gomawo, Oppa." Ia mengusap matanya yang basah.

"Sudah, Nami, bermainlah dengan teman-temanmu. Oppa harus segera pergi bekerja."

"Nae, Oppa. Annyeong, Oppa. Hati-hati di jalan." Nami melambaikan tangan padaku. Setelah aku membalasnya, ia berlari ke teman-temannya yang sedang bermain.

Aku berjalan cepat menuju Sweet Romance, tempat dimana aku bekerja selama 4 bulan terakhir.
Jarak dari sekolah buatan ke Sweet Romance tidaklah begitu jauh, namun kurasa aku telah terlambat 10 menit dari shiftku. Aku yakin Donghyun-hyung tidak akan marah padaku, tapi aku merasa tidak enak padanya jika terlambat. Apa lagi bila mengingat kebaikannya padaku. Lebih baik aku segera pergi ke sana.

Aku terus berjalan di kota Seoul yang tidak begitu dingin hari ini.

Tiba-tiba teringat perkataan Nami, "Apakah Oppa pernah jatuh cinta?"

Pernahkah aku jatuh cinta? Pernahkah?

Saat ini aku sedang menjalani hubungan dengan seorang yeoja manis yang lebih muda 2 tahun dariku. Kami sudah berpacaran hampir 3 bulan dan aku..

Apakah aku mencintainya?

Entahlah. Aku masih bertanya-tanya tentang hal ini.

Sejujurnya, aku tidak mengerti apa itu cinta. Ini memang lucu. Di usiaku yang telah menginjak 20 tahun, aku masih tidak mengerti apa itu cinta terhadap lawan jenis. Yeoja itulah yang mengajakku untuk 'jalan' dengannya. Dan aku menerimanya karena tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya.

Aku terus memikirkan apa itu cinta dan tidak sadar jika aku telah sampai di Sweet Romance.

Jiyeon membukakan pintu untukku dan menyapa, "Hyunseongie..."

Aku tidak membalasnya dan terus berjalan masuk.

Bruk

Aku menabrak seseorang.

Prang

Aku tersadar karena suara itu. Aku menabrak seorang yeoja yang mengenakan seragam waitress wanita Sweet Romance. Nampan yang dibawanya jatuh. Piring dan cangkir itu pecah berserakan di lantai.

Yeoja itu membungkuk padaku, "Maaf, maaf. Maafkan aku, aku kurang berhati-hati." Ia berlutut memunguti pecahan piring dan cangkir itu.

Siapa yeoja ini? Pegawai baru?

Aku berlutut dan ikut memunguti. "Aniyo. Aku yang menabrakmu seharusnya aku yang minta maaf padamu."

Yeoja itu berhenti memungut dan menoleh padaku. Ia terlihat... terpaku?


"Auw!" yeoja itu menjerit kesakitan.

Aku mendekatinya dan melihat telunjuk yeoja itu berdarah. Dengan reflek, aku mengecup telunjukknya.

Ia menarik tangannya dari genggamanku.

Aku mengerutkan kening.

Seseorang mendekati kami. "Bora, kau tidak papa?" Ternyata Jaejoong.

"Biar kubantu." Jaejoong berjongkok di samping yeoja itu dan membantu memunguti. Ia menoleh padaku, "Sudah, pergilah sana, Hyunseong-ah. Aku dan Bora yang akan membereskannya."

Aku menatap tajam pada Jaejoong lalu bangkit berdiri meninggalkan mereka.

Yeoja itu... mirip dengan seseorang..?


Flashback End

***


(still) Hyunseong Pov


Aku terbangun karena merasakan ada sesuatu yang berat menimpa lengan kiriku.

Kupandang yeoja yeopo yang sedang tidur di lenganku. Matanya tertutup rapat. Wajahnya sangat cantik.

Apa? Aku bilang dia cantik? Yang benar saja! Aku sudah punya yeojachingu, tapi masih bisa berkata yeoja lain cantik?

Aaah, pabo kau, Hyunseong!

Aku memperhatikan yeoja itu lagi. Benar, dia mirip dengan seseorang, tapi siapa?

Gomawo, terimakasih... karena.. sudah memban-tu..ku.."

Aku menoleh pada yeoja itu. Dia mengigau?

"Hei, wae? Kenapa kau tidak berbalik? Aku ingin melihat wajahmu, pabo!"

Hah?

"Hiks..."

Yak! Dia terisak dalam tidur?


Hyunseong Pov End

***


Bora Pov



"Mianhe, Bora, Hyunseongie. Aku pikir kalian sudah pulang dan sudah tidak ada orang di kafe ini. Mian ne." Bos meminta maaf padaku dan Hyunseong.

"Sudahlah, Hyung. Gwaenchanayo." Hyunseong tersenyum pada Bos. Padahal malam tadi ia pingsan dan panas, tapi ia masih bisa memasang senyum di wajahnya.

"Ne, Bos. Gwaenchana. Bos pasti lelah seperti yang lain makanya ingin cepat pulang. Lagipula ini salak kami juga, seharusnya kami cepat keluar dari kafe ini," kataku pada Bos.

"Gomawo, Bora, Hyunseongie!"

Bos memberi libur hari ini untukku dan Hyunseong karna dirasanya kami berdua lelah dan ingin istirahat di rumah.

Hyunseong mendekatiku dan berbisik, "Gomawo, Bora-ah. Terima kasih karna sudah merawatku semalaman." Ia tersenyum padaku.

Aku membalasnya kikuk lalu berjalan keluar kafe untuk pulang ke apartemenku.

Apa yang terjadi semalam? Kenapa...

Aku terbangun dari tidurku. Begitu kubuka mata, yang pertama kulihat adalah wajah Hyunseong yang begitu dekat denganku. Matanya lekat padaku.

Aku bangun dari posisiku yang tidur di lengannya. Aiiish... Pabonya aku!!

"Kau sudah bangun?" Ia bertanya padaku.

"N-nae. Aku sudah bangun."

"Kau mengigau."

"M-mwo? Mwo?"

"Kau mengigau," ia mengulang perkataanya.

"Mengigau apa?"

"Haruskah kuberi tahukan padamu?"

Aku diam sejenak. Apa aku mengigau sesuatu yang memalukan?

"Nae, kau harus memberitahukannya padaku." Aku mengangguk cepat padanya.

"Aniya. Aku tidak mau memberitahukannya padamu."

"Waeyo?"

"Karena aku tidak mau."

"Hyunseong-ah! Kenapa kau begitu menyebalkan?"

Dia menatapku bingung. "Apa aku menyebalkan? Yang benar saja!" Ia tersenyum menyebalkan.

Aku meninju bahunya pelan. "Ini tidak lucu, Hyunseong-ah!"

Ceklek..

"Sedang apa kalian?"

Aku menoleh ke asal suara itu dan melihat Bos dan Jaejoong berdiri di depan pintu, sedang memandang kami berdua yang, baru kusadari, berbicara dengan jarak yang begitu dekat.

Tubuhku yang begitu dekat dengan Hyunseong juga ikut terkaget. Aku jatuh ke pelukan Hyunseong yang masih dalam posisi tidurnya.

Buk

"Apa yang sedang kalian lakukan?" Jaejoong bertanya dengan tatapan tajam.

Aku bangkit berdiri dengan cepat. "Aniya. Tidak ada." Kucoba untuk memasang senyum tanpa dosa tapi kurasa aku gagal karna Jaejoong pergi meninggalkan kami di ruangan itu.

"Sudahlah, tidak perlu gugup begitu, Bora-ah." Boss tersenyum jahil padaku. "Aku memaklumi." Ia berjalan mengambil tasku dan Hyunseong, yang entah kenapa, terletak berserakan di lantai. "Kalian sangat serasi," tambahnya.

Sial, kataku dalam hati.

Aku mengigau apa?

Aiiish... Salah. Lebih tepatnya, apa yang aku igaukan?

Semalam aku bermimpi tentang tuan cokelat panas itu. Kali ini...

Uwaaaaa.....

Kali ini aku memimpikan namja itu!

Hyunseong!!

Yak! Bagaimana ini?!

Aku bermimpi kejadian yang sama dengan malam natal itu namun yang berbeda kali ini, tuan cokelat panas itu membalikkan badannya padaku. Dan yang kulihat adalah.. Hyunseong yang sedang tersenyum padaku!

Ah, sial! Sial! Bagaimana jika aku menyebut namanya?!
Bora Pov End

***

Author Pov


Dua minggu setelah kejadian menginap bersama di kafe...

"Bora, eottokhe?" IU mendekati Bora yang sedang membersihkan meja.

"Mwo? Apanya yang bagaimana?"

"Rencanaku?"

Aku menatap sinis pada IU.

"Wae?"

"Apa?! Kau masih bisa berkata 'wae?' dengan wajah tanpa dosa? Yak! IU, kau membuatku seperti pabo yeoja!"

"Aaah... Bora, aku kan hanya ingin membantumu.."

"Membantu? Hisss..."

"Bora, jangan marah.. Aku rasa ini cara yang cukup bagus untuk menemukan tuan cokelatmu itu.."

Bora berjalan menjauh.

"Yak Bora!"


***

Bora Pov


Hampir seminggu ini aku menjalankan rencana 'bantuan' IU yang berjanji 'membantu'ku untuk menemukan tuan cokelat panas itu. Kau tahu apa yang aku lakukan seminggu ini?

Aku menghampiri hampir semua namja di kafe ini dan memintanya untuk membuatkan cokelat panas untukku.

Sial!

Pertama, Minwoo..

"Woo, em.. bisakah kau membuat cokelat panas untukku?"

"Mwo? Kenapa Noona tidak minta saja pada Jeongmin-hyung? Dia biasa membuat cokelat panas kan?"

"Eh.. Iya, kau benar.. tapi... aku sudah biasa mencicipi coklat panas buatannya.."

"Ooh, arrasseo. Tunggu sebentar Noona."

Hasilnya, cokelat panas Minwoo sama seperti orang yang membuatnya. Sangat sangat manis dan terlalu manis...

Kedua, Jaejoong..

Setelah kejadian menginapku di kafe bersama Hyunseong, ia jadi sedikit dingin padaku. Entah kenapa. Tapi meskipun begitu, ia dengan mudah menerima permintaanku untuk dibuatkan coklat panasnya.

Hasilnya, uweeek... Berbeda sekali dengan Minwoo, jika cokelat panas Minwoo sangat sangat manis, maka cokelat panas Jaejoong sangat sangat pahit...

Ketiga, Bos..

Saat dia membuat kopi, aku membujuknya untuk membuatkan coklat panas untukku.

Hasilnya, tidak buruk. Hanya itu tanggapanku.

Selanjutnya, Youngmin...

Kurasa, pegawai di kafe ini memiliki keahlian yang sama dengan sifat mereka masing-masing. Waeyo?

Karena Youngmin, namja yang begitu pendiam, malas dan 'cool' ini, membuat coklat panas yang...

Dia tidak memakai cangkir, tetapi memakai gelas kaca tinggi. Isinya hanya setengah dan tidak tepat disebut coklat panas sebab coklat itu dingin dan masih sedikit keras.. TT

Huft~

Masih tersisa Kwangmin, Jeongmin dan Hyun...

***


Author Pov

Namja itu masuk ke kafe. Tangannya merangkul bahu seorang namja cantik yang terlihat berkelas.

Jiyeon menyapa mereka dan mengantar mereka ke kursi kosong. Ia berbalik pada Bora. "Bora! Kemarilah, ada pelanggan!"

Namja itu menoleh ke arah Bora yang berdiri terpaku.

"Op...pa..."



TBC...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar