Tittle : My Heart is Beating
Author : Micheel Ppyong
Genre : Romance
Cast : IU
No Minwoo (Boyfriend)
IU
Sejak
pertama aku melihat senyumnya, aku merasa tidak menyukainya. Waeyo? Em... Aku
juga tidak tahu..
Minwoo
Aku
tahu dia adalah yeoja yang manis. Dan kurasa aku mengalami apa yang dinamakan
‘love at first sight’ walau kelihatannya ia tidak begitu menyukaiku..
Author Pov
“Noona, bisakah kau memban..”
“Aniya! Aku sedang sibuk!”
Sekali lagi IU menolak Minwoo walau
Minwoo saja belum menyelesaikan kalimatnya.
“Huft~” Minwoo menghembuskan napas
kecewa. Sudah tiga bulan ia bekerja di kafe yang sama dengan IU ini. Ia yakin,
ia tidak pernah membuat suatu kesalahan yang dapat membuat IU membencinya, tapi
kenapa IU tidak pernah bersikap baik ataupun ramah padanya?
.
.
.
IU Pov
Untuk kesekian kalinya aku tak
menghiraukan Minwoo. Bisa kulihat ia kecewa. Huh! Biarkan saja! Namja itu
selalu membuatnya sebal. Lihat saja sekarang, yeoja-yeoja tak dikenal datang
mengerumuninya. Baiklah, kuakui ia adalah namja yang manis dan bahkan sangat
manis, tapi itu justru membuatku semakin se-baaal.. Yeoja-yeoja penggermarnya
itu akan berlama-lama duduk hanya untuk menatap wajah Minwoo. Jika saja mereka
memesan makan lebih banyak, maka kafe ini akan untung, tapi itu tidak dilakukan
mereka. Mereka hanya membuat meja kafe ini penuh dan membuat pelanggan yang
baru datang tidak jadi masuk karena melihat semua meja sudah penuh. Dan yang
paling menyebalkan, mereka sangat berisik!!
.
.
.
Suatu hari Minwoo sakit. Yang kutahu
ia memiliki seorang adik perempuan tapi... kenapa aku harus pergi
menjenguknya?! Kim Donghyun, Boss kafe ini, menyuruhku datang ke apartemen
namja itu untuk melihat keadaannya, tapi, tapi kenapa harus aku?! Padahal
Kwangmin dengan senang hati menawarkan dirinya untuk menggantikanku, tapi Boss
dengan kejam menolak usul Kwangmin. Huft~
Apartemen Minwoo terletak di tengah
kota Seoul jadi tidak sulit untuk menemukannya.
Ting tong... Aku memencet bel
apartemennya.
...
Tak ada jawaban.
Ting tong...
...
Tetap tak ada jawaban.
Ting tong... Ting tong... Ting tong...
Tok tok tok... Aku mengetuk pintu itu
dengan tidak sabar. Aku hendak mengetuk pintu itu sekali lagi tapi tiba-tiba
pintu itu terbuka dan tanganku yang terlanjur bergerak mengenai kepala
seseorang. Duk..
“Auw!” Minwoo menjerit kesakitan.
“Mianhe, mianhe..” Dengan spontan aku
mengusap pelan kepala Minwoo.
Minwoo terlihat bingung. “Noona..?”
Seakan tersadar, aku menarik tanganku
dengan cepat. Kami sama-sama terdiam.
“Masuklah..” Minwoo mempersilakanku
masuk. Aku masuk dengan kikuk . Ini pertama kalinya aku mengunjungi tempat
tinggal seorang namja. Apalagi namja yang tidak begitu kusukai ini. “Anggap
saja ini rumahmu sendiri..”
Apa? Anggap saja ini rumahku sendiri??
Yang benar saja!
Aku duduk di sofa lalu menatap
berkeliling. Tempat ini cukup luas tapi tidak terlihat orang lain selain kami
berdua. Seakan bisa membaca pikiranku, Minwoo berkata, “Aku tinggal sendirian.”
“Oh.. Em.. bukankah kau punya seorang
adik perempuan?”
“Nae. Sebelumnya aku memang tinggal
dengan orang tuaku dan Eunbin, tapi sebulan yang lalu aku pindah kemari.”
“Oh..” hanya itu yang keluar dari
mulutku.
“Tapi kenapa Noona datang kemari?”
Minwoo bertanya dengan ceria.
“Em... kudengar kau sakit..”
Minwoo mengerjapkan mata, bingung.
“E.. maksudku, Boss menyuruhku datang
kemari untuk melihat keadaanmu...” Aku diam sejenak lalu bertanya lagi dengan
kikuk, “Jadi.. bagaimana keadaanmu?”
Minwoo menyentuh dahinya sendiri.
“Tidak panas.”
“Mana bisa hanya dengan begitu?!” Aku
maju mendekatinya, ingin mengetahui suhu tubuhnya. Saat tanganku sudah hampi
menyantuh dahinya tiba-tiba...
Sett.. Ia mencekal pergelangan
tanganku. Aku terkejut dan tampaknya ia juga sama terkejutnya sepertiku. Aku
menatapnya bingung dan ia balas menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti.
...
Deg
Eh? Suara apa itu?
Deg Deg Deg
Suara apa itu? Tunggu, apa ini suara
detak jantungku?
Minwoo masih mencekal pergelangan
tanganku dan kami masih saling menatap sampai akhirnya hatiku berkata ini tidak
boleh terjadi. Andwae.. “Minwoo-ya, bisa kau lepaskan tanganku?” kataku dingin.
Aigo! Aku tidak pernah sedingin ini pada orang lain.
“Oh, mianhe..” Minwoo melepaskan
tangannya perlahan.
Sss... hatiku berdesir. Merasa
kehilangan saat tangannya benar-benar terlepas. Aigooo... ada apa dengan ku?!
Kenapa aku jadi plinplan begini? “Le, lebih baik kau beristirahat,” kataku
padanya.
“Arraseo..” Minwoo berjalan ke
kamarnya. Dan entah kenapa aku mengikutinya.
“Kau punya termometer?” tanyaku ketika
melihatnya berbaring di tempat tidur.
“Kurasa ada, di laci itu...” Minwoo
menunjuk laci di sampingku. Segara aku mencari termometer di sana dan setelah
menemukanya, kuukur suhu tubuhnya. 39 derajat..
“Kau punya es batu?”
“Nae..”
“Tunggu sebentar..” Aku berjalan
menuju dapur lalu mengambil es batu dari kulkas dan sebuah baskom yang kuisi
air. Tapi dimana aku bisa mendapatkan kain atau handuk? His... Kuputuskan
wuntuk menggunakan saputanganku. Untung saja aku selalu membawanya. Aku kembali
ke kamar Minwoo dan melihatnya melamun. “Minwoo-ya, kau sudah sarapan?” tanyaku
sambil memeras saputanganku yang basah lalu meletakkannya di dahi namja itu.
“Nae. Aku sudah makan biskuit.”
“Apa? Mana bisa begitu? Biskuit tidak
sama dengan sarapan! Tunggu sebentar, aku akan memasak sesuatu untukmu.” Aku
berjalan cepat menuju dapur. Hanya memasak bubur karena yang terpenting adalah
perutnya terisi. Aku berusaha memasak dengan cepat, tapi tetap saja membutuhkan
waktu yang tidak singkat. Begitu kembali ke kamar Minwoo dengan semangkuk
bubur, kulihat namja itu tertidur. Jika tidak segera dimakan bubur ini akan
menjadi dingin tapi.. melihatnya tidur lelap, aku tidak tega membangunkannya.
Aku keluar kamar lalu meletakkan bubur
itu di meja makan. Kupandangi apartemen Minwoo ini. Entah kenapa aku merasa
nyaman di sini. Tapi... Omo! Kenapa aku tidak sadar? Tempat ini berantakan
sekali!! Aku memunguti buku-buku Minwoo yang berserakan, membersihkan lantai,
mengepel, melakukan semua hal yang bisa membuat tempat ini menjadi bersih dan
rapi.
Beberapa saat kemudian...
Aku duduk di sofa. Kegiatan
bersih-bersih ini membuat badanku pegal. Boleh tidak ya aku tidur di sini? Ah,
sudahlah, tak apa. Saat aku bangun nanti, aku akan segera pulang...
.
.
.
Minwoo Pov
Aku terbangun dari tidurku. Jam berapa
sekarang? Kulirik jam beker di atas meja di sampingku. Jam 5 sore. Sudah selama
itukah aku tidur? Aku duduk di tempat tidurku. Sett.. Sebuah benda jatuh dari
dahiku. Ternyata sebuah saputangan berwarna merah muda. Pasti ini milik
IU-noona. Apa.. dia sudah pulang?
Kruuuyuuk..kruuuyuuk... Aku lapar
sekali. Aku berjalan ke dapur, mencari sesuatu untuk mengisi perutku yang
kelaparan dan... beruntung sekali aku! Ada semangkuk bubur di atas meja makan.
Sudah dingin tapi tak apalah. Aku memakannya dengan lahap hingga habis. Walau
ini hanya bubur tapi rasanya cukup lezat. Ini pasti buatan IU-noona.
“Hehehe...” aku tertawa senang.
Kuperhatikan apartemenku. Aigoo..
Selain mengompres dan memasak bubur, IU-noona juga membersihkan apartemenku
ini. Bagaimana caraku membalas kebaikannya ini?
Aku pergi ke ruang tengah untuk
menonton televisi tapi kulihat seseorang tertidur di sofa. IU-noona? Jadi ia
belum pulang? Aku duduk di samping sofa lalu memandang wajahnya yang sedang
tertidur. Manis sekaliii...
Apa ini bisa disebut kemajuan? Ia
begitu perhatian padaku seharian ini.. Tidak bisakah ia bersikap seperti ini
setiap hari? Kenapa ia tidak menyukaiku?
“Uh...” IU-noona terbangun. Ia membuka
matanya perlahan dan kaget melihatku sedang memandangnya.
“Sudah bangun, Noona?” tanyaku
padanya.
“Nae. Nae..” Ia bangkit dari posisi
tidurnya lalu duduk di sofa. “Sekarang jam berapa?”
“Jam lima..” kataku sambil tersenyum
manis padanya.
“Jam lima? Kenapa aku tidur lama
sekali?” IU menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Noona..”
“Nae?”
“Gamsahamnida.. Karena sudah
mengompresku, memasak bubur dan membersihkan apartemenku yang berantakan ini.
Jeongmal gamsahamnida..”
“Nae, cheonma..”
“Tapi bagaimana aku membalasnya?”
“Mwo? Ani, kau tidak perlu...”
Kruyuk... Perut IU keroncongan. Aku
tersenyum mendengarnya. “Kajja, kita pergi! Aku akan mentraktirmu ramyun yang
sangat lezat!” Aku menggegam tangannya keluar apartemen.
.
.
.
IU Pov
“Eottokhe, Noona?”
“Uwaaa.. Ini lezat sekali!!”
“Hahaha...” Minwoo tertawa.
“Waeyo?”
“Aniya.. Noona, maukah kau mendengar
cerita lucu dariku?
“Boleh.”
Minwoo mulai bercerita dengan mata
berbinar-binar. Bercerita tentang sahabat kembarnya, Youngmin dan Kwangmin,
yang berkerja bersama kami di kafe sekaligus teman sekolah Minwoo. Mulai dari
Youngmin yang selalu mencuci tangannya saat ia merasa gugup, Kwangmin yang
pernah ditembak seorang yeoja yang ternyata salah mengira ia Youngmin, waktu
dan posisi tidur mereka yang selalu sama, kemampuan telepathy mereka yang
kadang membuat mereka sendiri sebal, dan lainnya. Minwoo hanya bercerita
tentang Youngmin dan Kwangmin, tak sedikit pun menyinggung tentang dirinya.
Ketika kami selesai makan, ia
bertanya, “Kau akan langsung pulang? Tidak mampir ke apartemen dulu?”
Aku kikuk mendengarnya. Ia bertanya
seolah-olah itu adalah apartemen kami berdua. “Ah, aniya.. Kurasa tidak. Hari
sudah malam, aku harus segera pulang.”
“Owh..” Entah kenapa, aku merasa dia
kecewa.
Kami keluar dari restoran sederhana
itu. Begitu terkejutnya kami saat melihat jutaan rintik hujan mengguyur kota
Seoul.
“Aish... Kenapa bisa hujan?” Minwoo
terlihat sebal. Ia melepas mantelnya. “Noona, kita lari sampai halte bus, nae?”
Ia menarikku mendekatinya lalu memaparkan mantelnya di atas kepalaku dan
kepalanya. “Kajja, Noona!”
Kami berlari di bawah hujan yang
begitu deras. Entah kenapa, saat kami berlari cepat di bawah guyuran hujan, itu
sangat manis bagiku. Aku belum pernah melakukan ini, berlari di bawah guyuran
hujan hujan bersama seorang namja namja... Aigoo... Kenapa jadi begini??
Kami sampai di halte bus. Tempat itu
kosong, tak ada seorang pun yang duduk di sana. Apa karena hujan?
“Hhh..hh..” Aku terengah-engah.
“Noona, gwaenchanayo?” Minwoo
menatapku khawatir.
“Gwaenchana.. Hh..hh..” Aku melihat
penampilan Minwoo yang basah kuyub. Rambutnya yang layu dan berantakan...
“Hahaha...” Dia lucu sekali..
Minwoo bingung mengapa aku tertawa. Ia
menatap penampilannya sendiri lalu beralih padaku. “Hahaha...” Ia ikut tertawa.
Kami tertawa bersama.
Aku memandang wajah Minwoo. Saat
tertawa, mata Minwoo jadi sipit dan... kenapa aku beranggapan ia sangat
tampan..? Aku berhenti tertawa dan terus menatapnya. Seakan sadar aku berhenti
tertawa, Minwoo juga ikut berhenti dan menatapku bingung. Pandangan kami
bertemu. Kami berpandangan dalam diam, tapi beberapa saat kemudian, Minwoo
menundukkan kepalanya.
Hening.. Hanya ada suara kendaraan
yang berlalu lalang dan rintik hujan yang begitu deras.
“Noona, bolehkah aku bertanya
sesuatu?” tanya Minwoo masih tetap menunduk.
“Nae..”
“Apa Noona membenciku?”
Pertanyaan itu begitu tiba-tiba..
Apakah aku membencinya? Bukan, bukan rasa benci. Yang kurasakan pada Minwoo
saat ini bukanlah benci, tapi... takut.. “Aniya,” aku menjawab tegas.
Minwoo mengengkat kepalanya lalu
menatapku tajam. “Lalu?”
Aku tidak bisa menjawabnya.
Minwoo tidak mau menunggu lama. Ia
bertanya lagi, “Apa.. apa kau menyukaiku?”
Aku menatapnya bingung. “Apa mak..”
ucapanku berhenti karena Minwoo mendekatiku. Awalnya perlahan, namun sedetik
kemudian, ia menarikku mendekatinya lalu menciumku tepat di bibir. Aku terkejut
bukan main, tapi aku juga tidak mendorongnya menjauh dariku..
Minwoo menarikku lebih dekat padanya.
Bibirnya yang lembut terasa begitu hangat. Apalagi di malam yang begitu dingin
ini, seperti mesin penghangat dari dinginnya udara malam yang masih saja hujan
deras. Ini romantis bukan? Dicium seorang namja tampan di halte bus saat hujan
turun dengan deras..
Aku membuka mata perlahan dan ternyata
Minwoo juga melakukan hal yang sama denganku. Kami berpandangan..
Aiiish... Minwoo melepaskanku, tapi
tetap menjaga jarak kami agar cukup dekat. Minwoo menatapku lekat. “Noona,
saranghae..” katanya pelan namun dalam. “Aku tahu, saat ini kau tidak memiliki
perasaan yang sama denganku.. Tapi bisakah kau memberiku kesempatan? Seminggu
saja.. Dalam seminggu ke depan, aku akan membuatmu membalas perasaanku..”
.
.
.
Aigooo...
Aku menutup wajahku dengan selimut
lalu bersembunyi di baliknya. Aigo..aigoo.. Eottokhe?! Bagaimana ini?! Aku
tidak menyangka hal ini akan terjadi. Aku..dan Minwoo.. Aish.. Kenapa dia
melakukannya? “Huft~ No Minwoo, kenapa kau menciumku?” Kenapa namja manis sepertinya
bisa berubah menjadi seserius itu? Saat ia menatapku, aku merasa tubuhku
meleleh. Dan..apa ia serius dengan perkataanya? Membuatku jatuh cinta padanya
dalam seminggu? Yang benar saja!
Satu lagi, ia bertanya apa aku
membencinya dan jawabanku adalah tidak. Aku hanya takut padanya. Tapi dalam
seminggu ke depan, ia akan membuat ketakutanku ini semakin besar. Aku takut
padanya. Aku takut..jatuh cinta padanya..
.
.
.
Esoknya..
Seakan tak terjadi apa-apa, aku dan
Minwoo menjalani pekerjaan kami seperti biasa. Hanya saja tadi pagi, saat aku
baru saja datang, ia tersenyum padaku. Bukan senyum manis seperti biasanya tapi
senyum singkat yang membuatku terus penasaran apa artinya. Mungkinkah ia tidak
mau orang lain tahu tentang apa yang terjadi pada kami? Tapi kenapa orang lain
tidak boleh tahu? Apa karena usiaku yang lebih tua darinya? Huh, kenapa juga
aku memikirkannya, toh aku belum menjadi yeojachingunya...
...
Hisss
“Apa yang terjadi?” Bora, pegawai baru
yang sudah cukup dekat denganku, bertanya.
“Waeyo?” Aku bingung dengan
pertanyaannya.
“Kemarin kau ke rumah Minwoo, kan?”
Bora meletakkan kepalanya di meja.
“Nae.. Waeyo? Ada yang salah?” Aku
juga meletakkan kepalaku di meja.
“Kukira kau tidak menyukainya.” Bora
memejamkan mata.
Aigo.. Apa aku terlihat begitu tidak
menyukai Minwoo? Kenapa semua orang beranggapan sama? “Hiss.. Bukan begitu..”
“Jadi kau menyukainya?”
Omo! Kenapa pertanyaan mereka juga
sama? Hiss.. Aku diam saja.
Bora yang tidak mendapat jawaban
apa-apa dariku, membuka mata. “Hei..”
“Kita bicara yang lain saja..”
“Ah, sudahlah! Aku tidak mau! Lebih
baik tidak usah bicara apa-apa..”
“Kau kenapa, Bora?”
“Aku ingin tidur.. Ti-dur! Semalam aku
hanya tidur 3 jam!” Bora menunjukkan ketiga jarinya ke wajahku.
“Waeyo?”
“Aaaa... Cinta membuatku gilaaa!!!”
Bora berteriak kencang.
...
Hah??
.
.
.
Sudah tiba saatnya kafe tutp. Aku
membereskan barang-barangku, bersiap untuk pulang. Kulihat Minwoo berjalan
keluar kafe, namun tiba-tiba Kwangmin menghalanginya.
“Hei, kenapa kau meninggalkanku dan
Hyung?” Kwangmin bertanya seperti seorang yeojachingu yang ditinggal oleh
namjachingunya.
“Ah, mianhe, Kwang.. Hari ini aku
tidak pulang denganmu dan Youngmin-hyung. Aku sudah ada janji..”
“Janji? Dengan siapa? Yeojachingumu?”
tanya Kwangmin asal.
“Nae..” Minwoo tersenyum lalu keluar
dari kafe.
“Jinjjayo? Kau sudah punya
yeojachingu? Kenapa kau tidak cerita pada.. Hei, Woo!” Kwangmin mengejar
Minwoo, tapi kurasa Minwoo sudah menghilang karena Kwangmin kembali dengan
wajah kusut.
Yeojachingu? Minwoo sudah punya
yeojachingu? Tapi..kenapa.. Kenapa dia bilang... Aaah, sudahlah aku tak mau
peduli!!!
“Noona, kami pulang dulu..” Youngmin
berpamitan padaku sementara Kwangmin mengikuti di belakangnya dengan wajah
lesu.
“Nae.. Hati-hati di jalan!” Aku
melambaikan tangan pada mereka. Youngmin membalasnya sambil berjalan keluar
kafe.
Sudah tak ada orang lain di kafe ini
selain aku, Hyunseong serta Boss yang masih menghitung keuntungan hari ini di
ruang kerja. Hah.. Seandainya aku bisa pulang bersama seseorang dan tidak harus
pulang sendirian malam ini.. Malam ini saja..
Huft~
Aku keluar kafe dengan membawa
sekantong plastik besar sampah. “Uuuh... Berat sekali.. Sebenarnya apa isinya?
Batu?” aku mengeluh kesal karena sebenarnya ini bukan tugasku.
“Sini kubawakan..”
Aku terkejut saat tiba-tiba terdengar
suara seseorang yang berdiri tepat di sampingku. “Ah!” Kantong sampah itu
jatuh.
“Hati-hati, Noona..” kata Minwoo
sambil membungkuk mengambil kantong sampah itu lalu membawanya ke tempat
pembuangan sampah di depan kafe.
Aku bingung kenapa ia masih ada di
sini? Aku memperhatikannya dari jauh. Ia berbalik padaku. “Noona, sampai kapan
kau akan berdiri di sana?”
Aku menggaruk kepalaku yang tidak
gatal lalu berjalan cepat menuju Minwoo. “Kenapa kau masih di sini?
Bukannya..bukannya kau ada janji dengan yeojachingu..mu?” Entah mengapa aku
tidak suka saat mengatakannya.
“Hehehe..” Minwoo tertawa ringan. “Aku
berbohong. Bisa dikatakan aku setengah berbohong. Aku tidak punya janji dengan
siapa pun, tapi aku ingin mengantar pulang ‘calon’ yeojachinguku..” Minwoo
tersenyum lebar.
“A-apa maksudmu?”
“Aku ingin mengantar Noona pulang..”
Jadi.. maksudnya.. Aku adalah calon
yeojachingunya? Uwaaa.. >//<
“Ti, tidak perlu.. Aku bisa pulang
sendiri..”
“Andwae! Seminggu ini Noona haru
pulang denganku..” Minwoo menggembungkan pipinya seperti anak kecil yang marah
karena tidak boleh makan permen.
Aku bingung harus berkata apa.
Sebenarnya aku sering kali takut saat pulang sendirian, apalagi di jalanan yang
gelap. Jika ada Minwoo, mungkin aku akan merasa sedikit lebih aman. “Arra..”
“Yeah!” Minwoo melompat senang lalu
dengan gerakan cepat, ia mencium pipi kiriku...
“Hei!”
Minwoo berlari menghindariku yang
mengejarnya. “Hahaha... Noona, pipimu merah seperti tomat!!!”
“Minwoo!!”
.
.
.
“Minwoo-ya, kenapa kita makan ramyun
lagi?” Aku menatap tajam Minwoo yang sedang meniup ramyunnya.
“Mwo?”
“Kenapa kita selalu makan ramyun?”
Walau tempat ini searah dengan apartemenku dan tidak sama dengan kedai ramyun
kemarin malam, tapi tetap saja ini kedai ramyun!
“Aku suka ramyun.. Apa Noona tidak
suka?” kata Minwoo dengan polos.
“Aiiish... Bukan itu maksudku! Aku
juga suka ramyun, tapi apa kau tidak bosan makan ramyun terus menerus?”
Minwoo terlihat berpikir serius.
“Kalau Noona ingin makanan lainnya... bagaimana kalau besok kita keliling Seoul
untuk mencoba semua makanan lezat?!” katanya dengan wajah berseri-seri.
“Mwo?”
“Nae.. Besok kafe hanya buka sampai
sore. Jadi sepulang kerja kita jalan-jalan, arra?”
.
.
.
“Annyeong, Noona! Selamat malam dan
sampai jumpa besok!” Minwoo melambaikan tangannya lalu berjalan pelan
menjauhiku.
Aku terus menatap punggungnya hingga
ia benar-benar menghilang di ujung jalan. Aku berjalan menuju apartemenku yang
lengang karena aku memang tinggal sendiri di sini. Kujatuhkan diriku ke tempat
tidur. Tidak perlu mandi atau hanya sekedar mengganti pakaianku. Aku sedang
tidak ingin melakukan apa-apa kecuali cepat tidur dan cepat bangun besok.
“Huft~ Apa acara jalan-jalanku dengan Minwoo besok... termasuk kencan?”
Tiba-tiba wajah Minwoo yang tersenyum manis muncul di benankku. “Aaah.. Apa
yang sedang kaupikirkan, Pabo?!” Aku memukul kepalaku sendiri. Jantungku
berdebar keras. Apa yang akan terjadi antara aku dan Minwoo besok?
.
.
.
Saat itu pukul 4 sore, sudah waktunya
kafe tutup karena hari ini Sweet Romance hanya buka setengah hari.
Ketika sedang membereskan piring di
meja, ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk...
Kau
lelah? Aku lelah, tapi bukan karena pekerjaan hari ini. Aku lelah menunggu
waktu yang berjalan begitu lambat hari ini.. Tinggal 15 menit lagi ^^ Kutunggu
kau di taman dua blok dari sini, kau tahu kan?
-Minwoo-
Aku tersenyum membacanya. Sebenarnya
aku juga tidak sabar menung... Ah, itu Minwoo! Sedang membawa nampan penuh
piring ke dapur. Kwangmin berdiri di sampingnya. Setedik kemudian, pandangannya
tertuju padaku. Tidak ada perubahan pada ekspresi wajahnya tapi aku merasa
matanya jadi berbinar dan ia tersenyum dengan matanya (-_-) atau... ini hanya
perasaanku?
15 menit kemudian..
“Aku pulang dulu. Gamsahamnida~” Aku
keluar kafe setelah berpamitan. Sempat kudengar Kwangmin memaksa hyungnya,
Youngmin, untuk menceritakan siapa yeojachingu Minwoo. Aku tahu Minwoo menolak
(lagi) untuk pulang bersama dengan si
kembar walau aku tak tahu apa alasannya yang ia katakan pada mereka hari ini.
Aku sudah sampai di taman yang
dimaksud Minwoo. Karena hari masih sore, taman itu dipenuhi anak-anak yang
sedang bermain. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru taman itu. Di mana Minwoo?
“Sebuah es krim untuk nona yang cantik
ini!” Tiba-tiba sebuah es krim muncul di hadapanku. Karena terkejut, aku
bergerak mundur ke belakang dan tanpa sengaja tersandung orang yang berdiri di
belakangku..
“Uwaaa...!!” Kami jatuh bersamaan.
Orang itu juga kaget dan memelukku dari
belakang. Tangannya yang memegang es krim menyentuh bahuku. Kami jatuh dengan
posisi aku menindihnya dan ia sedang memelukku. Kami sama-sama terdiam untuk
beberapa saat, masih terkejut. Akhirnya aku sadar banyak orang yang
memperhatikan kami. Aku hendak berdiri tapi tangan orang itu masih bdrtahan di
bahuku. Aku berbalik padanya dan.. “Minwoo?”
“Ah..” Seakan tersadar, Minwoo
melepaskan tangannya dari bahuku. Aku bangkit berdiri, begitu juga Minwoo.
“Mianhe.. Maaf karna telah mengagetkanmu..” Minwoo menatap bahuku. Ia terkejut.
“Ah! Es krimnya.. es krimnya tumpah di bahumu!”
“Mwo?” Aku menatap nanar pada kausku
yang berlumur es krim. “Aaah.. Bagaimana ini? Aku tidak membawa baju lain!”
.
.
.
“Minwoo...”
“Nae?”
Aku menatap baju yang baru saja Minwoo
belikan untukku sebagai permohonan maaf. Aku suka model baju ini, tapi... Kenapa
ia harus membeli baju couple? Sepasang baju yang berbeda warna, merah muda
untukku dan biru untuknya. Ada gambar seorang yeoja, yang sedang duduk di
bangku taman sambil tersipu-sipu, di bajuku. Dan gambar seorang namja yang
berdiri sambil mengarahkan sebuah balon dan karangan bunga. Jika dilihat
sekilas, baju itu tidak berkesan apa-apa, tapi saat aku dan Minwoo yang
memakainya berdiri bersampingan, maka akan nampak bahwa kedua baju itu berasal
dari satu gambar yang menceritakan namja yang memberikan hadiah pada yeojanya.
“Kenapa kau membeli baju ini?”
“Eh? Waeyo, Noona? Kau tidak suka?”
“Em.. bukan begitu. Hanya sa..”
“Kalau begitu, kau menyukainya.”
Minwoo menggenggam tanganku lalu membawaku berlari bersamanya.
“Mi, minwoo? Kita mau kemana?”
“Kau akan segera tahu. Kajja, Noona!
Aku takut kita tidak tepat waktu!”
“Mwo?”
Minwoo tetap tidak menjawabku. Ia
terus membawaku berlari bersamanya. Ia tidak berlari terlalu cepat, sepertinya
ia tahu bahwa aku tidak biasa berlari.
Beberapa saat kemudian kami berhenti.
Sebuah sungai panjang di tengah taman ada terpapar hadapanku. Sungai panjang
yang jernih dan memiliki tatanan teratur dangan taman kota yang
mengelilinginya. Jadi, kami berlari tergesa-gesa hanya untuk melihat sebuah
sungai?
Minwoo berdiri di belakangku lalu
menutup kedua mataku dengan telapak tangannya. “Minwoo-ya?”
“Tunggu sebentar. Jebal.. Tunggulah
sebentar saja.” Minwoo menghitung mundur. “Lima.. empat.. tiga.. dua..” Minwoo
melepas tangannya.
“Minwoo-ya?”
“Kau sudah boleh membuka matamu,
Noona..”
Kubuka kelopak mataku perlahan. Yang
pertama kali kulihat adalah sungai. Sungai dengan warna jingga yang sangat
indah. Ternyata ini yang hendak Minwoo tunjukkan padaku. Peristiwa yang terjadi
setiap harinya tapi tetap tak membuatku bosan walau telah berulang kali aku
melihatnya.. Matahari terbenam. Semburat jingganya terpancar di air sungai dan
melukis langit senja dengan sangat indah.
“Kau menyukainya, Noona?” tanya
Minwoo.
“Nae. Aku..” Kutatap wajah Minwoo yang sedang
memandangku. Ia sedang tersenyum manis. Deg
“Aku.. Aku sangat menyukai..” Senyummu..
.
.
.
Minwoo menyerahkan sekaleng soda
padaku. Ia baru saja kembali dari minimarket terdekat untuk membeli minuman.
Aku menerimanya lalu meminumnya seteguk.
“Apa kau lelah, Noona?” tanya Minwoo.
“Mwo? Eh, aniya.. Tadi, setelah pulang
kerja, aku merasa cukup lelah. Tapi entah mengapa rasa lelah itu hilang
perlahan-lahan. Apa ini karenamu?”
...
Aigo! Apa yang baru saja kukatakan?
Aku melirik Minwoo. Aish... Ia tersenyum dengan bangga!
“Arraseo..” Minwoo menatapku
penasaran. “Noona, apa kau bisa naik sepeda?”
“Mwo? Naik sepeda? Tentu saja!”
“Arra.. Ayo kita sewa sepeda!”
“Mi, Minwoo?”
Untuk sekian kalinya, Minwoo
menggenggam tanganku. Ia membawaku menuju tempat penyewaan sepeda. Kami menyewa
sebuah sepeda dengan dua kayuhan. Aku duduk di depan sedangkan Minwoo di kursi
belakang. “Kajja!”
Kami mengayuh bersamaan. Melewati
jalan lurus yang yang pinggirnya di tanamai pohon-pohon yang saling berbaris
rapi untuk berdiri tegak. Udara terasa sejuk dan hangat.. atau hanya perasaanku
saja? Mengingat ini masih musim dingin.. -__-
“Apa yang kau rasakan?” Minwoo
tiba-tiba bertanya.
“Mwo? A-apa maksudmu?” tanyaku tanpa
berhenti mengayuh.
“Gwaenchana..” Minwoo teridam. Aku
bingung kenapa dia mengajukan pertanyaan yang aneh tapi aku tak berani untuk
bertanya lebih lanjut. Kami mengayuh dan terus mengayuh...
.
.
.
“Aaaa...” Minwoo menyuruhku membuka
mulut. Sebuah tteobokki masuk ke dalam mulutku. Rasanya hangat dan lezat.
“Eottokhe?”
“Le, lezat..” Aku tersipu karena
perlakuan Minwoo padaku. Apalagi saat kulihat bibi pemilik kedai itu
tersenyum-senyum melihat kami.
“Noona, sekarang giliranmu..”
“Giliran? Giliran apa?”
Minwoo tersenyum lebar. “Giliranmu
menyuapiku..”
“Mwo? A-aku?
Minwoo mengangguk cepat. Apa aku harus
menyuapinya? Apa harus? Tapi mengingat kebaikannya padaku hari ini...
Aku menatap Minwoo yang juga sedang
menatapku penuh harap. “Arraseo..” Aku menusuk sepotong tteobokki lalu
mengarahkannya pada Minwoo. Ia tidak membuka mulutnya namun justru merogoh
sakunya. “Minwoo-ya?”
“Chakamma, Noona..” Ia mengeluarkan
sebuah ponsel dari sakunya lalu mengarahkan benda itu ke hadapanku. Ia mendekat
padaku sambil membuka mulutnya. Jepret.. Ia memotretku dan dirinya sendiri.
“Bagus kan, Noona?” Ia menunjukkan layar ponselnya padaku. Fotoku dan Minwoo.
Minwoo yang sedang melahap tteobokki yang kusuapkan padanya dan aku yang
terlihat bingung. “Ini foto pertama Noona yang kumiliki. Boleh aku
menyimpannya?” Minwoo tersenyum manis padaku.
“Aa..”
Deg
Suara itu lagi. Bagaimana ini? Jangan
sampai detak jantungku ini terdengar Minwoo! Tidak boleh! “Ah... Nae. Tentu,”
jawabku akhirnya.
Minwoo tersenyum lebar lalu
melanjutkan makannya dengan lahap
Suara itu.. Kenapa suara itu selalu
datang saat Minwoo tersenyum? Dan kenapa juga suara itu harus muncul?
.
.
.
Kurasa waktu tidak akan pernah
berpihak padaku. Saat aku ingin hari
cepat berlalu, waktu begitu lambat. Saat aku ingin ini semua tidak berakhir,
waktu berjalan begitu cepat. Hari ini adalah hari ke-enam Minwoo untuk
‘memanfaatkan’ kesempatannya. Cepat sekali..
Sejauh ini, aku rasa Minwoo berhasil.
Berhasil untuk... Yah, kau tahulah. Tapi har ini, sesuatu yang tidak terduga
terjadi. Sesuatu yang membuatku memutuskan untuk menjauhinya..
.
.
.
Aku sedang mencatat pesanan pelanggan
saat kulihat seorang yeoja masuk ke kafe. Ia mengedarkan pandangan mencari
seseorang. Beberapa saat kemudian ia berlari mendekat seseorang... Minwoo? Saat
melihat yeoja itu, Minwoo tampak terkejut. Mereka membicarakan sesuatu tapi tak
lama kemudian mereka berjalan bersama menuju... ruang loker? Kenapa mereka ke
sana?
“Nona? Nona?!” Pelanggan yang sedang
kulayani menatapku bingung.
“Mianhe, jeongmal mianhe... Jadi apa
yang Anda pesan?”
.
.
.
Siapa yeoja itu sebenarnya?
Setelah mengantar pesanan pelanggan,
aku pergi diam-diam ke ruang loker. Aku tahu in perbuatan bodoh, dan memalukan.
Tapi rasa penasaranku sudah terlalu besar, aku tidak bisa memendamnya lag.
Aku mendekati ruang loker dengan
perlahan. Pintunya tidak ditutup dan aku bisa langsung melhat apa yang terjadi
di dalamnya... Minwoo sedang memeluk yeoja itu. Sedang memeluk yeoja itu..?
“Eottokhe, Oppa? Aku tidak mau.. Aku
tidak mau djodohkan, Oppa!” Yeoja itu menangis dan memeluk Minwoo lebih erat.
Minwoo mengelus rambutnya.
“Tenanglah.. Aku akan bicara pada mereka.. Mereka tidak bisa seenaknya.” Mnwoo
melepaskan pelukannya lalu menatap yeoja itu. Ia menghapus air mata yeoja itu.
Kini aku bisa melihatnya. Yeoja itu
berambut hitam kecokelatan. Matanya bulat tapi lancip di kedua ujungnya.
Wajahnya cantk dan manis. Bibirnya tipis dan pipinya merona seperti warna bunga
sakura yang sering kulihat saat berlibur ke Jepang.
Jadi, dia adalah yeojachingu Minwoo?
Haha... Aku tertawa perih. Sudah
kuduga. Tidak mungkin namja manis sepertinya menyukaiku yang lebih lebih tua
darinya. Kenapa aku begitu pabo? Tanpa terasa air mataku menetes. Kenapa aku
baru menyadarinya sekarang? Kenapa aku harus mengikut permainannya? Dan kenapa
aku harus jatuh cinta padanya?
.
.
.
“Noona!” Minwoo mengejarku yang baru
saja keluar dari kafe.
Terpaksa aku berhenti dan berbalik
padanya. “Nae?”
“Noona, waeyo?”
“Apa maksudmu, Minwoo?”
“Kenapa kau meninggalkanku? Bukankah
kita seharusnya pulang bersama?”
“Ah, aku...” Aku bingung. Haruskah aku
mengatakan yang sebenarnya? Bahwa aku sudah tahu jika ia punya seorang yeojachingu
dan telah membohongiku? “Aku.. Minaheyo, Minwoo. Maaf, hari ini aku tidak bisa
pulang denganmu. Aku sudah ada janji dengan.. em.. teman lamaku..” Aniya.
Ternyata aku tidak bisa berkata yang sesungguhnya. Itu terlalu menyakitkan.
“Ah..” Minwoo tampak kecewa tetapi
berusaha untuk menutupinya. “Arraseo. Tapi besok luangkan waktu untukku ya? Aku
ingin kita jalan-jalan seharian. Aku sudah minta jatah libur untuk kita berdua
pada Boss. Eottokhe, Noona?”
“Nae..” Itu jawabanku..
.
.
.
Besok,
Noona. Pukul 9 pagi di Lotte World ^^
-Minwoo-
Aku membaca pesan itu dengan gusar.
Haruskah aku pergi? Atau lebih baik tidak? Tidak bisakah aku menggunakan
waktuku? Aku ingn tetap bersamanya. Melihat namja itu tersenyum. Sehari saja,
besok pada hari ketujuh. Har terakhirku bersamanya. Setelah itu... setelah itu
aku akan menghindarinya.
Nae, aku memang bodoh, dan memalukan.
Tapi aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Aku ingin merasakan jatuh
cinta, walau pada orang yang salah..
.
.
.
Aku mengedarkan pandangan, mencari
namja itu. Dan dengan cepat aku menemukannya walau tempat ini begitu ramai. Ia
sedang melambaikan tangan penuh semangat padaku. Hari ini ia tampak begitu
manis. Dengan kaos putih bertuliskan namanya dan sebuah celana jeans hitam
panjang. Ia juga memakai topi berwarna merah, warna kesukaannya.
Aku tak tahu apa tanggapannya pada
penampilanku hari ini tapi aku sudah berusaha untuk tampl sebaik mungkin dengan
one piece putih selutut yang jarang sekali kugunakan.
“Annyeong, Noona!” Ia tersenyum manis
padaku.
Deg
Haha~ Aku tertawa miris. Suara itu
muncul lagi. Kenapa Minwoo harus tersenyum seperti itu padaku? Senyumnya
membuatku tidak percaya bahwa ia telah berbohong padaku. Membuatku ingin selalu
memercayai perkataannya, bahwa ia menyukaiku..
“Noona, kau cantik sekali hari ini..”
Aku tersenyum mendengarnya. Biarlah,
sehari ini saja, aku melupakan kejadian kemarin..
“Gomawoyo, Minwoo. Kau juga.”
“Cantik?”
“Bukan. Maksudku, kau juga, sangat
tampan..”
Minwoo tersenyum lagi. “Kajja, Noona!”
Ia menggenggam tanganku lalu mengajakku berkelilng Lotte World. “Kau ingin
bermain apa, Noona?” Minwoo menatapku dengan berbinar.
“Aaa.. Aku ingin naik jet coster dan kapal coloumbus!” seruku
bersemangat.
“Arra!” Minwoo tersenyum senang.
Kami bermain hampir seluruh macam
permainan di tempat ini, termasuk naik kuda-kudaan untuk anak kecil. Aku begitu
senang dan menikmati kebersamaan kami. “Minwoo, ayo kita masuk rumah hantu!
Pasti seru sekali!”
“Mwo? Eh...” Minwoo tampak gusar tapi
aku tidak memedulikannya. Kali ini aku yang menariknya mengikuti rumah hantu.
Tempat itu gelap, sama seperti rumah-rumah hantu yang telah kukunjungi
sebelumnya. Sedikit menyeramkan. Tiap kali ada hantu palsu yang muncul, aku
menjerit karena terkejut, bukan karena takut. Aku tahu semua hantu yang ada di tempat
ini adalah palsu. Selama berada di dalam, aku terus menggenggam tangannya.
Entah kenapa tangannya terasa dingin dan aku mulai menyadari bahwa Minwoo tidak
berteriak bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun sedari tadi.
“Minwoo-ya?”
...
Tidak ada jawaban. Aku memutuskan
untuk segera keluar dari tempat ini. Cahaya sudah terlihat di depan kami.
Begitu sampai di luar, aku melihat keadaan Minwoo. Omo!! Wajahnya merah padam.
Dan baru kusadari tangannya berkeringat dingin. “Minwoo-ya? Kau kenapa?”
Minwoo menoleh padaku. “A.. a-aku
takut tempat gelap dan... hantu...” Ia menundukkan kepalanya.
Aku ternganga. Minwoo takut pada
hantu? “Hahaha... Yang benar saja!” Aku tertawa tidak percaya.
Minwoo mengeryitkan dahi. Lalu
berjalan cepat meninggalkanku.
“Ah..” Aku mengejarnya dengan berlari.
“Minwoo-ya! Mianheyo, maaf aku tidak bermaksud..” perkataanku berhenti. Minwoo
berbalik padaku dengan cepat dan sedetik kemudian..
Cup
Ia mengecup bibirku sesaat. Bisa
kurasakan pipiku memanas.
“Yak! Kenapa kau menciumku di depan
umum?!” Aku memandang sekelilingku. Fiuh~ Untung saja tak ada yang
memperhatikan kami.
“Aku tidak peduli! Kau membuatku
sebal! Sekarang kau harus membelikanku es krim!” Minwoo duduk di bangku panjang
yang terletak di bawah sebuah pohon.
“Min..woo-ya..” Bukannya seharusnya
aku yang marah padanya? Ia menciumku tiba-tiba di depan umum!
Huft~
Kulangkahkan kakiku menuju kedai
penjual es krim, lalu membeli 2 cone es krim cokelat. Kubawa es krimku menuju
Minwoo yang sedang memerhatikanku dari jauh. Aku duduk di samping Minwoo lalu
menyerahkan salah satu es krim di tanganku padanya. Ia menerimanya lalu memakan
es krim itu perlahan. “Minwoo-ya, kau masih marah padaku?”
Minwoo diam sesaat sebelum menggeleng
perlahan. Aku memegang kedua bahunya lalu menghadapkannya padaku. Memaksanya
untuk menatapku. “Lalu?”
Minwoo menatapku tepat di mata. “Aku
hanya merasa...”
“Merasa? Merasa apa?”
Minwoo menggeleng lagi. “Aku tidak
tahu.. Aku hanya merasa.. tidak bersemangat.. Ah, sudahlah! Tidak usah
dibahas!”
Aku memandang kosong padanya..
“Minwoo-ya, boleh tidak..” Aku mengeluarkan ponselku dari saku. “Boleh tidak
aku menyimpan sebuah fotomu?”
Awalnya, Minwoo bingung dengan
perkataanku tapi beberapa saat kemudian ia mengerti maksudku dan tersenyum
senang. “Tentu!”
Minwoo duduk lebih dekat padaku. Kami
berfoto-foto ria, hingga kami merasa cukup.
“Noona..” panggil Minwoo tiba-tiba.
“Nae?”
“Sudah lama aku ingin melakukan ini
bersamamu...” Minwoo berhenti bicara lalu memandangku.
“Melakukan apa?”
“Mau tidak kau naik kincir raksasa bersamaku?”
Aku balas menatapnya. “Naik.. Kincir
raksasa?”
“Nae..” Minwoo mengangguk cepat.
“Eothokkeyo, Noona?”
Aku tersenyum padanya.. “Nae.. Boleh
saja!”
Kami berjalan menuju wahana kincir
raksasa. Wahana itu tidak begitu ramai, karena kebanyakan orang lebih suka naik
wahana yang seru dan sedikit menegangkan seperti jet coster dan kora-kora. Kami tidak perlu mengantri terlalu lama dan
bisa langsung masuk ke ruangan kincir tu. Kincir memutar perlahan dengan kami
di dalamnya.
“Aku selalu suka naik kincir raksasa,
walau hanya naik sendirian. Tiap kali aku mengajak adikku, Eunbin, dia akan
menolak dan berkata bahwa bahwa permainan ini tidak seru. Haha..” Minwoo
tertawa dengan pandangan lurus ke depan. “Jadi, aku selalu berdiam diri dan
melamun di dalam sini. Tapi kali ini...” Minwoo menatapku lekat “ada Noona
bersamaku... Gomawoyo, Noona.. Terima kasih..”
“Aku suka naik kincir. Kita bisa
melihat pemandangan Seoul di sore hari..”
“Nae, kau benar..” Minwoo melirik jam
tangannya. “Noona, sebentar lagi matahari terbenam! Mudah-mudahan kita bisa
melihatnya dari puncak kincir ini!”
“Jinjjayo?” Aku memandang ke luar
jendela. Aigo! Benar apa yang dikatakan Minwoo, kami sudah hampir berada di
puncak dan sebentar lagi matahari akan tenggelam. Aku menunggu.. menunggu...
dan.. itu dia! Sang raja telah kembali ke peristirahatannya dan kami sudah
sampai di puncak. Aku terus memandang matahari yang tenggelam dan tak menyadari
Minwoo yang beranjak dari tempat duduknya, mendekatiku lalu berlutut di
hadapanku.
“Noona..” panggilannya membuatku
menoleh padanya dan.. merasakan rasa hangat menjalar di bibirku.. Minwoo
menciumku lagi. Ciuman yang hangat dan lembut. Membuat sengatan listrik
menjalar di tubuhku, leherku dan pipiku, dimana Minwoo menyentuhku..
Aku diam tak berkutik. Mataku tidak
terpejam, menatap Minwoo yang memejamkan matanya di hadapanku. Apa maksud semua
ini? Apa arti ciuman ini? Apa ciuman perpisahan? Apakah dia menyesal? Atau ia
justru ingin tetap seperti ini? Tidak memberitahuku tentang yang sebenarnya?
Apa aku boleh membalasnya?
Tess.. Air mataku jatuh tanpa bisa
ditahan. Rasanya ada sesuatu yang menusuk dadaku, seperti duri atau pisau yang
tajam. Sangat menyakitkan...
Karena wajah kami saling bersentuhan,
Minwoo dapat merasakan basah air mataku yang mengalir di antara pipi kami. Ia
membuka matanya dan terkejut melihatku menangis. Ia melepaskan bibirnya lalu
menghapus air mataku. “Noona.. waeyo?”
Aku memandangnya tepat di mata. Ia
khawatir, aku tahu itu. Aku diam, tak ingin memberikan jawaban apapun. Hah~
Ternyata aku memang yeoja pabo! Sangat bodoh..
Aku menyentuh kedua pipinya dengan
kedua tanganku lalu mendekatkan wajahku padanya. Aku memejamkan mataku. Kali
ini akulah yang menciumnya. Dan ini merupakan hal gila yang baru pertama kali
kulakukan tapi entah kenapa, aku ingin melakukannya. Aku menciumnya lembut
dengan ritme perlahan. Aku tahu ia bingung. Ia hanya diam, tidak melakukan
apa-apa, namun sedetik kemudian ia membalas ciumanku.
Minwoo yang mengulum bibirku, aku yang
melingkarkan tanganku pada lehernya, ia yang menarikku lebih dekat padanya, aku
yang mulai kehabisan napas dan tersengal-sengal.. Apa kau tahu betapa senangnya
aku saat kami, berdua, benar-benar berciuman?
.
.
.
Kami berjalan masuk ke kafe ramai itu.
Kami mengambil meja kosong di sudut ruangan, tidak ada pilihan lain, semua meja
sudah penuh.
“Aku pesan makanan dulu,” kata Minwoo
sambil berjalan menuju tempat pemesanan yang sangat ramai. Ia harus mengantri
cukup lama di sana.
Setelah ini apa? Aku tidak tahu sama
sekali apa yang seharusnya kulakukan. Apa yang seharusnya Minwoo lakukan. Dan
apa yang seharusnya kami berdua lakukan. Aku mengambil ponselku. Memencet
beberapa tombol lalu memandang kosong pada layar ponselku. Foto Minwoo...
Ini konyol!
Aku sadar, aku sangat mencintainya.
Mencintai seorang namja dalam enam hari ini dan akan berakhir besok..
Aku memandang Minwoo yang masih tetap
mengantri..
Aniyo, kurasa semua ini akan berakhir
saat ini juga! Aku meraih tasku lalu melangkah keluar kafe dengan cepat. Dengan
rasa perih di dadaku dan air mata yang mengalir di pipiku. Aku tidak tahu
Minwoo melihatku berjalan keluar atau tidak tapi aku tahu ini akhirnya. Cukup
sudah..
.
.
.
“Oppa
saranghae, aku menyukaimu...” Aku menunduk malu. Ini perbuatan nekad namanya.
Aku menyukai namja manis di hadapanku, Sehun, sejak tiga bulan yang lalu. Aku
tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, dan Sehun-lah namja pertama yang membuat
jantungku berdetak dua bahkan tiga kali lebih cepat. Ia mengenalku dan kami
cukup dekat, karena kami mengikuti klub yang sama, seni lukis. Kami sering
bertemu di kelas seni dan kami juga sering jalan bersama. Ia punya senyum yang
manis dan ia namja yang baik...
“Waeyo?”
Sehun menatapku bingung.
Apa
ia tidak mendengar perkataanku? “E..e.. itu.. aku, aku menyukaimu, Oppa”
Sehun
menatapku tapi aku tidak tahu apa arti dari tatapan itu. Apa ia juga
menyukaiku? Atau sebaliknya?
Sehun
membungkuk dalam-dalam. “Mianhaeyo, Jieun... Aku tidak menyukaimu. Aku tidak
pantas untukmu..” Sehun menegakkan kepalanya lagi. “Lagipula... kau masih
terlalu kecil untuk berpacaran. Lebih baik kau fokus saja pada pelajaranmu..”
Sehun mengacak rambutku dengan lembut. Kelakuannya ini membuatku tambah sakit
hati. Kalau dia ingin menolakku, kenapa juga ia harus bersikap lembut padaku?
Lagipula.. dia menyebutku masih terlalu kecil untuk berpacaran?! Omo! Beda
usiaku dengannya hanya dua tahun. Dan tahun ini, usiaku akan menginjak 16
tahun!
Sejak
saat itu aku menjauhinya. Dan kupikir dia akan minta maaf padaku karena
perkataannya atau mungkin ia akan meminta supaya kami berteman saja, tapi
kenyataannya, ia tidak melakukan apa-apa. Dan seminggu setelah itu, aku
melihatnya berjalan dengan seorang yeoja yang mengenakan seragam SMP. Awalnya
kukira yeoja itu adalah adiknya atau sepupunya, atau sanak saudaranya.. tapi
aku salah! Dari teman-teman seangkatanku dan teman-teman seangkatannya,
kudengar Sehun sedang berpacaran dengan murid SMP! Dengan kata lain, yeoja yang
kulihat bersamanya adalah yeojachingu-nya..
Dasar
namja kejam!
Dia
bilang aku masih kecil, tapi ternyata dia berpacaran dengan yeoja yang lebih
kecil dariku! Seorang siswa SMP!
Sejak saat itu aku jadi tidak ingin
jatuh cinta lagi, atau lebih tepatnya, aku takut untuk jatuh cinta. Cinta hanya
akan membuatku kesal dan... sakit hati..
.
.
.
“Noona...”
“Mianheyo, Minwoo.. Aku sedang sibuk..”
Aku berjalan menuju meja pelanggan dengan cepat, tidak ingin Minwoo melanjutkan
perkataannya. Ini seperti deja vu. Dimana aku kembali menolaknya seperti
hari-hari sebelum seminggu terakhir ini. Aigoo.. Seminggu ya? Hahaha~ aku
tertawa sinis dalam hati. Hari ini adalah hari terakhir masa seminggu yang
dikatakan Minwoo. Seminggu yang membuatku ingin terus mengingatnya sekaligus
ingin segera menguburnya dalam”. Entah mengapa, kepulanganku secara diam-diam
kemarin, membuatku menyadari bahwa yang salah dalam hal ini adalah aku. Si
yeoja pabo yang memercayai sesuatu yang bahkan awalnya kuragukan sendiri.
Setelah aku pergi, aku tidak tahu
bagaimana dengan Minwoo. Yang kutahu adalah ia tidak mengejarku dan tidak
berusaha mencariku. Aku terus berharap ia akan mengirimiku pesan yang
menanyakan mengapa aku pergi meninggalkannya, tapi ternyata tidak ada. Tidak
ada satupun pesan yang berasal darinya..
Seharian ini aku terus menghindarinya.
Sebisa mungkin bekerja jauh-jauh darinya, walau itu sangat susah karena ada saja
saat kami harus berpapasan. Dan saat itu juga Minwoo akan memanggilku dan
mencoba mengatakan sesuatu namun aku akan berjalan cepat menjauhinya. Tapi aku
tidak tahu sampai kapan aku akan terus menghindarinya, sampai berapa lama?
.
.
.
Pagi berlalu, siang berlalu, sore pun
berlalu. Aku sedang membereskan piring dan gelas-gelas yang akan segera kucui
pula. Semua kulakukan dengan tergesa. Aku ingin cepat pulang, ingin pulang
lebih cepat dari pada yang lain, atau lebih tepatnya, aku ingin pulang lebih
cepat dari Minwoo. Selama seminggu ini ia mengantarkanku pulang terus dan
kurasa malam ini pun ia akan mengantarku pulang. Tapi aku tidak mau itu
terjadi. Aku ingin menjauhinya, terus menjauhinya hingga ia lelah dan akhirnya
akan berhenti mengejarku. Aku tahu aku egois. Sebenarnya, bisa saja aku
mengatakan langsung padanya bahwa aku tahu apa yang sebenarnya, bahwa ia sudah
punya yeojachingu dan aku hanya mainannya saja tapi aku terlalu takut.
Bagaimana jika ia menyangkalnya? Atau yang lebih buruk, ia menertawakanku
karena telah masuk jebakannya? Aku tidak mau itu terjadi..
“Mianheyo, Boss..” Aku melongok ke
dalam ruang kerja Kim Donghyun. Ia sedang menghitung pendapatan hari ini dengan
Hyunseong. “Eh.. Maaf, aku boleh ijin pulang lebih dulu? Aku ada urusan mendadak,”
kataku bohong.
“Oh, tentu saja. Lagipula ini sudah
jam pulang kan? Pulanglah. Hati-hati di jalan, IU!” kata Boss sambil
melambaikan tangan.
“Arraseo. Aku permisi..” Aku keluar
kefe dengan langkah cepat. Semua pegawai melihatku dan tidak seperti biasanya,
aku tidak berpamitan pada mereka. Aku tidak ingin Minwoo tahu aku pulang lebih
cepat dan ia akan mengejarku lalu bertanya mengapa.
Aku berjalan menyusuri trotoar untuk
sampai ke halte. Menunggu tidak begitu lama di sana lalu naik bus menuju
apartemenku. Kupandangi jalanan Seoul yang ramai walau hari sudah malam.
“Semuanya.. kembali seperti semula..” gumamku.
Aku pulang sendirian lagi. Merasa
kelelahan sendiri dan kesepian..
Huft~
Aku mendorong pintu apartemenku lalu
menyalakan lampu. Merebahkan diri ke sofa sebentar sebelum akhirnya pergi ke
kamar mandi. Aku mandi dan berendam selama 15 menit lalu meminum susu dingin
yang ada di kulkas. “Kurasa aku tidak akan apa-apa malam i..”
Ting tong.. Bel apartemenku berbunyi.
Dengan malas aku berjalan menuju pintu apartemenku. Aku melirik jam dinding di
ruang tamu. Sudah jam 11 malam, siapa orang kurang kerjaan yang datang semalam
ini?!
Aku membuka pintu tanpa bertanya dulu
siapa orang itu lewat intercom. “Ada a..” perkataanku tertahan saat melihat
Minwoo berdiri di depan pintu apartemenku. Wajahnya dingin dan tanpa ekspresi.
Aku terpaku menatapnya sebelum menutup pintu dengan cepat. Sial! Aku gagal.
Gerak Minwoo lebih cepat dariku, kakinya menahan pintu. Ia mendorong pintu
dengan kasar, membuatku terdorong ke belakang, lalu menutup pintu dengan kasar
pula. Ia mendekatiku dengan cepat lalu mendorongku ke dinding. Sebelum aku
mengerti apa yang dilakukannya, ia mencium bibirku dengan kasar dan penuh
emosi. Aku terpaku sesaat sebelum akhirnya mendorongnya menjauhiku.
“Apa yang kau..” Minwoo mendorongku ke
dinidng lagi, kali ini lebih kasar, lalu menciumku bertubi-tubi. Ia menekanku
ke dinding dan membuatku sesak napas. Dadaku sakit sekali, aku tidak bisa
bernapas. Karena kesakitan, air mataku mengalir. Minwoo membuka matanya dan
melihatku menangis. Ia melepaskanku. Aku merosot ke lantai karena tidak kuat
menahan tubuhku sendiri..
“Hhh.. hh..” Dadaku naik turun karena
terengah-engah.
Minwoo duduk di lantai di hadapanku.
Memandangiku dengan mata tajamnya.
Aku tidak menyangka. Sungguh tidak
menyangka bahwa ia akan datang ke apartemenku malam ini. Apa ia sadar aku
pulang meninggalkannya lalu datang kemari?
“Waeyo, Noona?” katanya setelah kami
diam beberapa saat. “Ada apa denganmu? Kenapa kau menghindariku terus? Sebenarnya
apa salahku padamu? Kukira kau sudah tidak membenciku, kukira kau sudah merubah
pandanganmu terhadapku. Kukira kau sudah bisa menerimaku. Kukira aku bisa membuatmu
jatuh cinta padaku. Tapi kenapa jadi begini? Apa semua perkiraanku padamu
salah?! Apa semua yang telah kulakukan padamu selama seminggu ini tidak
berarti?!”
“Cukup!” Aku membentaknya. “Kenapa kau
terus menghujani dengan pertanyaan? Kalau begitu aku ingin tanya padamu! Kenapa
kau mengejarku? Dan kenapa harus aku? Kenapa
tidak yeoja lain saja? Apa kau tidak tahu bahwa usiaku lebih tua darimu? Dan kenapa
kau tetap mengejarku walau sebenarnya kau sudah puya yeojachingu?! Apa kau
ingin mempermainkanku?!” Selesai. Semuanya sudah kuungkapkan.
Minwoo menatapku bingung. “Apa
maksudmu? Yeojachingu? Kau bicara apa sebenarnya?”
Aku menatapnya kesal. “Hentikan! Jangan
membodohiku lagi! Aku melihatmu beberapa hari yang lalu, kau memeluknya dengan
penuh sayang dan ia menangis padamu dan memanggilmu oppa! Apa itu bukti yang
kurang?!”
Minwoo mengernyitkan dahi. Ia merogoh
dompetnya lalu menunjukkan sebuah foto yang terselip di dalamnya. “Apa yeoja
ini yang kaumaksud?”
Aku melirik foto itu. Nae, yeoja di
foto itu adalah yeoja yang sama dengan yeoja yang berpelukan dengan Minwoo
beberapa hari lalu. Aku memalingkan wajahku dan ak menjawab. Kurasa Minwoo
mengerti bahwa aku mengiyakan pertanyaannya.
“Ini Eunbin..” kata Minwoo pelan,
membuatku menoleh padanya. “Kau pernah bertanya di mana adikku kan? Aku menjawab
ia tinggal bersama orangtuaku..”
Aku terbelalak. Kurasa aku bisa
menebak perkataan Minwoo selanjutnya.
Minwoo mengacungkan foto itu. “Yeoja
dalam foto ini adalah Eunbin, adik perempuanku satu-satunya. Kau mengerti?”
Aku bingung harus mengatakan apa. Jadi
selama ini aku salah sangka? Aku menangis karena salah mengira adik Minwoo
adalah yeojachingunya? Omona.. betapa pabonya aku!!
Aku bangkit berdiri ingin segera masuk
ke kamarku karena aku begitu malu pada Minwoo. Baru dua langkah aku berjalan,
Minwoo memelukku dari belakang. “Jangan pergi. Apa setelah ini kau akan
menghindariku lagi?”
Aku menunduk. Aku sendiri juga tidak
tahu.
“Aku tidak peduli bagaimana sikapmu
selama ini, kenapa kau menghindariku akhir-akhir ini, tentang pertengkaran
konyol ini. Bahkan tentang usiamu yang lebih tua dariku... itu semua tidak
penting. Yang penting adalah aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Dan kuharap
kau juga memiliki perasaan yang sama..” Ia memutar bahuku, membuatku berhadapan
dengannya. Ia memegang kedua pipiku lalu mengangkat wajahku. “Nan neol
saranghaeyo, Noona.. Would you be my.. girlfriend?”
Dia ingin menjadikanku sebagai
yeojachingunya? Astaga.. Aku menangis terharu lalu mengangguk.
Minwoo tersenyum senang lalu memelukku
erat. “Aku mencintaimu, Noona! Jeongmal saranghaeyo!”
.
.
.
2 tahun kemudian
“Chagiya, bisa kau membantuku?”
Aku menoleh pada Minwoo yang membawa beberapa
kantong plastik belanjaan. Jika ini dua tahun yang lalu, aku akan menolaknya
mentah-mentah. “Nae!” Aku berlari padanya dan membantunya membawa kantong
plastik itu. “Kenapa kau belanja banyak sekali?”
“Tidak apa kan? Aku ingin mengadakan
pesta di apartemenku pada malam tahun baru nanti.” Minwoo tersenyum padaku.
Deg
Suara itu lagi...
Huft~
Walau aku sudah berpacaran dengannya
selama dua tahun, tapi tetap saja jantungku selalu berdegup kencang saat ia
tersenyum. Aneh sekali. Apa Minwoo itu listrik yang selalu membuat jantungku
berdegup kencang hanya dengan senyumnya ya?
“Tapi kenapa kau harus belanja malam
ini? Bukankah kita mau jalan-jalan di malam natal? Bagaimana kita bisa
berkeliling dengan bawaan sebanyak ini?” Aku bertanya ketus padanya.
“Aish... Chagiya, jangan marah
begitu... bagaimana kalo kita menghabiskan malam natal di apartemenku saja?”
Minwoo mengedipkan sebelah matanya.
“A-apa?”
“Ayolaaah...” kata Minwoo dengan
manja. Ia mencium pipi kananku lalu menggandeng tanganku yang memakai sarung
tangan warna merah pemberian darinya. Sarung tangan yang sama dengan sarung
tangan yang sedang Minwoo kenakan sekarang.
Aku berlari bersama Minwoo di jalanan
kota Seoul yang sedang hujan salju...
END
Howaa... FFnya so Sweet >.<
BalasHapusMinwoo ma IU eonnie cocok banget !! >.<
howaaa...
Hapusakhirnya ada juga yg coment di ff-ku ^^
gomawoyo :D
Bestfriend jga ya?
Cheonma..
HapusIya, Bestfriend juga thor..^^
uwaaa senengnya ada bestfriend lgi d sini
Hapusska ma siapa? minwoo?
FFnya bagus cheel :D
BalasHapusgomawo :)
HapusLucu, meanrik, romance
BalasHapusceritanya ini kaya kebalikan dari coffe latte yang pernah aku baca keke ><