Tittle : Don’t
Touch My...? (part 4)
Author : Micheel Ppyong a.k.a Kang
Minhee
Genre : Romance
Rating : PG-16 (bener ga sih? --a)
Legth : Part (Chapter) >> 4302 words
Main Cast : No Eunbin (OC)
Jo Kwangmin
Key
PS : Ga tau deh mau ngomong apa. Soalnya aku dah coba ngepost ff ini hampi 5 kali, tapi ga bisa-bisa :(
FF ini agak panjang dari biasanya, banyak flashback, n agak yadong XD Baca aja deh :)
Bakal selesai di part 5! Tunggu ya? Gamsa^^
***
“Kalian suami
istri baru ya? Wah, wah.. kalian menikah di usia yang sangat muda ne?” Ahjumma
di hadapan kami menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku ingin membantah perkataan
wanita itu tapi Kwangmin tiba-tiba menggenggam erat tanganku.
“Ne, Ajuhmma. Kami
sudah merasa saling cocok dan orang tua kami pun menyetujui pernikahan kami.
Hanya saja kami ingin berlibur di tempat ini. Ini adalah tempat kami pertama
kali bertemu..” katanya dengan senyum manis, yang dibuat-buat.
“Jadi, bisakah
kami menyewa kamar di penginapan ini?” lanjutnya.
“Ye.. Untung saja
kalian berdua suami istri, karna kebetulan sekali tinggal satu kamar yang
kosong.. Eottokhe..?”
“Geurae.. Memang
itu yang kami cari..”
Mwo?! Dia bilang
apa? Memang itu yang KAMI cari?! Yang benar saja!
“Arra. Mari
kuantar kalian ke kamar itu..” Ahjumma menuntun kami melewati lorong kecil
penginapan itu.
Dengan kasar
kutarik kemeja baru Kwangmin, yang sengaja kami beli karna kami tidak membawa
apapun saat memutuskan pergi ke kota di pinggir pantai Seoul ini.
“Wae?” ia menatap
bingung padaku. Keningnya berkerut saat ia menatapku.
“Pabo!” kataku
sambil menunjukkan wajah sebalku.
“Silahkan...” Ahjumma
itu memberikan sebuah kunci kamar ke pada Kwangmin. “Ini satu-satunya kamar
tersisa. Tapi tenang saja, kamar ini memiliki pemandangan paling bagus
dibanding kamar yang lain..”
“Ne. Kami
mengerti. Gomapseumnida, Ahjumma..”
Kami membungkuk
sedikit padanya, sebagai ungkapan terima kasih.
“Ne. Selamat
beristirahat.. dan selamat bersenang-senang” kata wanita peruh baya itu dengan
senyum jahil.
Be,bersenang-senang?
A,apa maksudnya?
“Nae, Ahjumma..”
kata Kwangmin dengan senyum misterius.
Nae?
Jika oppaku tahu bahwa aku tidur sekamar
dengannya, bisa habis Jo Kwangmin itu!!
“Tunggu apa lagi?
Kajja~” Kwangmin menarik tanganku masuk ke kamar itu.
“Waaah...” aku
mendekati balkon kamar ini. Benar kata Ahjumma tadi, pemandangan dari kamar ini
indah sekali. aku bisa melihat pantai dan laut yang terpampang di depanku. Dari
ujung ke ujung.
“Indah, ne?” tanya
Kwangmin yang berdiri di sampingku.
Aku menoleh
padanya dan melihat jarak kami yang begitu dekat. Ya, namja ini!!
“Pergi jauh-jauh
dariku, Kwang!”
“Eh? Apa maksudmu?
Kau mau aku meninggalkanmu di sini? Sendirian?”
“Ah! Pabo..!”
Drrrrt.. drrrrt...
Tiba-tiba ponselku
bergetar. Ada pesan masuk...
From : Key-oppa
Eunbin-ah, odiseo? Kenapa kau tidak ada
saat aku menjemputmu?
Ah, kenapa aku
lupa tentang Key-oppa?! Gawat, gawat..!
“Nuguya?” tanya
Kwangmin saat melihatku membaca pesan itu.
Sambil mengetik
balasan pesan Key-oppa, tanpa sadar aku menjawab pertanyaan Kwangmin.
“Key-oppa..”
Eh?
Raut wajah
Kwangmin berubah menjadi dingin. Ia berjalan pelan menuju tempat tidur lalu
membantingkan diri ke atasnya.
“Kwang..?”
...
Apa namja itu
sudah tidur?
To : Key-oppa
Mianhaeyo, oppa. Ada suatu masalah..
Kuklik tombol send pada layar ponselku. Mengirim pesan
tersebut dan menunggu balasannya..
...naega piryohae... naega piryohae... uwoo...
Alunan lagu K Will
I Need You membuatku mengangkat poselku. Key-oppa.
“Yeobuseo?”
“Eunbin-ah.. ada
masalah apa sebenarnya?” tanya Key oppa diseberang sana.
Jadi Key oppa
masih belum tahu tentang pertunangan malam ini?
“Eh.. Ani.
Gwaenchanayo, oppa.. Tidak perlu kau pikir... Uwaa..”
Tiba-tiba Kwangmin
menarikku ke arahnya, membuatku jatuh ke atasnya yang sedang telentang di
tempat tidur.
“Eunbin..?
Eunbin-ah? Waeyo?” terdengar suara Key oppa yang khwatir di ujung telepon.
“Kwang! Lepaskan
aku!” kataku meronta memintanya melepaskan tangannya yang melingkar di tubuhku.
“Kwangmin!!”
“Wae?” Ia mengeratkan
pelukannya di pinggangku.
“Lepaskan aku!”
Weet
Kwangmin
membalikkan posisinya menjadi di atasku dan aku di bawahnya.
Deg deg deg
Aigo, apa yang ia
lakukan?!
“Aku tidak suka..”
katanya tiba-tiba.
Eh? Aku menatap
matanya yang dingin. Wajahnya begitu dekat denganku dan semakin lama semakin
dekat karena ia berusaha memperkecil jarak kami. Ia akan menciumku? Kupenjamkan
mata karna intuisiku tentang apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
“No Eunbin!!”
terdengar kembali suara Key oppa.
Krekk
Aku tercengang
saat melihat adegan cepat itu.
Tiba-tiba saja
Kwangmin meninggalkanku dan bangkit berdiri meraih ponselku yang masih
mengiangkan suara Key oppa yang khawatir. Dengan kesal, Kwangmin membanting
posel itu ke lantai kayu di bawahnya. Ponsel itu (ponselku) pecah berkeping-keping..
“A-apa yang kau
lakukan?!” bentakku kasar padanya. Aku berlutut memunguti pecahan ponselku itu.
“Suda kubilang aku
tidak suka..” jawab Kwangmin dingin.
“Tidak suka?!
Tidak suka apa?! Kenapa kau bertingkah konyol se..” ucapanku terhenti ketika
Kwangmin menempelkan bibirnya ke bibirku. Ia menarikku paksa mendekatinya.
Mataku membulat
ketika ia mulai menyentuh tengkukku. Aku berusaha mendorongnya dengan seluruh
kekuatanku, tapi kekuatanku tidak sebanding dengan namja ini.
Sampai aku pasrah dan diam saja, tidak
membalas ciumannya dan tidak juga berusaha melepaskannya.
Karna aku hanya
diam saja, Kwangmin melepaskan ciumannya. “Aku tidak suka kau memanggilnya
dengan sebutan ‘oppa’..”
PLAKK
Aku menamparnya
keras. Aku tidak peduli ia suka atau tidak jika aku memanggil Key dengan
sebutan oppa. Aku tidak peduli itu. Ia merusak ponselku, satu-satunya alat yang
dapat menghubungkanku dengan Key dan oppaku. Ia juga menciumku paksa. Dan itu
semua membuat air mataku meleleh.
Aku berlari keluar
kamar itu. Ia tidak mengejar atau bahkan meneriakkan namaku, itu tidak penting.
Yang penting adalah aku membencinya! Dia kekanakan, tidak bisa berpikiran
dewasa!
“Agasshi?” Ahjumma
pemilik penginapan ini melihatku berlari ke arah pantai. Mungkin ia bingung
kenapa aku berlari sambil menangis, bukankah ia hanya tahu bahwa aku dan
Kwangmin adalah sepasang suami isteri?
Arggh, siapa
peduli!
Aku duduk di pasir
hangat di bawahku, kusembunyikan tubuhku di balik batu besar di tepi pantai. “Dasar
pabo!” Aku merutukki namja itu. Kenapa ia sering sekali membuatku kesal?! Tapi
kenapa juga ia sering membuatku berdebar-debar karna kehadirannya..?
***
“Kau kan seorang yeoja? Mana boleh ikut
lomba naik sepeda?” bocah kecil berambut hitam itu menatap lembut padaku yang
berdiri di hadapannya.
“Memang kenapa? Apa hanya namja yang boleh
lomba balap sepeda?” tanyaku bingung padanya. Aku tidak dapat menerima
perkataan namja di hadapanku.
“Tentu saja tidak boleh!”
“Tapi apa yang harus kulakukan saat kau,
hyungmu, dan oppaku bermain sepeda?”
“Pergi saja dengan teman perempuanmu. Ajak
mereka main boneka atau ayah-ibu-anak saja..” kata bocah itu sambil tersenyum
mengejek. “Lagi pula kau masih belum bisa mengendarai sepeda kan?”
“A-apa?! Aku bisa menaikinya! Oppa sudah
sering mengajarkannya padaku!”
“Jinjjayo?”
“Nde!!”
“Arraseo! Kalau kau tidak bisa mengalahkanku
dalam balap sepeda, kau harus memanggilku ‘oppa’ seperti yeoja-yeoja seusiamu!”
“Ehmm...” Aku menatap ke ujung sepatuku.
Memanggil Kwangmin dengan sebutan oppa? Huh, oppaku saja tidak pernah
memanggilnya hyung! Dan aku tidak punya alasan untuk memanggilnya seperti itu.
Ia tidak pantas dengan sebutan itu!
“Arra. Aku setuju!” jawabku akhirnya.
“Baik. Aku tunggu kau di taman, besok jam 2
siang!” Kwangmin berlalu dari hadapanku. Ia tersenyum mengejek sebelum masuk ke
dalam rumah.
Huh, menyebalkan!
---skip---
Keesokkan harinya...
“Sudah siap?” tanya Kwangmin padaku yang
duduuk di atas sepeda berwarna kuning.
“Ne!!”
“Arra. Kita mulai! Hana.. dul.. set..!”
Kami itu mengayuh sepeda masing-masing dengan
kekuatan maksimal. Sama-sama bertekad untuk menang.
Sampai di tikungan, seekor kucing lewat di
depan kami. Namun akulah yang mengalami kesialan, kucing itu berada tepat di
jalur yang kulewati sehingga membuatku berusaha untuk mengerem sekuat mungkin.
Bruaaak
“Ahh!”
Aku terlempar dari sepedaku dan terjatuh
berguling di tanah aspal yang kasar.
Kwangmin menghentikkan laju sepedanya lalu
berlari mendekati yeodongsaeng sahabatnya, yang tidak lain adalah aku.
“Eunbin-ah? Gwaenchanayo?”
“Sakiit...” kataku sambil terisak pelan. Aku
memegang siku kiriku yang sakit sekali sebelum akhirnya mati rasa.
“Sini kulihat..” Kwangmin menyentuh perlahan
sikuku, membuatku terpekik perlahan. “Kurasa, kau patah tulang..”
***
“Sudah kubilang, balap sepeda itu sangat
berbahaya. Kau adalah seorang yeoja, tidak boleh melakukannya..” kata Kwangmin
mencibir padaku yang terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Aku hanya diam dan menatap tak percaya pada
Kwangmin. Bocah itu yang mengajakku lomba balap sepeda, dan sekarang? Ia pula
yang menyalahkanku saat aku mengalami patah tulang karna balap sepeda.
“Itu kan karna ada seekor kucing yang lewat
di depanku..”
“Jeongmal? Aku tidak melihatnya?! Jangan
membuat alasan karna kau kalah..”
“Apa?! Kau jahat sekali, Kwang!”
“Apa?! Bukankah sudah kubilang bahwa balap
sepeda itu berbahaya bagi yeoja?”
Aku diam mendengar perkataan terakhir
Kwangmin.
“Sudah. Tepati saja janjimu..”
Aku menunduk dalam-dalam. Aku tidak terima
jika harus kalah dari bocah di depanku. “O-opp..pa..”
Kwangmin tertawa senang mendengarnya.
“Gomawo, Eunbin..”
***
Kejadian itu
terjadi saat aku berusia 9 tahun. Dan aku menemukan alasan mengapa Kwangmin
tidak cukup pantas kupanggil dengan sebutan ‘oppa’.
Ia kekanakan,
sangat kekanakan. Tapi entah mengapa aku menyukai namja pabo itu...
***
“Kwang-ah, Young-ah!” Eomma mendekati
Youngmin dan Kwangmin yang sedang bermain bola di taman itu. Ia menggandengku yang
setahun lebih muda dari mereka. “Bisakah kalian membantu Ahjumma?”
“Waeyo, Ahjumma?” tanya Youngmin yang
berlari kecil mendekati kami.
“Em.. Minwoo sedang sakit, Ahjumma harus
membawanya ke rumah sakit. Ahjussi saat ini sedang berada di luar kota, ia
tidak bisa pulang sekarang. Ahjumma akan mengantar Minwoo sebentar lagi, tapi
tidak ada pembantu di rumah. Bisakah Ahjumma titip Eunbin pada kalian?”
Youngmin tersenyum manis. “Ne, Ahjumma..”
“Arraseo..” Eomma berjongkok di hadapanku.
“Chagiya, kau bermain dulu dengan Youngmin oppa dan Kwangmin oppa, ne? Eomma
akan segera pulang begitu oppamu selesai berobat, ne?”
Selalu seperti ini. Eomma selalu
menganggapku seperti gadis kecil berusia 6 tahun. “Ne, Eomma. Eomma tenang
saja..” Aku tersenyum padanya. Ingin meyakinkannya bahwa aku tidak akan
kenapa-kenapa.
Ia mengelus rambutku perlahan lalu mengecup
pipi kiriku. “Eomma pergi dulu, Eunbin, Young-ah!” Ia melambaikan tangan lalu
masuk ke mobil yang telah menunggu di depan taman kecil itu. mobil itu melaju
dengan Eomma dan Oppaku di dalamnya. Aku terus memandangi mobil itu hingga
benar-benar menghilang di ujung jalan.
“Eunbin-ah..” Youngmin mengulurkan tangannya
padaku. Ia tersenyum manis seperti pangeran-pangeran di negeri dongeng. Pantas
saja banyak chinguku yang naksir padanya.
Aku menerima uluran tangannya dan berjalan
perlahan dengannya menuju Kwangmin yang masih asyik bermain bola.
“Kwang!” teriak Youngmin memanggil
namdongsaengnya.
“Ne?” Kwangmin menoleh pada kami dengan
masih menendang-nendang bola. Ia tampak terkejut melihatku bersama hyungnya.
Bola yang ditendangnya melayang ke arah kami
dan..
Duak
“Ah!” Bola itu mengenaiku.aku jatuh terduduk
di tanah. Kenapa selalu seperti ini? Kenapa aku selalu celaka jika bertemu
dengan Kwangmin?
“Gwaenchanayo?” Youngmin berlutut di
hadapanku dan menatapku dengan khawatir.
“Ah..” Untuk pertama kalinya setelah
bertahun-tahun lamanya, aku terpesona dengan tatapan Youngmin padaku. Aiiih..
kenapa aku baru menyadari bahwa chingu oppaku ini sangat tampan?! “Gwae..
gwaenchana..” jawabku terbata.
“Kajja!” ia mengulurkan tangan kanannnya
lagi yang segera saja kuterima. Ia membantuku bangkit berdiri.
“Mianhae..” kata Kwangmin begitu sampai di
depanku. Ia memasang wajah memelas, yang kutahu hanya kepura-puraannya saja.
“Bermainlah yang benar, Kwang!” kata
Youngmin sedikit keras.
Ah, aku yakin tak lama lagi aku akan jatuh
hati padanya!
“Jeongmal mianhae, Hyung..”
“Ah, sudahlah. Ayo kita main..” Youngmin
mengacak rambutku pelan.
***
“Kawi, bawi, bo...”
“Kau jadi setannya, Hyung!” kata Kwangmin
gembira. Ia melompat-lompat kegirangan.
“Arra..” Youngmin melangkah gontai menuju
pohon besar di tengah taman. Ia menanggkupkan kedua tangannya ke pohon itu lalu
menutup kedua matanya dan mulai berhitung. “Satu.. dua..”
Kwangmin dan aku berlari cepat mencari
tempat bersembunyi. Aku masuk ke rumah buatan di sudut taman, berharap Youngmin
tak dapat menemukanku.
“Sepuluh... Sudah?” Youngmin berhenti
menghitung. Ia membuka matanya dan berlari-lari mencari kami.
Satu menit..
Dua menit...
Tiga menit....
“Kenapa lama sekali, ne?”
Lima menit.....
Sepuluh menit......
Karna terlalu lama menunggu, aku jatuh
tertidur di dalam rumah-rumahan itu..
***
Author Pov
“Kwangmin-ah? Eunbin-ah?” Youngmin masih
mencari dongsaengnya dan Eunbin.
Srek
Semak-semak di balik pohon itu bergerak. Itu
dia!
Youngmin mendekatinya lalu berteriak, “Ba!!”
“Uwaaa..!” Kwangmin melompat dari tempat
persembunyiannya. “YA! Hyung, kenapa kau suka sekali mengagetkanku?!”
“Hahaha.. Mianhe, Kwang.. Aku hanya senang
melihatmu terkejut seperti itu..”
“Hisss..” Kwangmin mendengus kesal.
“Sekarang tinggal Eun..”
“Young-ah!!” seorang yeoja berlari mendekati
Youngmin. Ia tampak tersengal-sengal. “Young-ah.. hh..”
“Yoonhee-ah? Waeyo?”
“Ah, itu!! hh.. Kucingku..” air mata Yoonhee
menetes perlahan, membuat dua aliran sungai di pipinya. “Kucingku.. ia.. i-ia
tt-tertabrak.. huhu..”
“Ah.. Odiseo? Kita ke sana sekarang..”
Youngmin memeluk bahu Yoonhee lalu menuntun yeoja itu berjalan.
Baru beberapa langkah, ia menoleh pada
Kwangmin. “Tolong kau cari Eunbin..”
“Ne...” Kwangmin mengangguk perlahan.
***
“Huhuhu... Kenapa kau tidak cepat
menemukanku?” Eunbin melongok ke luar rumah-rumahan itu. Langit sudah berganti
menjadi kemerahan. Sudah sore..
“Youngmin oppa...” Ia kembali menangis.
Pasalnya, Eunbin sangat takut dengan kegelapan, sama seperti oppanya. “Aku
takuuut...”
“Eunbin-ah?” terdengar suara memanggilnya.
“Hikss..” Eunbin menutup mulutnya. Siapa
orang itu? Apa ia orang jahat?
“Eunbin-ah? Kaukah itu..?”
Eunbin dapat melihat siluet seseorang yang
melongok ke dalam rumah-rumahan. Ia merapatkan tubuhnya ke sudut dan menutup
mata. “Eomma..” lirihnya.
“Eunbin-ah!” seseorang mendekatinya lalu
memeluknya. “Astaga! Sudah, jangan menangis lagi.. Mianhe karna aku tidak
segera menemukanmu..”
Eunbin membuka matanya dan melihat Youngmin
sedang memeluknya. “Oppaaaa...”
Youngmin memeluknya lebih erat dan mengelus
rambutnya. “Ulijima.. Aku di sini..”
Eunbin memeluknya lebih erat. “Aku takut..
takut sekalii..”
“Ne. Aku tahu. Mian, ne?”
“Ne. Aku tahu. Mian, ne?”
Eunbin mengangguk singkat pada Youngmin.
“Ayo kita pulang..” Youngmin membantunya
keluar dari rumah-rumahan itu. Mereka berjalan beriringan meninggalkan taman
itu. Dan Youngmin masih saja memeluk Eunbin.
“Oppa?”
“Hem..?”
“Aku..” Eunbin melepaskan pelukannya lalu
menatap Youngmin. Matanya membulat ketika melihat rambut Youngmin yang tidak
berwarna keemasan seperti seharusnya. Bukan keemasan, tapi hitam kecokelatan.
“Kau..?”
“Wae, Eunbin?”
“Kau Kwangmin?!”
***
Sejak
hari itu, aku selalu memperhatikan Kwangmin dari jauh. Betapa malunya aku saat
menyadari bocah itu bukanlah Youngmin melainkan Kwangmin. Dan lebih parahnya
lagi, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh saat memandang Kwangmin.
Dan
akhirnya aku menyadari. Hari itu, saat usiaku 12 tahun, aku menemukan cinta
pertamaku, Jo Kwangmin...
***
Kubuka
mataku dan kulihat hari sudah gelap. Aku masih duduk di pasir pantai. Masih
bersembunyi di balik batu besar ini. Dan baru kusadari aku tertidur di tempat
ini cukup lama.
Kutatap
langit di malam ini. Aku sudah tidak takut pada gelap lagi, entah sejak kapan
itu terjadi. Mungkin sejak Kwangmin menemukanku yang sedang menangis sore itu.
“Huft~”
kupandangi bintang-bintang di langit. Sudah lama aku tidak melihat bintang
sebanyak ini. Bahkan, langit Seoul yang kotor terkadang membuat satu pun
bintang tidak dapat muncul.
“Sampai
kapan kau akan diam di sini?” Sebuah suara membuatku menoleh.
“Kwangmin?”
tanyaku tercekat. “Se-sejak kapan kau di sini?!”
“Sejak
kau tertidur?” Ia duduk di sampingku lalu menyandarkan bahu dan kepalanya ke
batu besar ini.
Aku
terdiam mendengar ucapnnya.
“Mianhe..”
katanya perlahan. “Mian. Aku tidak tahu kenapa, tapi tiap kali kau bersamaku,
selalu saja kau menangis..” ia menatapku sendu. “Apa aku begitu menyebalkan
bagimu?”
Aku balas
menatapnya dan terkejut dengan perkataanya yang sama sekali tidak terduga.
“Apa kau
sangat membenciku?” tanyanya lagi.
Aku diam
terpaku. Apa ia bodoh? Sudah berapa kali
aku mengatakan padanya bahwa aku mencintainya?
“Eunbin-ah...”
Ia memegangi wajahku dengan kedua tangannya yang besar. “Apa kau membenciku?”
Apa aku
membencinya?
“Eunbin-ah,
jebal~ Jawab aku..”
Kutatap
matanya yang begitu hitam itu. Ada suatu dorongan yang membuatku mendekatkan
wajahku padanya dan...
Menciumnya..
Bisa
kulihat Kwangmin terkejut karna perbuatanku yang tak terduga ini.
Aku hanya
menempelkan bibirku pada bibirnya yang hangat. Tidak melakukan apa-apa selain
itu.
Tapi
tidak halnya dengan Kwangmin, ia merengkuhku ke dalam pelukannya lalu mengulum
bibirku lembut. Ciumannya begitu lembut, bahkan lebih lembut dari ciuman Key
padaku.
Kwangmin
menahan tengkukku dan menarikku lebih dekat padanya. Menciumku lebih panas dan
intens. Tanpa sadar, aku mengalungkan tanganku ke lehernya, tak ingin
menyisakan jarak di antara aku dan ia.
Kami
terus berciuman hingga aku kehabisan napas. Rasanya sesak dan aku butuh oksigen
untuk memenuhi paru-paruku yang kosong selama beberapa menit itu.
Kudorong
perlahan dada Kwangmin dan kulepaska ciumanku padanya.
Kwangmin
menatapku bingung. “Wae?”
“Aku... hh..
Aku kehabisan napas... hh...”
Kwangmin
menatapku tak percaya lalu tertawa kecil. “Hahaha... Astaga, kupikir kau
kenapa..”
***
“Mianhe,
ne?” Kwangmin berhenti berjalan dan menatapku penuh harap.
“Hem..”
Aku mengangguk pelan padanya.
“Gomawoyo,
Eun-ah~” Ia berjalan lagi di depanku, namun baru beberapa langkah, ia berbalik
dan berjalan cepat padaku. Ia meraih tangan kananku lalu mengenggamnya erat.
Kami berjalan lagi menyusuri pantai di malam hari, dengan tangan yang saling
bertaut.
“Aku
ingin terus seperti ini terus..” gumam Kwangmin pelan sekali.
“Mwo?”
tanyaku tidak begitu jelas mendengarkannya.
“Ani.
Gwaenchana..” Ia tersenyum manis padaku. Senyum termanis yang pernah kulihat
darinya..
***
“Kau bisa
tidur di sana..” Kwangmin menunjuk satu-satunya tempat tidur yang terdapat di
kamar itu. “Biar aku tidur di sofa..”
“Eh?”
“Sudah..”
Kwangmin mendorongku pelan ke tempat tidur, menidurkanku di sana lalu
menyelimutiku sampai dagu. “Tidurlah..” katanya lembut. Ia berbalik menuju sofa
lalu berbaring di sana.
“Kwangmin-ah~”
“Hem?”
“Apa
tidak apa jika kau tidur di sana?”
“Memang
kenapa? Kau ingin aku tidur bersamamu?” tanya Kwangmin jahil.
Tak Kwangmin
sangka, aku menjawab, “Ne..”
Kwangmin bangkit
dari tidurnya lalu mendekatiku dengan cepat. “Jinjjayo? Kau serius?”
Aku
mengangguk singkat.
“Omo!
Eunbin-ah, apa kau tidak takut?”
“Takut?”
aku menatapnya bingung, “Takut apa?”
“Takut
pada ini...” Kwangmin naik ke atas tempat tidur lalu meletakkan kedua tanganya
ke samping kanan kiriku. Ia mendekatkan wajahnya padaku lalu menciumku ganas
sebelum aku sempat mengerti apa yang sedang dilakukannya.
“Kwang-ah..?”
aku memanggil namanya di sela-sela ciuman kami.
“Hemm?”
balasnya tanpa melepaskan bibirku. Ia mencium lebih dalam dan kasar, tidak
seperti di pantai tadi.
“A-ani...
hh..” aku mulai tersengal dan kehabisan napas tapi tidak mencoba melepaskan
bibirnya yang melumat bibirku. Ia meraih tengkukku dan membawaku lebih dekat
dengannya. Ia membelai rambutku dan aku mulai merengkuh lehernya dengan kedua
tanganku.
Lalu
tiba-tiba sebuah sinyal berbunyi di kepalaku saat Kwangmin mulai memasukkan
tangannya ke dalam kausku.
“A-andwae!!”
Kudorong dia cepat sebelum terlambat. Jika terlambat beberapa detik saja, maka
aku yakin, aku tidak akan bisa menolaknya.
“Wae?
Hh.. kau.. kehabisan napas lagi? hh..” tanya tersengal-sengal.
Aku
menggeleng pelan. “Ja-jangan..hh.. jangan kita lanjutkan..”
Kwangmin
tersenyum kecil padaku. “Akhirnya kau tahu kan apa maksudku?”
Aku mengangguk
padanya.
“Ne, aku
mengerti. Kita lanjutkan saat kau sudah jadi isteriku nanti..” Ia tersenyum
simpul padaku.
Kita
lanjutkan saat aku sudah jadi isterinya nanti?!! Apa maksudnya?!
“Sudah,
tidur saja..” Kwangmin menyelimutiku lagi karna selimut itu sudah turun dari
posisi awalnya di daguku tadi. Ia berhenti sebentar dan menatapku. “Bolehkah
aku tidur di sampingmu? Aku tidak akan melanjutkannya, yakseo!” Kwangmin
mengacungkan jari kelingkingnya padaku.
Aku
mengaitkan jari kelingkingku pada jari kelingkingnya. Aku tahu Kwangmin adalah
namja yang bisa kupercaya. “Arraseo..”
Ia
merebahkan tubuhnya di sampingku lalu masuk ke dalam selimut yang kugunakan
pula. “Selamat tidur, Eun-ah~” ia mengecup keningku singkat lalu menutup
matanya.
Ah, ada
apa dengannya hari ini? kenapa jadi manis sekali?
Cess
Wajahku
panas saat mengingat perkataannya siang tadi pada Ahjumma pemilik penginapan
ini.
“Ne, Ajuhmma. Kami sudah merasa saling cocok
dan orang tua kami pun menyetujui pernikahan kami....”
“Ye..
Untung saja kalian berdua suami istri, karna kebetulan sekali tinggal satu
kamar yang kosong.. Eottokhe..?”
“Geurae.. Memang itu yang kami cari..”
Kyaaa >//<
Ini gawat
sekaliii!!
“Eung?”
Suara kecil
Kwangmin mengagetkanku. Apa ia mengingau? Kulihat matanya masih terpejam. Ia
bergerak-gerak sedikit lalu meletakkan sebelah tangannya pada pinggangku.
“Kwang-ah?”
Sett
Ia menarikku ke
pelukannya. Membuatku berhadapan langsung dengan dadanya yang bidang itu. “Jo
Kwangmin?!”
Tidak ada jawaban
dari namja itu. Mungkin ia benar-benar tidur dan mengigau...
Kututup mataku,
berusaha untuk tidur dan tak berniat menjauh dari namja itu. Pelukannya
membuatku nyaman. Tanpa sadar aku berkata pelan, “Saranghae...”
Dan antara sadar dan
tak sadar, aku mendengar Kwangmin berkata sangat pelan dan lembut, hampir
membuatku merasa bahwa itu hanya khayalanku. “Nado..”
***
Author
Pov
“Maafkan
saya, Tuan.. Saya tidak dapat menemukannya..”
Duak
Jinki
melempar buku tebal yang sedang dipegangnya ke arah anak buahnya itu. Rasa
kesalnya sudah tak dapat ditahan lagi. “Apa yang kau lakukan, bodoh?! (maap
kasar TT TT) Kenapa mencari seorang yeoja berumur 16 tahun saja kau tak bisa?!”
“Bukan
begitu, Tuan.. Gadis itu kabur bersama seorang namja..”
“Jadi,
kau tak bisa mengatasi seorang pemuda?!”
“Bukan
hanya itu, Tuan.. Mereka dapat bantuan dari dua orang teman laki-lakinya..”
Jinki
memicingkan matanya pada anak buah itu. “Mendapat bantuan dari teman-temannya?”
“N-ne..”
kata anak buah itu sambil mengangguk-ngangguk ketakutan.
Jinki
tampak berpikir serius. “Baiklah. Jika begitu, kita juga akan minta bantuan
teman-teman mereka itu. Kita gunakan mereka untuk membuat gadis itu keluar dari
tempat persembunyiannya...”
***
Sinar
matahari menembus jendela kamar Eunbin. Gadis itu menggeliat seperti yang biasa
ia lakukan tiap pagi.
“Eung?”
Kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak? Ia membuka mata dan melihat seorang namja
tidur di sampingnya dengan wajah tepat di hadapan wajahnya. Ia melirik ke bawah
dan melihat tangan namja itu melingkar di pinggangnya.
“K-kwangmin..”
Eunbin berusaha mendorong pelan namja yang masih tertidur pulas itu.
“Ehm...”
“Lepas!”
“Ani.
Sebentar saja..”
Bzzz.. Ia
pasrah dengan namja ini. sekuat apapun ia mendorongnya, hasilnya nihil. Ia
tidak lebih kuat dari namja ini. Ditatapnya wajah tampan Jo Kwangmin. Walau
banyak yang bilang Jo Youngmin lebih tampan dan manis dibanding saengnya ini,
menurut Eunbin Kwangmin sangat tampan dan manis. Apalagi saat ia tertidur
seperti ini. Wajahnya seperti bayi..
Eunbin
menyentuh bulu mata Kwangmin perlahan. Aiih.. Kenapa ada namja yang memiliki
bulu mata lebat dan lentik seperti ini?!
“Kwangmin-ah!
Ireona!!” Eunbin sudah tak sabar. Ia mendorong namja itu sekuat tenaga.
Brukk
“Ya! Apa
yang kau lakukan?! Aku bilang kan sebentar saja?!” Kwangmin bangkit dari
jatuhnya di lantai kamar itu.
“Habis
kau lama sekali bangun. Aku jadi tak bisa bergerak karna kau tak cepat
melepasku..”
“Arra. Itu
memang salahku..” Kwangmin beranjak menuju kamar mandi dan mengunci pintunya
rapat-rapat.
Tokk tokk
tokk
Eunbin
menggedor-gedor pintu,“Kwangmina, kau marah padaku?”
Tak ada
jawaban.
“Kwangmin..
Jo Kwangmin..”
“Ne. Aku marah
padamu!”
Baru saja
mereka berbaikan karna masalah handphone kemarin sore, sekarang Kwangmin marah
padanya karna Eunbin mendorongnya hingga jatuh ke lantai. “Yak! Dasar namja
menyebalkan!!”
***
“Wah,
kalian sudah bangun rupanya..” Ahjumma penginapan itu menyapa mereka yang baru
saja keluar dari kamar.
“Ne,
ahjumma..” jawab mereka bersamaan.
“Arraseo.
Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kalian, mari kuantar kalian ke ruang makan..”
Ahjumma berjalan di depan mereka dan menuntun mereka menuju ruang makan.
“Jo
Kwangmin! Kau masih marah padaku?” bisik Eunbin pelan. Ia berusaha
mensejajarkan langkah mereka karna sedari tadi Kwangmin berusaha menjauhinya.
“Ani..”
“Gotjimal..”
“Ya
sudah..”
“Kwang~”
“Silahkan..”
Ahjumma membukakan pintu ruang itu lalu menyuruh mereka masuk.
Mereka masuk
dan duduk di kursi meja makan.
“Kalian
makan yang banyak ya~” kata Ahjumma seraya menutup pintu ruangan itu.
Kwangmin dan
Eunbin makan dalam diam.
“Kwangmin..”
“Ehm?”
“Mianhe..
Jeongmal mianhe..” kata Eunbin memelas.
“Sudahlah.
Aku sudah tak memikirkannya..” Kwangmin mengambil daging dengan sumpitnya lalu
memakannya dengan lahap.
“Jinjjayo?”
tanya Eunbin sumringah.
“Ne..”
“Gomawo!!”
Kwangmin mengangguk
pelan dan mereka melanjutkan sarapan mereka dengan lahap.
***
“Uwaaaaa...!!!”
Eunbin berlari-lari riang di pantai. Tangannya diangkat tinggi dan senyumnya
merekah. Mereka memutuskan untuk jalan-jalan seharian keliling pantai ini.
Karna kemarin Eunbin hanya tertidur di pantai dan Kwangmin hanya
mencari-carinya sepanjang sore.
“Kwang!!”
Eunbin melambai-lambaikan tangannya, mengajak Kwangmin bermain air sepertinya.
“Ne!!”
Mereka bermain
air sepuasnya. Saling membasahi satu sama lain dan tertawa gembira sepanjang
sore. Sampai matahari terbenam dan mereka akhirnya hanya duduk bersebelahan
sambil menikmati matahari yang tenggelam.
“Kau
senang?” tanya Kwangmin pada Eunbin.
“Ne!!”
“Bagaimana
jika besok kita harus kembali ke Seoul?”
Pertanyaan
Kwangmin yang tiba-tiba itu membuat Eunbin terkejut. “Apa maksudmu? Kau tidak
suka pergi denganku?”
“Ah, ani.
Bukan itu maksudku..”
“Kalau
begitu jangan bertanya lagi!!” kata Eunbin ketus. Padahal ia ingin sekali
menikmati tempat indah ini, tapi Kwangmin merusak suasana sore itu.
“Arraseo..”
***
“Kali ini
aku tidur di sofa saja. Aku tidak mau kejadian tadi pagi terulang kembali..”
Kwangmin meraih bantal di tempat tidur lalu meletakkannya di ujung sofa. “Selamat
tidur, Eunbin..” katanya sambil membaringkan tubuh lalu menutup mata.
“Selamat
tidur Kwang..” Eunbin juga menutup matanya, berusaha untuk tidur, tapi seakan
ingat sesuatu, Eunbin bangkit berdiri lalu mendekati Kwangmin yang tertidur di
sofa. Ia menyampirkan selimut di tubuh Kwangmin lalu kembali ke tempat
tidurnya.
Kwangmin yang
ternyata masih terjaga tersenyum mengetahui perbuatan Eunbin barusan. “No
Eunbin..” gumamnya pelan sekali. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia bangkit dan
menuju laci kecil disampingnya, tempat di mana ia menyimpan ponselnya. Ia mengaktifkan
ponsel itu untuk mengabari keadaannya dan Eunbin yang baik-baik saja kepada
hyungnya dan Minwoo.
Diketiknya
pesan pada Minwoo..
Kami di sini baik-baik saja. Jangan khawatir..
Send..
Tak berapa
lama sebuah pesan balasan dari Minwoo masuk. Kwangmin membacanya dan terkejut
karna isi pesan itu. Ia segera mengambil jaket dan kunci motor Minwoo. Lalu pandangannya
tertumbuk pada Eunbin yang sedang tidur pulas.
Ia mengambil
secarik kertas dan bolpoin lalu menulis sesuatu di atasnya. “Mianhe, Eunbin..”
kata Kwangmin sambil mengecuk kening yeoja itu. “Mianhe..”
***
BRUM BRUM
Sepeda
motor besar itu melaju kencang dengan Kwangmin sebagai pengemudinya. Ia kalap,
ia tahu itu. Jika saja pesan singkat Minwoo itu tak dibacanya, mungkin saat ini
ia akan tetap tidur nyenyak di sofa penginapan itu dan tak harus meninggalkan
Eunbin sendirian di sana.
“Mian,
Eunbin..” berulang kali Kwangmin menggumamkan kata itu. Hatinya perih saat
harus meninggalkan Eunbin. Tapi ini semua dilakukannya karna terpaksa. Minwoo dan
Hyungnya dalam bahaya! Tidak! Bukan itu saja! Bisa-bisa orang yang tidak
terlibat dalam masalah ini akan terluka juga!!
Brumm
Kwangmin
tancap gas, membuat laju motornya lebih kencang. Ia harus cepat! Harus cepat!!
***
Eunbin bangun
di pagi hari dan mendapati sofa tempat Kwangmin tidur semalam telah kosong. Ia mencari
di kamar mandi dan tidak menemukannya. Ia keluar kamar dan mencari di setiap
ruangan penginapan itu, tapi hasilnya nihil.
Ia kembali
ke kamar, lebih baik ia menunggu. Mungkin Kwangmin akan segera kembali. Ia duduk
di pinggir kasur dan pandangannya menangkap secarik kertas di atas meja kecil
di samping tempat tidur ini.
Kertas itu
seperti surat, tapi tulisannya acak-acakan seperti orang yang menulisnya sangat
tergesa-gesa. Eunbin membaca surat itu.
Eunbin-ah,
mianhe..
Aku harus
segera kembali ke Seoul. Maaf aku meninggalkanmu. Kembalilah ke Seoul juga,
kita bertemu di sana...
Jo Kwangmin
Ia pergi meninggalkanku? batin Eunbin. Kejam sekali kau Jo Kwangmin!! Lihat saja
nanti, kau akan menyesal karna meninggalkanku di sini!!!
Tok tok
tok
Pintu kamar
itu diketuk. Eunbin bergegas membukanya. Ahjumma penginapan ini berdiri di
depan pintu. Wajahnya tampak khawatir.
“Waeyo,
Ahjumma?” tanya Eunbin bingung.
“Eh..
itu..”
“Ahjumma?”
“Di depan
ada beberapa orang yang mencarimu..”
***
“Lepas!! Lepaskan
aku, pabo!!!” Eunbin berteriak berontak saat beberapa namja bertubuh besar
membawanya paksa.
“Mian,
Nona. Tapi ini sudah tugas kami..” kata seorang di antara mereka.
“Ahjumma..!
Tolong aku!” Eunbin berteriak minta tolong pada Ahjumma penginapan itu. Tapi
wanita paruh baya itu hanya bisa menatap iba pada Eunbin.
“Gomapseumnida.
Terima kasih karna sudah menjaga nona saya. Tuan besar mencarinya. Ia kabur
dari rumah karna ingin menikah dengan namja yang tidak disetujui orang tuanya. Kami
mohon Anda mengerti...” kata laki-laki berpakaian hitam yang pernah ditemui
Eunbin di sekolah kemarin lusa kepada Ahjumma penginapan itu.
Setelah itu
Eunbin tidak mendengar apa yang laki-laki itu ucapkan karna ia dipaksa masuk ke
dalam mobil.
“Lepaskan
aku!! Kalian bisa dipecat karna kasar padaku!!”
“Maaf,
Nona. Kami hanya melaksanaka tugas kami membawa nona menuju pesta pernikahan
nona dengan tuan muda..”
“Apa?!! Pesta
pernikahan?!!”
“Ne,
nona..”
Tidak!! Ini konyol!! Kwangmin, apa yang
harus kulakukan?! Kenapa kau tidak datang dan membawaku lari seperti hari itu?!
Jo Kwangmin, kau di mana?!!!
TBC
Yaaah...Sayang bersambung -.-
BalasHapusciyus thor,cuma 5 episode?-.-
kenapa rada2...... -.-
akh,bukannya author Micheel Ppyong masih dibawah umur buat......-.-
Atau authornya jangan2 sudah......... -.-*plak!!dilempar golog-.-
haghaghag :D,berjuang terus thor!!!!Kwangmin-Eunbin belum merdeka :D duuh,deg2an nih thor -.-''
Fighthing terus thorr!!!Saiya selalu setia menunggu,huohoho XD
Gyaaa....... >.<
BalasHapusBENER-BENER KEREN!!
Btw, cuman LIMA episode?!
Gimana kalo dipanjangin aja cheel ??!! *PLAK
hehehhehe... ditunggu next part XD
@leonita : *lempar golok aku masih suci!! ga pernah ngapa"in! ciyus!! >.<V
BalasHapusmungkin karna kesringan baca novel metropop, aku ga begitu suka teenlit. apa lagi aku suka bgt baca novel terjemahan. btw, aku ngefans bgt ama Agnes Jessica, Esti Kinasih (kalo karyanya dia, walaupun Teenlit, aku suka bgt. apa lagi Trilogi Jingga & Senja), aliaZalea (dewasa kan novel"nya?) ama Stephanie Meyer. XD *ga nanya ya? XD
jadi gitu deh :P
@admin & leonita : kalo diterusin lebih panjang, takut ceritanya muter" n bulet kyk sinetron. ini aja aku usahain biar ceritanya ga ngebosenin, tapi kyknya gagal. lagipula aku masih byk ide cerita yang belom dibuat nih. kalo lama" di otak, bisa meledak nih. mungkin aku bakal buat sequelnya. kyk di novelku sebelumnya, Mr. Hot Choco kan ada tuh cerita Minwoo & IU yg juga merupakan tokoh di Hot Choco. jadi tunggu aja, mungkin aku bakal ngebuat crita ttg tokoh lain di ff ini.
thx berat ya udah mau baca ffku, selalu mau nunggu, n selalu support aku. pegn nangis wktu baca coment" reader, terharu bgt :')
makasih banyak ^^
sorry....
comentnya banyak bgt ya :O
keren....
BalasHapusawalnya aku kira bakal NC ternyata ngak kekekke ^_^