ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Rabu, 19 Desember 2012

Don't Touch My...?? [part 4]





Tittle           : Don’t Touch My...? (part 4)
Author         : Micheel Ppyong a.k.a Kang Minhee
Genre          : Romance
Rating         : PG-16 (bener ga sih? --a)
Legth           : Part (Chapter) >> 4302 words
Main Cast   : No Eunbin (OC)
                       Jo Kwangmin
                       Key

PS : Ga tau deh mau ngomong apa. Soalnya aku dah coba ngepost ff ini hampi 5 kali, tapi ga bisa-bisa :(
       FF ini agak panjang dari biasanya, banyak flashback, n agak yadong XD Baca aja deh :)
       Bakal selesai di part 5! Tunggu ya? Gamsa^^

***

“Kalian suami istri baru ya? Wah, wah.. kalian menikah di usia yang sangat muda ne?” Ahjumma di hadapan kami menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku ingin membantah perkataan wanita itu tapi Kwangmin tiba-tiba menggenggam erat tanganku.
“Ne, Ajuhmma. Kami sudah merasa saling cocok dan orang tua kami pun menyetujui pernikahan kami. Hanya saja kami ingin berlibur di tempat ini. Ini adalah tempat kami pertama kali bertemu..” katanya dengan senyum manis, yang dibuat-buat.

“Jadi, bisakah kami menyewa kamar di penginapan ini?” lanjutnya.
“Ye.. Untung saja kalian berdua suami istri, karna kebetulan sekali tinggal satu kamar yang kosong.. Eottokhe..?”
“Geurae.. Memang itu yang kami cari..”
Mwo?! Dia bilang apa? Memang itu yang KAMI cari?! Yang benar saja!
“Arra. Mari kuantar kalian ke kamar itu..” Ahjumma menuntun kami melewati lorong kecil penginapan itu.
Dengan kasar kutarik kemeja baru Kwangmin, yang sengaja kami beli karna kami tidak membawa apapun saat memutuskan pergi ke kota di pinggir pantai Seoul ini.
“Wae?” ia menatap bingung padaku. Keningnya berkerut saat ia menatapku.
“Pabo!” kataku sambil menunjukkan wajah sebalku.
“Silahkan...” Ahjumma itu memberikan sebuah kunci kamar ke pada Kwangmin. “Ini satu-satunya kamar tersisa. Tapi tenang saja, kamar ini memiliki pemandangan paling bagus dibanding kamar yang lain..”
“Ne. Kami mengerti. Gomapseumnida, Ahjumma..”
Kami membungkuk sedikit padanya, sebagai ungkapan terima kasih.
“Ne. Selamat beristirahat.. dan selamat bersenang-senang” kata wanita peruh baya itu dengan senyum jahil.
Be,bersenang-senang? A,apa maksudnya?
“Nae, Ahjumma..” kata Kwangmin dengan senyum misterius.
Nae?
 Jika oppaku tahu bahwa aku tidur sekamar dengannya, bisa habis Jo Kwangmin itu!!
“Tunggu apa lagi? Kajja~” Kwangmin menarik tanganku masuk ke kamar itu.
“Waaah...” aku mendekati balkon kamar ini. Benar kata Ahjumma tadi, pemandangan dari kamar ini indah sekali. aku bisa melihat pantai dan laut yang terpampang di depanku. Dari ujung ke ujung.
“Indah, ne?” tanya Kwangmin yang berdiri di sampingku.
Aku menoleh padanya dan melihat jarak kami yang begitu dekat. Ya, namja ini!!
“Pergi jauh-jauh dariku, Kwang!”
“Eh? Apa maksudmu? Kau mau aku meninggalkanmu di sini? Sendirian?”
“Ah! Pabo..!”
Drrrrt.. drrrrt...
Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada pesan masuk...

From : Key-oppa
Eunbin-ah, odiseo? Kenapa kau tidak ada saat aku menjemputmu?

Ah, kenapa aku lupa tentang Key-oppa?! Gawat, gawat..!
“Nuguya?” tanya Kwangmin saat melihatku membaca pesan itu.
Sambil mengetik balasan pesan Key-oppa, tanpa sadar aku menjawab pertanyaan Kwangmin. “Key-oppa..”
Eh?
Raut wajah Kwangmin berubah menjadi dingin. Ia berjalan pelan menuju tempat tidur lalu membantingkan diri ke atasnya.
“Kwang..?”
...
Apa namja itu sudah tidur?

To : Key-oppa
Mianhaeyo, oppa. Ada suatu masalah..

Kuklik tombol send pada layar ponselku. Mengirim pesan tersebut dan menunggu balasannya..
...naega piryohae... naega piryohae... uwoo...
Alunan lagu K Will I Need You membuatku mengangkat poselku. Key-oppa. “Yeobuseo?”
“Eunbin-ah.. ada masalah apa sebenarnya?” tanya Key oppa diseberang sana.
Jadi Key oppa masih belum tahu tentang pertunangan malam ini?
“Eh.. Ani. Gwaenchanayo, oppa.. Tidak perlu kau pikir... Uwaa..”
Tiba-tiba Kwangmin menarikku ke arahnya, membuatku jatuh ke atasnya yang sedang telentang di tempat tidur.
“Eunbin..? Eunbin-ah? Waeyo?” terdengar suara Key oppa yang khwatir di ujung telepon.
“Kwang! Lepaskan aku!” kataku meronta memintanya melepaskan tangannya yang melingkar di tubuhku. “Kwangmin!!”
“Wae?” Ia mengeratkan pelukannya di pinggangku.
“Lepaskan aku!”
Weet
Kwangmin membalikkan posisinya menjadi di atasku dan aku di bawahnya.
Deg deg deg
Aigo, apa yang ia lakukan?!
“Aku tidak suka..” katanya tiba-tiba.
Eh? Aku menatap matanya yang dingin. Wajahnya begitu dekat denganku dan semakin lama semakin dekat karena ia berusaha memperkecil jarak kami. Ia akan menciumku? Kupenjamkan mata karna intuisiku tentang apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
“No Eunbin!!” terdengar kembali suara Key oppa.
Krekk
Aku tercengang saat melihat adegan cepat itu.
Tiba-tiba saja Kwangmin meninggalkanku dan bangkit berdiri meraih ponselku yang masih mengiangkan suara Key oppa yang khawatir. Dengan kesal, Kwangmin membanting posel itu ke lantai kayu di bawahnya. Ponsel itu (ponselku) pecah berkeping-keping..
“A-apa yang kau lakukan?!” bentakku kasar padanya. Aku berlutut memunguti pecahan ponselku itu.
“Suda kubilang aku tidak suka..” jawab Kwangmin dingin.
“Tidak suka?! Tidak suka apa?! Kenapa kau bertingkah konyol se..” ucapanku terhenti ketika Kwangmin menempelkan bibirnya ke bibirku. Ia menarikku paksa mendekatinya.
Mataku membulat ketika ia mulai menyentuh tengkukku. Aku berusaha mendorongnya dengan seluruh kekuatanku, tapi kekuatanku tidak sebanding dengan namja ini.
 Sampai aku pasrah dan diam saja, tidak membalas ciumannya dan tidak juga berusaha melepaskannya.
Karna aku hanya diam saja, Kwangmin melepaskan ciumannya. “Aku tidak suka kau memanggilnya dengan sebutan ‘oppa’..”
PLAKK
Aku menamparnya keras. Aku tidak peduli ia suka atau tidak jika aku memanggil Key dengan sebutan oppa. Aku tidak peduli itu. Ia merusak ponselku, satu-satunya alat yang dapat menghubungkanku dengan Key dan oppaku. Ia juga menciumku paksa. Dan itu semua membuat air mataku meleleh.
Aku berlari keluar kamar itu. Ia tidak mengejar atau bahkan meneriakkan namaku, itu tidak penting. Yang penting adalah aku membencinya! Dia kekanakan, tidak bisa berpikiran dewasa!
“Agasshi?” Ahjumma pemilik penginapan ini melihatku berlari ke arah pantai. Mungkin ia bingung kenapa aku berlari sambil menangis, bukankah ia hanya tahu bahwa aku dan Kwangmin adalah sepasang suami isteri?
Arggh, siapa peduli!
Aku duduk di pasir hangat di bawahku, kusembunyikan tubuhku di balik batu besar di tepi pantai. “Dasar pabo!” Aku merutukki namja itu. Kenapa ia sering sekali membuatku kesal?! Tapi kenapa juga ia sering membuatku berdebar-debar karna kehadirannya..?

***

“Kau kan seorang yeoja? Mana boleh ikut lomba naik sepeda?” bocah kecil berambut hitam itu menatap lembut padaku yang berdiri di hadapannya.
“Memang kenapa? Apa hanya namja yang boleh lomba balap sepeda?” tanyaku bingung padanya. Aku tidak dapat menerima perkataan namja di hadapanku.
“Tentu saja tidak boleh!”
“Tapi apa yang harus kulakukan saat kau, hyungmu, dan oppaku bermain sepeda?”
“Pergi saja dengan teman perempuanmu. Ajak mereka main boneka atau ayah-ibu-anak saja..” kata bocah itu sambil tersenyum mengejek. “Lagi pula kau masih belum bisa mengendarai sepeda kan?”
“A-apa?! Aku bisa menaikinya! Oppa sudah sering mengajarkannya padaku!”
“Jinjjayo?”
“Nde!!”
“Arraseo! Kalau kau tidak bisa mengalahkanku dalam balap sepeda, kau harus memanggilku ‘oppa’ seperti yeoja-yeoja seusiamu!”
“Ehmm...” Aku menatap ke ujung sepatuku. Memanggil Kwangmin dengan sebutan oppa? Huh, oppaku saja tidak pernah memanggilnya hyung! Dan aku tidak punya alasan untuk memanggilnya seperti itu. Ia tidak pantas dengan sebutan itu!
“Arra. Aku setuju!” jawabku akhirnya.
“Baik. Aku tunggu kau di taman, besok jam 2 siang!” Kwangmin berlalu dari hadapanku. Ia tersenyum mengejek sebelum masuk ke dalam rumah.
Huh, menyebalkan!

---skip---

Keesokkan harinya...
“Sudah siap?” tanya Kwangmin padaku yang duduuk di atas sepeda berwarna kuning.
“Ne!!”
“Arra. Kita mulai! Hana.. dul.. set..!”
Kami itu mengayuh sepeda masing-masing dengan kekuatan maksimal. Sama-sama bertekad untuk menang.
Sampai di tikungan, seekor kucing lewat di depan kami. Namun akulah yang mengalami kesialan, kucing itu berada tepat di jalur yang kulewati sehingga membuatku berusaha untuk mengerem sekuat mungkin.
Bruaaak
“Ahh!”
Aku terlempar dari sepedaku dan terjatuh berguling di tanah aspal yang kasar.
Kwangmin menghentikkan laju sepedanya lalu berlari mendekati yeodongsaeng sahabatnya, yang tidak lain adalah aku. “Eunbin-ah? Gwaenchanayo?”
“Sakiit...” kataku sambil terisak pelan. Aku memegang siku kiriku yang sakit sekali sebelum akhirnya mati rasa.
“Sini kulihat..” Kwangmin menyentuh perlahan sikuku, membuatku terpekik perlahan. “Kurasa, kau patah tulang..”

***

“Sudah kubilang, balap sepeda itu sangat berbahaya. Kau adalah seorang yeoja, tidak boleh melakukannya..” kata Kwangmin mencibir padaku yang terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Aku hanya diam dan menatap tak percaya pada Kwangmin. Bocah itu yang mengajakku lomba balap sepeda, dan sekarang? Ia pula yang menyalahkanku saat aku mengalami patah tulang karna balap sepeda.
“Itu kan karna ada seekor kucing yang lewat di depanku..”
“Jeongmal? Aku tidak melihatnya?! Jangan membuat alasan karna kau kalah..”
“Apa?! Kau jahat sekali, Kwang!”
“Apa?! Bukankah sudah kubilang bahwa balap sepeda itu berbahaya bagi yeoja?”
Aku diam mendengar perkataan terakhir Kwangmin.
“Sudah. Tepati saja janjimu..”
Aku menunduk dalam-dalam. Aku tidak terima jika harus kalah dari bocah di depanku. “O-opp..pa..”
Kwangmin tertawa senang mendengarnya. “Gomawo, Eunbin..”

***

Kejadian itu terjadi saat aku berusia 9 tahun. Dan aku menemukan alasan mengapa Kwangmin tidak cukup pantas kupanggil dengan sebutan ‘oppa’.
Ia kekanakan, sangat kekanakan. Tapi entah mengapa aku menyukai namja pabo itu...

***

“Kwang-ah, Young-ah!” Eomma mendekati Youngmin dan Kwangmin yang sedang bermain bola di taman itu. Ia menggandengku yang setahun lebih muda dari mereka. “Bisakah kalian membantu Ahjumma?”
“Waeyo, Ahjumma?” tanya Youngmin yang berlari kecil mendekati kami.
“Em.. Minwoo sedang sakit, Ahjumma harus membawanya ke rumah sakit. Ahjussi saat ini sedang berada di luar kota, ia tidak bisa pulang sekarang. Ahjumma akan mengantar Minwoo sebentar lagi, tapi tidak ada pembantu di rumah. Bisakah Ahjumma titip Eunbin pada kalian?”
Youngmin tersenyum manis. “Ne, Ahjumma..”
“Arraseo..” Eomma berjongkok di hadapanku. “Chagiya, kau bermain dulu dengan Youngmin oppa dan Kwangmin oppa, ne? Eomma akan segera pulang begitu oppamu selesai berobat, ne?”
Selalu seperti ini. Eomma selalu menganggapku seperti gadis kecil berusia 6 tahun. “Ne, Eomma. Eomma tenang saja..” Aku tersenyum padanya. Ingin meyakinkannya bahwa aku tidak akan kenapa-kenapa.
Ia mengelus rambutku perlahan lalu mengecup pipi kiriku. “Eomma pergi dulu, Eunbin, Young-ah!” Ia melambaikan tangan lalu masuk ke mobil yang telah menunggu di depan taman kecil itu. mobil itu melaju dengan Eomma dan Oppaku di dalamnya. Aku terus memandangi mobil itu hingga benar-benar menghilang di ujung jalan.
“Eunbin-ah..” Youngmin mengulurkan tangannya padaku. Ia tersenyum manis seperti pangeran-pangeran di negeri dongeng. Pantas saja banyak chinguku yang naksir padanya.
Aku menerima uluran tangannya dan berjalan perlahan dengannya menuju Kwangmin yang masih asyik bermain bola.
“Kwang!” teriak Youngmin memanggil namdongsaengnya.
“Ne?” Kwangmin menoleh pada kami dengan masih menendang-nendang bola. Ia tampak terkejut melihatku bersama hyungnya.
Bola yang ditendangnya melayang ke arah kami dan..
Duak
“Ah!” Bola itu mengenaiku.aku jatuh terduduk di tanah. Kenapa selalu seperti ini? Kenapa aku selalu celaka jika bertemu dengan Kwangmin?
“Gwaenchanayo?” Youngmin berlutut di hadapanku dan menatapku dengan khawatir.
“Ah..” Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya, aku terpesona dengan tatapan Youngmin padaku. Aiiih.. kenapa aku baru menyadari bahwa chingu oppaku ini sangat tampan?! “Gwae.. gwaenchana..” jawabku terbata.
“Kajja!” ia mengulurkan tangan kanannnya lagi yang segera saja kuterima. Ia membantuku bangkit berdiri.
“Mianhae..” kata Kwangmin begitu sampai di depanku. Ia memasang wajah memelas, yang kutahu hanya kepura-puraannya saja.
“Bermainlah yang benar, Kwang!” kata Youngmin sedikit keras.
Ah, aku yakin tak lama lagi aku akan jatuh hati padanya!
“Jeongmal mianhae, Hyung..”
“Ah, sudahlah. Ayo kita main..” Youngmin mengacak rambutku pelan.

***

“Kawi, bawi, bo...”
“Kau jadi setannya, Hyung!” kata Kwangmin gembira. Ia melompat-lompat kegirangan.
“Arra..” Youngmin melangkah gontai menuju pohon besar di tengah taman. Ia menanggkupkan kedua tangannya ke pohon itu lalu menutup kedua matanya dan mulai berhitung. “Satu.. dua..”
Kwangmin dan aku berlari cepat mencari tempat bersembunyi. Aku masuk ke rumah buatan di sudut taman, berharap Youngmin tak dapat menemukanku.
“Sepuluh... Sudah?” Youngmin berhenti menghitung. Ia membuka matanya dan berlari-lari mencari kami.
Satu menit..
Dua menit...
Tiga menit....
“Kenapa lama sekali, ne?”
Lima menit.....
Sepuluh menit......
Karna terlalu lama menunggu, aku jatuh tertidur di dalam rumah-rumahan itu..

***

Author Pov

“Kwangmin-ah? Eunbin-ah?” Youngmin masih mencari dongsaengnya dan Eunbin.
Srek
Semak-semak di balik pohon itu bergerak. Itu dia!
Youngmin mendekatinya lalu berteriak, “Ba!!”
“Uwaaa..!” Kwangmin melompat dari tempat persembunyiannya. “YA! Hyung, kenapa kau suka sekali mengagetkanku?!”
“Hahaha.. Mianhe, Kwang.. Aku hanya senang melihatmu terkejut seperti itu..”
“Hisss..” Kwangmin mendengus kesal.
“Sekarang tinggal Eun..”
“Young-ah!!” seorang yeoja berlari mendekati Youngmin. Ia tampak tersengal-sengal. “Young-ah.. hh..”
“Yoonhee-ah? Waeyo?”
“Ah, itu!! hh.. Kucingku..” air mata Yoonhee menetes perlahan, membuat dua aliran sungai di pipinya. “Kucingku.. ia.. i-ia tt-tertabrak.. huhu..”
“Ah.. Odiseo? Kita ke sana sekarang..” Youngmin memeluk bahu Yoonhee lalu menuntun yeoja itu berjalan.
Baru beberapa langkah, ia menoleh pada Kwangmin. “Tolong kau cari Eunbin..”
“Ne...” Kwangmin mengangguk perlahan.

***

“Huhuhu... Kenapa kau tidak cepat menemukanku?” Eunbin melongok ke luar rumah-rumahan itu. Langit sudah berganti menjadi kemerahan. Sudah sore..
“Youngmin oppa...” Ia kembali menangis. Pasalnya, Eunbin sangat takut dengan kegelapan, sama seperti oppanya. “Aku takuuut...”
“Eunbin-ah?” terdengar suara memanggilnya.
“Hikss..” Eunbin menutup mulutnya. Siapa orang itu? Apa ia orang jahat?
“Eunbin-ah? Kaukah itu..?”
Eunbin dapat melihat siluet seseorang yang melongok ke dalam rumah-rumahan. Ia merapatkan tubuhnya ke sudut dan menutup mata. “Eomma..” lirihnya.
“Eunbin-ah!” seseorang mendekatinya lalu memeluknya. “Astaga! Sudah, jangan menangis lagi.. Mianhe karna aku tidak segera menemukanmu..”
Eunbin membuka matanya dan melihat Youngmin sedang memeluknya. “Oppaaaa...”
Youngmin memeluknya lebih erat dan mengelus rambutnya. “Ulijima.. Aku di sini..”
Eunbin memeluknya lebih erat. “Aku takut.. takut sekalii..”
“Ne. Aku tahu. Mian, ne?”
Eunbin mengangguk singkat pada Youngmin.
“Ayo kita pulang..” Youngmin membantunya keluar dari rumah-rumahan itu. Mereka berjalan beriringan meninggalkan taman itu. Dan Youngmin masih saja memeluk Eunbin.
“Oppa?”
“Hem..?”
“Aku..” Eunbin melepaskan pelukannya lalu menatap Youngmin. Matanya membulat ketika melihat rambut Youngmin yang tidak berwarna keemasan seperti seharusnya. Bukan keemasan, tapi hitam kecokelatan. “Kau..?”
“Wae, Eunbin?”
“Kau Kwangmin?!”

***

Sejak hari itu, aku selalu memperhatikan Kwangmin dari jauh. Betapa malunya aku saat menyadari bocah itu bukanlah Youngmin melainkan Kwangmin. Dan lebih parahnya lagi, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh saat memandang Kwangmin.
Dan akhirnya aku menyadari. Hari itu, saat usiaku 12 tahun, aku menemukan cinta pertamaku, Jo Kwangmin...

***

Kubuka mataku dan kulihat hari sudah gelap. Aku masih duduk di pasir pantai. Masih bersembunyi di balik batu besar ini. Dan baru kusadari aku tertidur di tempat ini cukup lama.
Kutatap langit di malam ini. Aku sudah tidak takut pada gelap lagi, entah sejak kapan itu terjadi. Mungkin sejak Kwangmin menemukanku yang sedang menangis sore itu.
“Huft~” kupandangi bintang-bintang di langit. Sudah lama aku tidak melihat bintang sebanyak ini. Bahkan, langit Seoul yang kotor terkadang membuat satu pun bintang tidak dapat muncul.
“Sampai kapan kau akan diam di sini?” Sebuah suara membuatku menoleh.
“Kwangmin?” tanyaku tercekat. “Se-sejak kapan kau di sini?!”
“Sejak kau tertidur?” Ia duduk di sampingku lalu menyandarkan bahu dan kepalanya ke batu besar ini.
Aku terdiam mendengar ucapnnya.
“Mianhe..” katanya perlahan. “Mian. Aku tidak tahu kenapa, tapi tiap kali kau bersamaku, selalu saja kau menangis..” ia menatapku sendu. “Apa aku begitu menyebalkan bagimu?”
Aku balas menatapnya dan terkejut dengan perkataanya yang sama sekali tidak terduga.
“Apa kau sangat membenciku?” tanyanya lagi.
Aku diam terpaku. Apa ia bodoh? Sudah berapa kali aku mengatakan padanya bahwa aku mencintainya?
“Eunbin-ah...” Ia memegangi wajahku dengan kedua tangannya yang besar. “Apa kau membenciku?”
Apa aku membencinya?
“Eunbin-ah, jebal~ Jawab aku..”
Kutatap matanya yang begitu hitam itu. Ada suatu dorongan yang membuatku mendekatkan wajahku padanya dan...
Menciumnya..
Bisa kulihat Kwangmin terkejut karna perbuatanku yang tak terduga ini.
Aku hanya menempelkan bibirku pada bibirnya yang hangat. Tidak melakukan apa-apa selain itu.
Tapi tidak halnya dengan Kwangmin, ia merengkuhku ke dalam pelukannya lalu mengulum bibirku lembut. Ciumannya begitu lembut, bahkan lebih lembut dari ciuman Key padaku.
Kwangmin menahan tengkukku dan menarikku lebih dekat padanya. Menciumku lebih panas dan intens. Tanpa sadar, aku mengalungkan tanganku ke lehernya, tak ingin menyisakan jarak di antara aku dan ia.
Kami terus berciuman hingga aku kehabisan napas. Rasanya sesak dan aku butuh oksigen untuk memenuhi paru-paruku yang kosong selama beberapa menit itu.
Kudorong perlahan dada Kwangmin dan kulepaska ciumanku padanya.
Kwangmin menatapku bingung. “Wae?”
“Aku... hh.. Aku kehabisan napas... hh...”
Kwangmin menatapku tak percaya lalu tertawa kecil. “Hahaha... Astaga, kupikir kau kenapa..”

***

“Mianhe, ne?” Kwangmin berhenti berjalan dan menatapku penuh harap.
“Hem..” Aku mengangguk pelan padanya.
“Gomawoyo, Eun-ah~” Ia berjalan lagi di depanku, namun baru beberapa langkah, ia berbalik dan berjalan cepat padaku. Ia meraih tangan kananku lalu mengenggamnya erat. Kami berjalan lagi menyusuri pantai di malam hari, dengan tangan yang saling bertaut.
“Aku ingin terus seperti ini terus..” gumam Kwangmin pelan sekali.
“Mwo?” tanyaku tidak begitu jelas mendengarkannya.
“Ani. Gwaenchana..” Ia tersenyum manis padaku. Senyum termanis yang pernah kulihat darinya..

***

“Kau bisa tidur di sana..” Kwangmin menunjuk satu-satunya tempat tidur yang terdapat di kamar itu. “Biar aku tidur di sofa..”
“Eh?”
“Sudah..” Kwangmin mendorongku pelan ke tempat tidur, menidurkanku di sana lalu menyelimutiku sampai dagu. “Tidurlah..” katanya lembut. Ia berbalik menuju sofa lalu berbaring di sana.
“Kwangmin-ah~”
“Hem?”
“Apa tidak apa jika kau tidur di sana?”
“Memang kenapa? Kau ingin aku tidur bersamamu?” tanya Kwangmin jahil.
Tak Kwangmin sangka, aku menjawab, “Ne..”
Kwangmin bangkit dari tidurnya lalu mendekatiku dengan cepat. “Jinjjayo? Kau serius?”
Aku mengangguk singkat.
“Omo! Eunbin-ah, apa kau tidak takut?”
“Takut?” aku menatapnya bingung, “Takut apa?”
“Takut pada ini...” Kwangmin naik ke atas tempat tidur lalu meletakkan kedua tanganya ke samping kanan kiriku. Ia mendekatkan wajahnya padaku lalu menciumku ganas sebelum aku sempat mengerti apa yang sedang dilakukannya.
“Kwang-ah..?” aku memanggil namanya di sela-sela ciuman kami.
“Hemm?” balasnya tanpa melepaskan bibirku. Ia mencium lebih dalam dan kasar, tidak seperti di pantai tadi.
“A-ani... hh..” aku mulai tersengal dan kehabisan napas tapi tidak mencoba melepaskan bibirnya yang melumat bibirku. Ia meraih tengkukku dan membawaku lebih dekat dengannya. Ia membelai rambutku dan aku mulai merengkuh lehernya dengan kedua tanganku.
Lalu tiba-tiba sebuah sinyal berbunyi di kepalaku saat Kwangmin mulai memasukkan tangannya ke dalam kausku.
“A-andwae!!” Kudorong dia cepat sebelum terlambat. Jika terlambat beberapa detik saja, maka aku yakin, aku tidak akan bisa menolaknya.
“Wae? Hh.. kau.. kehabisan napas lagi? hh..” tanya tersengal-sengal.
Aku menggeleng pelan. “Ja-jangan..hh.. jangan kita lanjutkan..”
Kwangmin tersenyum kecil padaku. “Akhirnya kau tahu kan apa maksudku?”
Aku mengangguk padanya.
“Ne, aku mengerti. Kita lanjutkan saat kau sudah jadi isteriku nanti..” Ia tersenyum simpul padaku.
Kita lanjutkan saat aku sudah jadi isterinya nanti?!! Apa maksudnya?!
“Sudah, tidur saja..” Kwangmin menyelimutiku lagi karna selimut itu sudah turun dari posisi awalnya di daguku tadi. Ia berhenti sebentar dan menatapku. “Bolehkah aku tidur di sampingmu? Aku tidak akan melanjutkannya, yakseo!” Kwangmin mengacungkan jari kelingkingnya padaku.
Aku mengaitkan jari kelingkingku pada jari kelingkingnya. Aku tahu Kwangmin adalah namja yang bisa kupercaya. “Arraseo..”
Ia merebahkan tubuhnya di sampingku lalu masuk ke dalam selimut yang kugunakan pula. “Selamat tidur, Eun-ah~” ia mengecup keningku singkat lalu menutup matanya.
Ah, ada apa dengannya hari ini? kenapa jadi manis sekali?
Cess
Wajahku panas saat mengingat perkataannya siang tadi pada Ahjumma pemilik penginapan ini.

“Ne, Ajuhmma. Kami sudah merasa saling cocok dan orang tua kami pun menyetujui pernikahan kami....”
 “Ye.. Untung saja kalian berdua suami istri, karna kebetulan sekali tinggal satu kamar yang kosong.. Eottokhe..?”
“Geurae.. Memang itu yang kami cari..”

Kyaaa >//<
Ini gawat sekaliii!!
“Eung?”
Suara kecil Kwangmin mengagetkanku. Apa ia mengingau? Kulihat matanya masih terpejam. Ia bergerak-gerak sedikit lalu meletakkan sebelah tangannya pada pinggangku.
“Kwang-ah?”
Sett
Ia menarikku ke pelukannya. Membuatku berhadapan langsung dengan dadanya yang bidang itu. “Jo Kwangmin?!”
Tidak ada jawaban dari namja itu. Mungkin ia benar-benar tidur dan mengigau...
Kututup mataku, berusaha untuk tidur dan tak berniat menjauh dari namja itu. Pelukannya membuatku nyaman. Tanpa sadar aku berkata pelan, “Saranghae...”
Dan antara sadar dan tak sadar, aku mendengar Kwangmin berkata sangat pelan dan lembut, hampir membuatku merasa bahwa itu hanya khayalanku. “Nado..”

***

Author Pov
“Maafkan saya, Tuan.. Saya tidak dapat menemukannya..”
Duak
Jinki melempar buku tebal yang sedang dipegangnya ke arah anak buahnya itu. Rasa kesalnya sudah tak dapat ditahan lagi. “Apa yang kau lakukan, bodoh?! (maap kasar TT TT) Kenapa mencari seorang yeoja berumur 16 tahun saja kau tak bisa?!”
“Bukan begitu, Tuan.. Gadis itu kabur bersama seorang namja..”
“Jadi, kau tak bisa mengatasi seorang pemuda?!”
“Bukan hanya itu, Tuan.. Mereka dapat bantuan dari dua orang teman laki-lakinya..”
Jinki memicingkan matanya pada anak buah itu. “Mendapat bantuan dari teman-temannya?”
“N-ne..” kata anak buah itu sambil mengangguk-ngangguk ketakutan.
Jinki tampak berpikir serius. “Baiklah. Jika begitu, kita juga akan minta bantuan teman-teman mereka itu. Kita gunakan mereka untuk membuat gadis itu keluar dari tempat persembunyiannya...”

***
Sinar matahari menembus jendela kamar Eunbin. Gadis itu menggeliat seperti yang biasa ia lakukan tiap pagi.
“Eung?” Kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak? Ia membuka mata dan melihat seorang namja tidur di sampingnya dengan wajah tepat di hadapan wajahnya. Ia melirik ke bawah dan melihat tangan namja itu melingkar di pinggangnya.
“K-kwangmin..” Eunbin berusaha mendorong pelan namja yang masih tertidur pulas itu.
“Ehm...”
“Lepas!”
“Ani. Sebentar saja..”
Bzzz.. Ia pasrah dengan namja ini. sekuat apapun ia mendorongnya, hasilnya nihil. Ia tidak lebih kuat dari namja ini. Ditatapnya wajah tampan Jo Kwangmin. Walau banyak yang bilang Jo Youngmin lebih tampan dan manis dibanding saengnya ini, menurut Eunbin Kwangmin sangat tampan dan manis. Apalagi saat ia tertidur seperti ini. Wajahnya seperti bayi..
Eunbin menyentuh bulu mata Kwangmin perlahan. Aiih.. Kenapa ada namja yang memiliki bulu mata lebat dan lentik seperti ini?!
“Kwangmin-ah! Ireona!!” Eunbin sudah tak sabar. Ia mendorong namja itu sekuat tenaga.
Brukk
“Ya! Apa yang kau lakukan?! Aku bilang kan sebentar saja?!” Kwangmin bangkit dari jatuhnya di lantai kamar itu.
“Habis kau lama sekali bangun. Aku jadi tak bisa bergerak karna kau tak cepat melepasku..”
“Arra. Itu memang salahku..” Kwangmin beranjak menuju kamar mandi dan mengunci pintunya rapat-rapat.
Tokk tokk tokk
Eunbin menggedor-gedor pintu,“Kwangmina, kau marah padaku?”
Tak ada jawaban.
“Kwangmin.. Jo Kwangmin..”
“Ne. Aku marah padamu!”
Baru saja mereka berbaikan karna masalah handphone kemarin sore, sekarang Kwangmin marah padanya karna Eunbin mendorongnya hingga jatuh ke lantai. “Yak! Dasar namja menyebalkan!!”

***
“Wah, kalian sudah bangun rupanya..” Ahjumma penginapan itu menyapa mereka yang baru saja keluar dari kamar.
“Ne, ahjumma..” jawab mereka bersamaan.
“Arraseo. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kalian, mari kuantar kalian ke ruang makan..” Ahjumma berjalan di depan mereka dan menuntun mereka menuju ruang makan.
“Jo Kwangmin! Kau masih marah padaku?” bisik Eunbin pelan. Ia berusaha mensejajarkan langkah mereka karna sedari tadi Kwangmin berusaha menjauhinya.
“Ani..”
“Gotjimal..”
“Ya sudah..”
“Kwang~”
“Silahkan..” Ahjumma membukakan pintu ruang itu lalu menyuruh mereka masuk.
Mereka masuk dan duduk di kursi meja makan.
“Kalian makan yang banyak ya~” kata Ahjumma seraya menutup pintu ruangan itu.
Kwangmin dan Eunbin makan dalam diam.
“Kwangmin..”
“Ehm?”
“Mianhe.. Jeongmal mianhe..” kata Eunbin memelas.
“Sudahlah. Aku sudah tak memikirkannya..” Kwangmin mengambil daging dengan sumpitnya lalu memakannya dengan lahap.
“Jinjjayo?” tanya Eunbin sumringah.
“Ne..”
“Gomawo!!”
Kwangmin mengangguk pelan dan mereka melanjutkan sarapan mereka dengan lahap.

***

“Uwaaaaa...!!!” Eunbin berlari-lari riang di pantai. Tangannya diangkat tinggi dan senyumnya merekah. Mereka memutuskan untuk jalan-jalan seharian keliling pantai ini. Karna kemarin Eunbin hanya tertidur di pantai dan Kwangmin hanya mencari-carinya sepanjang sore.
“Kwang!!” Eunbin melambai-lambaikan tangannya, mengajak Kwangmin bermain air sepertinya.
“Ne!!”
Mereka bermain air sepuasnya. Saling membasahi satu sama lain dan tertawa gembira sepanjang sore. Sampai matahari terbenam dan mereka akhirnya hanya duduk bersebelahan sambil menikmati matahari yang tenggelam.
“Kau senang?” tanya Kwangmin pada Eunbin.
“Ne!!”
“Bagaimana jika besok kita harus kembali ke Seoul?”
Pertanyaan Kwangmin yang tiba-tiba itu membuat Eunbin terkejut. “Apa maksudmu? Kau tidak suka pergi denganku?”
“Ah, ani. Bukan itu maksudku..”
“Kalau begitu jangan bertanya lagi!!” kata Eunbin ketus. Padahal ia ingin sekali menikmati tempat indah ini, tapi Kwangmin merusak suasana sore itu.
“Arraseo..”

***

“Kali ini aku tidur di sofa saja. Aku tidak mau kejadian tadi pagi terulang kembali..” Kwangmin meraih bantal di tempat tidur lalu meletakkannya di ujung sofa. “Selamat tidur, Eunbin..” katanya sambil membaringkan tubuh lalu menutup mata.
“Selamat tidur Kwang..” Eunbin juga menutup matanya, berusaha untuk tidur, tapi seakan ingat sesuatu, Eunbin bangkit berdiri lalu mendekati Kwangmin yang tertidur di sofa. Ia menyampirkan selimut di tubuh Kwangmin lalu kembali ke tempat tidurnya.
Kwangmin yang ternyata masih terjaga tersenyum mengetahui perbuatan Eunbin barusan. “No Eunbin..” gumamnya pelan sekali. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia bangkit dan menuju laci kecil disampingnya, tempat di mana ia menyimpan ponselnya. Ia mengaktifkan ponsel itu untuk mengabari keadaannya dan Eunbin yang baik-baik saja kepada hyungnya dan Minwoo.
Diketiknya pesan pada Minwoo..

Kami di sini baik-baik saja. Jangan khawatir..

Send..
Tak berapa lama sebuah pesan balasan dari Minwoo masuk. Kwangmin membacanya dan terkejut karna isi pesan itu. Ia segera mengambil jaket dan kunci motor Minwoo. Lalu pandangannya tertumbuk pada Eunbin yang sedang tidur pulas.
Ia mengambil secarik kertas dan bolpoin lalu menulis sesuatu di atasnya. “Mianhe, Eunbin..” kata Kwangmin sambil mengecuk kening yeoja itu. “Mianhe..”

***

BRUM BRUM
Sepeda motor besar itu melaju kencang dengan Kwangmin sebagai pengemudinya. Ia kalap, ia tahu itu. Jika saja pesan singkat Minwoo itu tak dibacanya, mungkin saat ini ia akan tetap tidur nyenyak di sofa penginapan itu dan tak harus meninggalkan Eunbin sendirian di sana.
“Mian, Eunbin..” berulang kali Kwangmin menggumamkan kata itu. Hatinya perih saat harus meninggalkan Eunbin. Tapi ini semua dilakukannya karna terpaksa. Minwoo dan Hyungnya dalam bahaya! Tidak! Bukan itu saja! Bisa-bisa orang yang tidak terlibat dalam masalah ini akan terluka juga!!
Brumm
Kwangmin tancap gas, membuat laju motornya lebih kencang. Ia harus cepat! Harus cepat!!

***

Eunbin bangun di pagi hari dan mendapati sofa tempat Kwangmin tidur semalam telah kosong. Ia mencari di kamar mandi dan tidak menemukannya. Ia keluar kamar dan mencari di setiap ruangan penginapan itu, tapi hasilnya nihil.
Ia kembali ke kamar, lebih baik ia menunggu. Mungkin Kwangmin akan segera kembali. Ia duduk di pinggir kasur dan pandangannya menangkap secarik kertas di atas meja kecil di samping tempat tidur ini.
Kertas itu seperti surat, tapi tulisannya acak-acakan seperti orang yang menulisnya sangat tergesa-gesa. Eunbin membaca surat itu.

Eunbin-ah, mianhe..
Aku harus segera kembali ke Seoul. Maaf aku meninggalkanmu. Kembalilah ke Seoul juga, kita bertemu di sana...

Jo Kwangmin

Ia pergi meninggalkanku? batin Eunbin. Kejam sekali kau Jo Kwangmin!! Lihat saja nanti, kau akan menyesal karna meninggalkanku di sini!!!
Tok tok tok
Pintu kamar itu diketuk. Eunbin bergegas membukanya. Ahjumma penginapan ini berdiri di depan pintu. Wajahnya tampak khawatir.
“Waeyo, Ahjumma?” tanya Eunbin bingung.
“Eh.. itu..”
“Ahjumma?”
“Di depan ada beberapa orang yang mencarimu..”

***

“Lepas!! Lepaskan aku, pabo!!!” Eunbin berteriak berontak saat beberapa namja bertubuh besar membawanya paksa.
“Mian, Nona. Tapi ini sudah tugas kami..” kata seorang di antara mereka.
“Ahjumma..! Tolong aku!” Eunbin berteriak minta tolong pada Ahjumma penginapan itu. Tapi wanita paruh baya itu hanya bisa menatap iba pada Eunbin.
“Gomapseumnida. Terima kasih karna sudah menjaga nona saya. Tuan besar mencarinya. Ia kabur dari rumah karna ingin menikah dengan namja yang tidak disetujui orang tuanya. Kami mohon Anda mengerti...” kata laki-laki berpakaian hitam yang pernah ditemui Eunbin di sekolah kemarin lusa kepada Ahjumma penginapan itu.
Setelah itu Eunbin tidak mendengar apa yang laki-laki itu ucapkan karna ia dipaksa masuk ke dalam mobil.
“Lepaskan aku!! Kalian bisa dipecat karna kasar padaku!!”
“Maaf, Nona. Kami hanya melaksanaka tugas kami membawa nona menuju pesta pernikahan nona dengan tuan muda..”
“Apa?!! Pesta pernikahan?!!”
“Ne, nona..”
Tidak!! Ini konyol!! Kwangmin, apa yang harus kulakukan?! Kenapa kau tidak datang dan membawaku lari seperti hari itu?! Jo Kwangmin, kau di mana?!!!

TBC

4 komentar:

  1. Yaaah...Sayang bersambung -.-
    ciyus thor,cuma 5 episode?-.-
    kenapa rada2...... -.-
    akh,bukannya author Micheel Ppyong masih dibawah umur buat......-.-
    Atau authornya jangan2 sudah......... -.-*plak!!dilempar golog-.-
    haghaghag :D,berjuang terus thor!!!!Kwangmin-Eunbin belum merdeka :D duuh,deg2an nih thor -.-''
    Fighthing terus thorr!!!Saiya selalu setia menunggu,huohoho XD

    BalasHapus
  2. Gyaaa....... >.<
    BENER-BENER KEREN!!
    Btw, cuman LIMA episode?!
    Gimana kalo dipanjangin aja cheel ??!! *PLAK
    hehehhehe... ditunggu next part XD

    BalasHapus
  3. @leonita : *lempar golok aku masih suci!! ga pernah ngapa"in! ciyus!! >.<V

    mungkin karna kesringan baca novel metropop, aku ga begitu suka teenlit. apa lagi aku suka bgt baca novel terjemahan. btw, aku ngefans bgt ama Agnes Jessica, Esti Kinasih (kalo karyanya dia, walaupun Teenlit, aku suka bgt. apa lagi Trilogi Jingga & Senja), aliaZalea (dewasa kan novel"nya?) ama Stephanie Meyer. XD *ga nanya ya? XD
    jadi gitu deh :P

    @admin & leonita : kalo diterusin lebih panjang, takut ceritanya muter" n bulet kyk sinetron. ini aja aku usahain biar ceritanya ga ngebosenin, tapi kyknya gagal. lagipula aku masih byk ide cerita yang belom dibuat nih. kalo lama" di otak, bisa meledak nih. mungkin aku bakal buat sequelnya. kyk di novelku sebelumnya, Mr. Hot Choco kan ada tuh cerita Minwoo & IU yg juga merupakan tokoh di Hot Choco. jadi tunggu aja, mungkin aku bakal ngebuat crita ttg tokoh lain di ff ini.

    thx berat ya udah mau baca ffku, selalu mau nunggu, n selalu support aku. pegn nangis wktu baca coment" reader, terharu bgt :')
    makasih banyak ^^

    sorry....
    comentnya banyak bgt ya :O

    BalasHapus
  4. keren....
    awalnya aku kira bakal NC ternyata ngak kekekke ^_^

    BalasHapus