ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Sabtu, 22 Desember 2012

Miss Snob & The Christmas Eve l Oneshoot






Tittle               : Miss Snob & The Christmas Eve
Author            : Micheel Ppyong a.k.a Kang Minhee
Genre             : Romance
Rating            : T
Legth              : Oneshoot
Main Cast      : Xi Luhan
                          Shin Raena (OC)
PS                    : Annyeong^^ Author dateng bawa ff oneshoot nih. FF ini author buat karna pengen
                          buat cerita tentang natal (walau ga terlalu natal” banget sih :P) FF ini author buat
                          dalam waktu lima hari, jadi maaf kalo geje. Pokoknya RLC ya :D Gomawo^^


“Tunggu aku, ne? Tunggu aku di sana pada malam natal 3  tahun lagi. Aku akan datang menemui saat itu. Aku janji...”

***


“Apa yang bisa kubeli dengan uang sebanyak 30 ribu won?” Luhan berjalan gontai ke toko-toko di daerah terkenal itu. Susah payah ia yang boros ini menabung, namu yang terkumpul hanya 30 ribu won.
“Apa sebaiknya aku minta uang tambahan pada Appa?” sekelebat ide muncul di pikirannya. “Ah, andwae!! Tidak bisa! Aku sudah berjanji pada Yoonhee untuk membelikannya sebuah hadiah dengan uang jajanku sendiri!”
“Arrgh!! Kenapa kau begitu boros, Luhan?!!”
“Ani! Lepaskan aku!” sebuah teriakan membuat Luhan menoleh pada gang sempit di sampingnya.
“Euh? Ada apa?” Luhan mengintip sekilas dan melihat seorang yeoja terkepung di gang itu. Dua lelaki berdiri tepat di hadapannya.
“Dasar gadis sombong! Aku kan hanya memintamu membagikan sedikit uangmu!” kata namja berpakaian putih di depannya.
“Aku tidak mau! Jika kalian ingin punya uang, maka kalian harus bekerja! Bukan meminta dengan paksa seperti ini!!”
“Apa?!” namja di samping namja berpakaian putih tadi maju sambil melayangkan tinju.
Duakk
Pukulannya telak mengenai pipi mulus yeoja itu.
Luhan masuk ke gang itu dan berteriak pada mereka, “Hei, hentikan!!”
“Apa yang kau inginkan bocah?!!”
“Kalian ingin uang, kan?” Ia mengambil dompetnya dari saku lalu mengeluarkan beberapa lembar uang miliknya lalu menyerahkan uang itu pada mereka.
“Apa ini? Hanya 30 ribu?!”
Luhan menatap mereka kesal dan berkata ketus, “Memang kau pikir berapa banyak uang yang dimiliki pemuda SMP sepertiku?”
“Huh! Sudahlah!” namja berpakaian putih tadi menarik temannya pergi dari gang sempit itu.
“Gwaenchana?” Luhan mendekati yeoja manis yang masih terduduk lemah di sudut gang. Ia memalingkan wajah yeoja itu, berusaha melihat luka memar di pipi mulusnya.
“Lepaskan!” kata yeoja itu sambil menepis tangan Luhan.
“Euh?”
“Kenapa kau memberikan uangmu pada mereka?!” tanyanya galak pada Luhan.
Luhan menatap tak percaya pada yeoja manis di hadapannya. Astaga, aku baru saja menolongnya dan kini ia membentak-bentakku?
“Apa kau tidak tahu bagaimana susahnya mencari uang?!”
Tiba-tiba Luhan menyadari sesuatu. Omo! Uang yang ia berikan tadi adalah uangnya untuk membelikan Yoonhee, saengnya, hadiah natal! Dan ia butuh waktu satu bulan untuk mengumpulkan uang itu, mengingat dirinya yang begitu boros dan sulit sekali menabung.
“Gawat!! Bagaimana ini?! Itu uang tabunganku untuk membelikan Yoonhee hadiah natal!!”
“Hah~” yeoja itu tersenyum sinis padanya. Dasar namja pabo. Kenapa aku harus bertemu dan ditolong namja linglung seperti dia?
Akhirnya kesabaran Luhan habis, “Hei, tidak bisakah kau sedikit lebih sopan?” Ia tidak menduga akan bertemu yeoja sombong seperti yeoja di hadapannya ini.
“Itu urusanku!” yeoja itu bangkir berdiri dari posisinya tapi..
Brukk
Ia jatuh terduduk, kembali ke posisi sebelumnya.
“Hahaha..” Luhan tak bisa menahan tawanya. Gadis sombong ini bisa saja bertingkah seolah-olah ia tidak takut dengan gertakan dua namja tak dikenal itu, tapi tidak dengan tubuhnya yang lemas dan masih gemetaran.
“Ja-jangan tertawa..” katanya sambil tertunduk menutupi rasa malunya.
“Kajja~” Luhan mengulurkan tangan kanannya pada yeoja itu, membantunya berdiri.
“Tidak perlu!”
“Ayo..” Luhan meraih sebelah tangan yeoja itu lalu membantunya bangkit dari posisi duduknya. Ia memapah yeoja itu keluar dari gang sempit. “Di mana rumahmu?”
“Untuk apa kau menanyakan rumahku?” yeoja itu balik bertanya dengan ketus.
“Hiss.. Tentu saja aku ingin mengantarmu pulang..”
“Tidak perlu. Sebentar lagi pelayanku akan datang..”
“Oh~ Jadi kau nona muda yang kehilangan pelayannya?” kata Luhan terkekeh.
“A-ani! Ia yang bodoh, bisa-bisanya meninggalkanku di toko itu..” katanya sambil menunjuk sebuah toko kecil di hadapan mereka. Toko itu berhiaskan ornamen-ornamen merah, hijau dan putih, sebagaiman suasana natal seharusnya.
“Ah, toko itu ya? Aku juga hendak ke sana, sebelum bertemu denganmu yang terpojok di gang sempit itu..” Luhan menghela napas. Bagaimana nasibnya setelah ini? Hadiah apa yang harus ia berikan pada Yoonhee besok?
“Kau ingin membeli hadiah untuk seseorang bernama Yoonhee?”
“Hah!” Luhan tampak terkejut dengan perkataan yeoja di hadapannya. “Da-dari mana kau tahu?” ia bertanya takut-takut.
Yeoja itu memasang wajah datar tanpa ekspresi. “Kau sudah mengatakannya tadi...”
“Ah~” Luhan tersipu malu karna kebodohannya.
“Nona!!” sebuah suara mengagetkan mereka berdua. Seorang namja tinggi mendekati mereka dan menatap Luhan dengan sengit. “Siapa kau? Kenapa kau memeluk nonaku?” tanyanya ketus, sama seperti majikkannya.
“Mwo?!” Mendengar perkataan namja itu, Luhan segera melepaskan rangkulannya di bahu yeoja itu dan tak sadar bahwa tindakan cepatnya itu membuat yeoja itu jatuh tersungkur.
“Uwaaa... Nona?!” namja tinggi itu berlutut di hadapan nonanya. “Ah.. Nona, gwaenchanayo?” ia menatap khawatir pada yeoja itu lalu beralih pada Luhan yang terlihat shock menyadari yeoja itu jatuh karna perbuatannya. “Apa yang kau lakukan bocah?!”
“Ah~ Mianhe..” kata Luhan tulus. Ia tidak sengaja melakukannya.
“Mianhe? Maaf saja tak cukup! Kau melukai nonaku..”
“Geumanhae, Jung! Aku tidak apa-apa. Mungkin ia tidak sengaja..” kata yeoja itu dengan lembut, berbeda sekali dengan sikapnya sebelum ini.
“Tapi nona..”
“Sudahlah, ayo kita pulang~”
Pelayan yeoja itu membantunya berdiri dan memapahnya menuju mobil mewah mereka yang tak jauh dari situ.
“Ah~” desah Luhan tertahan. “Setidaknya kau ganti dulu uangku...” katanya tak ikhlas, namun mereka tak mendengarnya dan terus saja berjalan menuju mobil itu. Tak lama kemudian, mobil itu melaju meninggalkan Luhan yang terpaku di jalanan.

***

“Huft~” Luhan menghela napas dengan berat. Ia masih mengingat dengan jelas wajah yeoja itu, yang bahkan ia tak tahu namanya. Karna dia, aku tidak bisa membelikan Yoonhee hadiah natal dengan uang sakuku seperti yang ia inginkan. Terpaksa aku memohon pada Appa untuk memberikan uang sakuku bulan depan lebih dulu. Dan terpaksa pula bulan depan aku harus menghemat uang sakuku...
Arrrgh... Yeoja sialan!! Jika aku bertemu denganmu, akan kupaksa kau membayar dua kali lipat! Ah, ani, akan kusuruh dia membayar tiga atau bahkan empat kali lipat!!
“Annyeong haseyo..” sapaan Kim Songjoo, seosangnim Luhan, membuat pemuda itu meninggalkan pikiran anehnya.
“Annyeong haseyo, Seosangnim..” siswa kelas IX-3 itu membalas sapaan wali kelas mereka.
“Baiklah.. Setelah liburan natal, kini kita bertemu kembali untuk belajar. Tapi sebelum itu, Seosangnim punya kabar gembira untuk kalian! Hari ini kalian kedatangan teman baru, pindahan dari Busan.” Seosangnim itu mengalihkan pendangannya pada pintu kelas. “Shin Raena, silahkan masuk..”
Seorang yeoja manis memasuki kelas itu. Wajahnya menunduk dalam, menahan malu karna semua mata di kelas itu tertuju padanya, tak terkecuali Luhan.
“Raena-sshi, silahkan perkenalkan dirimu..”
Yeoja bernama Raena itu mengangguk perlahan lalu berkata pelan, “A-annyeong haseyo.. Nan Shin Raena imnida. Bongeupsemnida..”
Luhan memperhatikan yeoja itu lebih teliti. Ia merasa pernah melihat yeoja itu.
“Arraseo.. Raena-sshi, silahkan kau duduk di bangku kosong..” Seosangnim menyuruh yeoja itu duduk.
Raena berjalan perlahan menuju bangku kosong dekat jendela, duduk di sebelah Kim Sangmi, siswa di kelas ini.
Shin Raena.. Shin Raena.. Arrrgh... Siapa sih yeoja itu?!
Luhan terus menatap penuh perhatian pada yeoja itu. Sampai Baekhyun, teman sebangkunya, menyikutnya kasar. “Kau naksir dia ya?” kata namja manis itu.
“Ah? Yang benar saja!” kata Luhan tersipu karna ketahuan memerhatikan seorang yeoja yang memang sangat manis itu.
“Ck! Mengaku saja. Lagipula yeoja itu manis sekali..” Baekhyun menjulur-julurkan lehernya berusaha melihat yeoja itu lebih jelas.
“Dasar kau!!” Luhan tidak memerhatikan apa yang Baekhyun katakan selanjutnya. Ia kembali melirik pada yeoja yang sedang sibuk mengeluarkan alat tulisnya.
Tiba-tiba yeoja itu menoleh ke arah Luhan dan tatapan mereka bertemu. Seketika mata yeoja itu terbelalak dan begitu juga dengan Luhan.
“Kau?!!” teriak Luhan tanpa sadar, membuat seluruh orang di kelas itu menatapnya bingung, termasuk Songjoo seosangnim.
“Luhan! Apa-apaan kau?” kata guru itu galak.
“Ah, ani.. Mianhae, seosangnim..” Luhan membungkuk dalam pada gurunya. Berharap Kim Songjoo mau memaafkan kebodohannya itu.
“Hash.. Kau ini..”

***

“Hei, yeoja sombong!!” Luhan menghampiri Raena yang sedang berjalan perlahan menuju perpustakaan.
Karna gadis itu tak juga menanggapi panggilannya, Luhan berlari mengejarnya lalu menepuk bahunya.
“Aigoo.. Kau membuatku kaget, pabo!!” katanya kasar.
“Apa?! Pabo kau bilang?! Asal kau tahu saja, aku selalu meraih ranking pertama di kelas!!” Luhan membangga-banggakan kepandaiannya pada gadis itu. Ia tidak terima dibilang bodoh oleh orang lain, apalagi oleh gadis sombong ini.
“Cih.. aku tidak peduli!” Raena berjalan meninggalkan Luhan yang tampak terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Raena.
“Hei, aku belum selesai bicara!!” Luhan mengejarnya kembali. “Kau masih ingat denganku kan?”
“Ani,” jawab gadis itu cepat.
“A-apa? Aku Luhan, "namja yang kautemui di malam natal saat kau dikepung preman di gang sempit di..”
“Aku tidak ingat pernah bertemu denganmu,” Raena membelokkan langkahnya menuju perpustakaan.
“Apa?! Nona sombong, apa memorimu itu sangat kecil hingga tak bisa mengingat peristiwa yang terjadi sekitar dua minggu yang lalu?!”
Jawaban Raena sekali lagi membuat Luhan terbelalak, “Kalau iya kenapa?!”
“Aaa...” Luhan bingung apa yang harus ia katakan.
Raena tersenyum sinis padanya lalu berlari cepat sambil berteriak, “Jangan kuti aku terus, pabo!!”

***

“Sudah kubilang jangan ikuti aku terus kan?!” Raena mempercepat langkahnya menuju gerbang sekolah, ia ingin segera pulang. Ini sudah seminggu sejak ia pindah ke sekolah ini. Dan namja menyebalkan ini masih saja mengikutinya. Ke kantin, perpustakaan, kembali lagi ke kelas, saat pulang sekolah dan bahkan ia akan menunggunya di depan toilet saat Raena masuk ke dalamnya.
“Tidak bisa! Kau harus mengganti uangku dulu!” dan selalu perkataan ini yang Raena dengar darinya.
“Hissss...” Raena  mendesis kesal. Ia berlari kencang berusaha kabur dari Luhan.
“Hei, chakamman..!!” Luhan mengerjarnya pula.
“Pergi!!”
“Ani!!”
Raena  mempercepat larinya. Melewati lorong sekolah besar itu lalu menuruni tangga dengan cepat.
“Shin Raena...!!” Luhan berteriak-teriak memanggil namanya.
“Cerewet..”
Bruak
Raena jatuh terduduk setelah menabrak seseorang yang sedang membawa cup ice coffee.
“Yak!!” teriak orang itu yang ternyata adalah Jang Anha, yeoja populer di sekolah ini. Wajahnya yang cantik tampak murka saat menyadari  Raena menabraknya dan membuat ice coffeenya tumpah membasahi bajunya. “Apa yang kaulakukan, pabo?!!”
Luhan mendekati mereka dan membantu Raena berdiri. “Ah, mianhe, Anha-sshi..” katanya pada Jang Anha.
“Mianhe? Apa kau pikir maaf saja cukup?! Kau tidak lihat seragamku basah kuyub?!!” Ia menatap sinis pada Luhan dan Raena.
“Hei..” Raena yang dibantu Luhan berdiri, menepis tangan pemuda itu. Ia maju dengan langkah panjang mendekati  Jang Anha. “Kau tidak dengar? Dia sudah minta maaf padamu?”
“Dia?!” Jang Anha menunjuk Luhan dengan jari telunjuknya. “Bukankah kau yang seharusnya minta maaf padaku? Kau yang menabrakku!!”
“Asal kau tahu saja, sebenarnya aku ingin minta maaf padamu tadi, tapi ternyata sikapmu sangat buruk. Aku jadi malas beramah tamah padamu..”
“Apa?!!” Anha menatap tak percaya pada gadis di depannya. Selama ini tidak ada seorang pun yang berani bicara kasar padanya. Semua takut padanya yang notabene adalah anak pemilik saham terbesar di sekolah ini. “Kau berani padaku?!!”
Tak berapa lama tempat itu telah dipenuhi siswa. Mereka ingin tahu pertengkaran apa yang sedang terjadi dan juga siapa yeoja yang berani melawan Jang Anha.
“Untuk apa aku takut?” kata Raena dengan santai.
“Untuk ini kau harus takut..” Anha mengambil cup minuman teman di sebelahnya lalu maju selangkah ke depan Raena. Ia mengangkat gelas itu tinggi-tinggi dan...
BYURR
Minuman itu tumpah tepat di atas kepala...
“Luhan?!” Raena kebingungan saat melihat Luhan telah berdiri di depannya dan menutup akses Anha ke Raena dengan punggungnya. Alhasil minuman itu tumpah membasahi kepala, bahu, punggung bahkan hampir seluruh tubuh Luhan.
“Itulah akibat karna kau tidak takut padaku..” kata Anha sinis lalu beranjak pergi dari tempat itu.
“Hei!!” Raena hendak mengejar Jang Anha, tapi tangan Luhan lebih cepat bergerak. Ia menggenggam erat pergelangan tangan Raena dan menahannya, “Sudahlah.. Jangan kau teruskan..”
Raena menatap tak percaya pada Luhan. Sedetik kemudian ia berjalan cepat meninggalkan Luhan tapi bukan menuju gerbang sekolah.
“Raena! Shin Raena!” Luhan berteriak memanggil gadis itu. Ia berlari mengejar gadis itu masih dengan tubuh basah kuyub. Gadis itu terus saja berjalan cepat tak menggubris Luhan. Mereka sampai di atap sekolah dan Raena terpojok. Sudah tak ada jalan lagi di ujung atap itu. Ia berhenti berjalan lalu berbalik dengan cepat. “Shin Raena!!” Luhan menahan bahu gadis itu.
“Lepas! Lepaskan aku bodoh!!” katanya berontak. “Lep..pass..kan..hiks..”
Ia menangis?!!
“Shin Raena?”
“Pabo! Aku benci padamu, Luhan!!! Huhu..” ia menangis tesedu-sedu. Membuat Luhan bingung setengah mati.
“Raena-ah..” Luhan mengelus lembut puncak kepalanya. Ah, halus sekali rambut gadis ini, batin Luhan (ga nyambung).
“Aku tidak pernah minta pertolonganmu.. Ta-tapi kkke.. kenapa kau terus saja menolongku?!! Ini sudah kedua kalinya.. Hiks..” Raena menangis sejadi-jadinya. Ia tidak peduli jika orang lain melihatnya. Ia tidak peduli jika setelah ini Luhan akan memanggilnya gadis cengeng atau apapun itu. Ia memang gadis cengeng yang terlihat kuat di luar namun sangat rapuh di dalam.
“Memangnya kenapa jika aku menolongmu? Itu tidak merugikanmu kan?” Luhan menjawab sehalus mungkin padanya.
“Ta-tapi aku tidak suk-suka kau melakukannya.. Itu membuatku tampak lemah..” Raena menunduk dalam-dalam, membuat air matanya jatuh sangat deras.
“Hhh..” Luhan menghela napas berat lalu menarik Raena ke dalam pelukannya. “Uljima.. Mianhe, ne?”
Raena membeku dalam pelukan Luhan. “Le-lepas..”
“Ah, mianhe..” Luhan melepas pelukannya lalu menghapus air mata Raena. “Jangan menangis lagi, ne?”
“Ja-jangan sentuh aku!!” Raena berteriak keras, berusaha menutupi wajahnya yang tersipu karna mendapat perlakuan manis dari namja di hadapannya.
“Euh? Wae?”
“Ka-kau... kau...” Raena berusaha mencari alasan yang dapat ia utarakan pada Luhan. Ia tidak ingin Luhan tahu bahwa ia tidak pernah dipeluk seperti itu oleh seorang namja. Luhan yang pertama melakukannya dan membuatnya malu setengah mati. “Ka-karna... karna kau lengket sekali!! Dan kau bau kopi!!!”
“Apa?!”
“Pergi jauh-jauh dariku..” Raena mundur selangkah menjauhi Luhan. Ia mengambil napas sejenak sebelum akhirnya berjalan pelan melewati Luhan yang sedang cemberut.
“Gomawo..” katanya sangat pelan yang berhasil membuat Luhan terperangah.

***

Sejak kejadian itu Luhan tidak pernah lagi mengikuti Raena seperti sebelumnya. Ia sudah merelakan uang 30 ribu won itu. Toh ia sudah membelikan Yoonhee hadiah dengan uang sakunya bulan ini, dan itu berarti ia harus menahan keinginannya untuk membeli komik dan game baru sampai bulan depan.
“Luhan,” Baekhyun menepuk bahu Luhan yang sedang melamun, “Kenapa kau tidak kejar-kejaran lagi dengan Shin Raena?”
Luhan mengerutkan kening mendengar pertanyaan aneh dari Baekhyun, “Kejar-kejaran? Apa maksudmu?”
“Ne, kejar-kejaran. Bukankah sudah seminggu ini kau terus mengikutinya, tapi ia selalu lari darimu dan kau tetap mengejarnya. Itu tampak seperti kejar-kejaran bagiku..”
“Bzzz.. Terserah kau mau bilang apa. Aku sudah bosan mengikutinya terus. Biar saja kurelakan uang 30 ribu wonku..” kata Luhan pasrah.
“Euh? 30 ribu won? Apa maksudmu?” Baekhyun bertanya bingung karna mendengar perkataan Luhan yang aneh dan tidak nyambung.
“Hash! Kau ini! mau tahu saja uru...” Luhan berhenti bicara saat melihat seorang namja tampan memasuki kelas dan mendekati meja Raena yang berada dekat dengan jendela. Namja itu duduk di bangku depan Raena yang sedang membaca buku.
“Hai, Shin Raena...” sapa namja itu, yang tidak lain adalah Kim Jongin, atau lebih dikenal dengan nama Kai. Siswa kelas XI SMA sebelah.
Raena menatap bingung pada namja di depannya.
Huh! Berani-beraninya Kai sunbaenim mendekati adik kelasnya. Lihat saja tak lama lagi, kau akan mendapat semprotan galak dari yeoja itu.. batin Luhan yang terus mengamati mereka.
“Shin Raena..? Benar kan namamu Shin Raena?” sekali lagi Kai mengajaknya bicara.
Raena tampak bingung. Mengapa tiba-tiba seorang namja mendekatinya. Ia menoleh ke kanan kiri mencari seseorang yang dapat membantunya keluar dari kebingungannya. Tapi tak ada orang yang memberikan respon atas tatapan memelasnya. Sampai matanya bertumbuk dengan Luhan. Namja itu juga kaget melihat Raena sedang menatapnya.
“Apa?” tanya Luhan tanpa suara, nadanya sedikit ketus dan wajahnya menahan kesal.
Raena tampak sebal dengan sikap Luhan.
“Raena-ah, aku Kim Jongin. Kau bisa memanggilku Kai. Kau murid baru di sini kan?”
Raena mengangguk mengiyakan walau pandangannya masih tertuju pada Luhan. “Jangan begitu! Bantu aku!” kata Raena pada Luhan tanpa suara pula.
“Aku tidak mau!” balas Luhan masih tanpa suara.
Raena mencibir kesal padanya. “Jebal~”
“Ani!”
“Luhaaaan....” TT^TT
“Bayar hutangmu dulu!!”
Kai menatap penuh perhatian pada Raena, walau ia tak sadar sedari tadi Raena hanya berbicara tanpa suara dengan Luhan. “Aku tertarik padamu. Kau mau tidak kencan denganku sabtu ini?”
Raena mengangguk pada Luhan, tetapi anggukan itu disalah artikan oleh Kai. Namja itu berpikir Raena mengangguk mengiyakan ajakan kencannya.
“Ah, gomawo!!” kata Kai gembira karna Raena mau menerima ajakan kencannya. “Kutunggu kau Sweet Romance sabtu ini, jam 5 sore ne?” Kai bangkit berdiri lalu melambaikan tangannya keluar kelas itu.
“Ah..” Raena terkejut dan baru sadar jika secara tak sadar ia telah mengiyakan ajakan Kai. Eh? Eo-eottokhe??

***

“Luhan..! Jebal~ Bantu aku, kumohon...” Raena terus mengikuti langkah Luhan yang bergerak dengan cepat keluar dari sekolah.
“Andwae! Bukankah kemarin kau bilang padaku bahwa kau tidak suka kubantu? Kenapa sekarang begini? Apa kau plin plan?”
“Bukan begitu!! Ini masalah yang berbeda!”
Luhan mempercepat langkahnya. Tinggal beberapa langkah lagi menuju gerbang sekolah. Setelah ini Raena tidak akan mengejarnya lagi karna pelayannya yang bernama Jung itu akan menarik paksa gadis ini untuk segera pulang. Dengan alasan Luhan akan membahayakannya.
 “Nona!”
Itu dia!! batin Luhan senang.
“Ah, lepaskan aku Jung! Aku masih ingin bicara dengannya!!” Raena membentak-bentak pelayannya itu. ia melepas tarikan Jung lalu berlari menyeberangi jalan karna Luhan sudah berada di seberang sekolah.
“Luhan!!!”
 “Nona!!!” teriakan Jung membuat Luhan membalikkan badannya dan melihat Raena terus berlari dan tak menyadari sebuah mobil melaju ke arahnya. Ia berlari cepat ke arahnya dan...
Ckiiiiit
Bruakk
Semua orang berkumpul di sekeliling Luhan dan Raena yang tergeletak di pinggir jalan
“Nona.. hh.. hh..” Jung mendekati mereka, menyeruak ke dalam kerumuan itu. “Nona?!!”
“Hisss.. berhenti berteriak-teriak memanggilku!!”
“Euh?” Jung melihat lebih teliti lagi. Ah!! Nonanya masih sadar!! Tapi Luhan sedang memeluk Raena, dengan posisi namja itu di atas dan nonanya di bawah. Mungkin Luhan berlari cepat kemari dan mendorong nonanya ke pinggir jalan hingga mereka jatuh bersama di trotoar.
“Pabo!!! Apa yang kaulakukan bodoh?! Kau mau mati hah?!!” kata Luhan pada Raena.
Raena tercengang melihat Luhan memarahinya. Ini pertama kalinya namja sabar itu terlihat marah. “Mianhe..”
“Mianhe?!! Kau hampir saja mati dan sekarang hanya berkata ‘mianhe’ dengan tenang?!!”
Raena tak kalah sengit, ia tidak terima jika Luhan marah-marah seperti itu padanya, “Lalu maumu apa?! Kau mau aku berlutut menyembahmu lalu mengucapkan terimakasih berulang kali sambil mencium kakimu?!!”
Luhan melepaskan pelukannya lalu bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Raena yang telentang di atas trotoar.
“Luhan!! Aku belum selesai bicara!! Luhaaaan...!!!”

***

“Shin Raena, gwaenchanayo? Kudengar kau kemarin hampir tertabrak mobil, benarkah itu?”seorang namja siswa kelas itu menatap khawatir pada Raena.
“Ne. Kudengar juga begitu. Kau tak apa kan?” kata namja lain yang berada dalam kerumunan kecil di kelas IX-3. Kerumunan itu berpusat di bangku Shin Raena yang sedang melamun menghadap jendela. Dan semua yang mengelilingi yeoja itu adalah namja yang tergila-gila pada kecantikan Shin Raena yang tak kalah dari Jang Anha, gadis populer di sekolah ini. Bahkan terlihat beberapa siswa SMA berkerumun juga di sana, berusaha untuk mendapatkan perhatian gadis itu.
“Benar kan kataku?” Baekhyun tersenyum penuh arti pada Luhan, membuat namja itu tak mengerti.
“Apa?”
“Shin Raena itu cantik sekali. Neomu yeoppo!!”
“Cih! Cantik apanya? Dia yeoja tersombong yang pernah kukenal..” Luhan menoleh ke arah Raena dan berkata sambil menunjuk gadis itu dengan dagunya, “Lihat saja dia! Banyak orang di sekitarnya yang mengkhawatirkan keadaan gadis itu, tapi Shin Raena sama sekali tidak menggubrisnya..”
Baekhyun ikut menoleh pada arah yang ditunjuk Luhan. Ia tertawa terbahak-bahak karena menyadari kebodohan Luhan. “Astaga Luhan.. Kau tahu kenapa ia tidak menggubris mereka?”
Luhan mengangguk bersemangat, “Tentu saja karna ia sombong...” katanya yakin.
“Aniya. Coba kau perhatikan lebih jelas lagi! Semua yang berkumpul di sekelilingnya adalah namja. Ia tak menggubrisnya karna..” Baekhyun menahan perkataannya lalu menunjuk wajah Raena, “Karna ia tidak suka namja-namja itu mengelilinginya, berusaha mencari perhatiannya.”
“Cih! Jinjja? Aku tidak yakin..”
Baekhyun mengangkat bahunya mengatakan bahwa ia tidak peduli apa pendapat namja di sampingnya itu. Tiba-tiba Baekhyun menahan bahu Luhan yang masih saja menghadap ke arah Raena. Ia membalikkan bahu temannya itu hingga mereka bertatapan. Ia berkata serius, “Luhan, kau.. Apa kau menyukai Shin Raena?”
“A-apa?!! Yang benar saja kau!!” Luhan mendelik kesal pada Baekhyun.
“Memangnya kenapa? Kau aneh sekali, Shin Raena itu yeoja teryeoppo yang pernah kukenal..” Baekhyun berhenti bicara saat Luhan mulai menatpnya tajam dan datar. “Ehm.. Arra. Itu berarti kau tidak keberatan jika aku mendekati Raena kan?”
Perkataan Baekhyun mebuat Luhan terbelalak. “Te-terserah kau saja! Aku tak  peduli!”
Astaga! Sebegitu cantik kah Shin Raena itu? Hingga mebuat Baekhyun, namja lugu itu juga ingin mengejarnya?!
Luhan mengalihkan pandangnya ke ara Raena yang sedang membaca buku dengan serius. Namja-namja tadi telah pergi, mungkin diusir dengan galak oleh yeoja itu.
Luhan terus memperhatikan Raena, ia ingin tahu apa yang membuat namja-namja itu, termasuk Baekhyun, terpesona padanya. Tiba-tiba Raena mengangkat kepala lalu menopangnya dengan dagu. Ia melihat keluar jendela dan melamun. Cahaya matahari pagi mengenai wajahnya, membuat mata itu menutup karna kesiaulan. Tidak sampai di situ, cahaya matahari itu membuat wajahnya bercahaya dan...
Wusss
Seperti ada angin kencang yang berhembus ke wajah Luhan. Ia terpana melihat pemandangan yang dilihatnya. “Benar, Shin Raena.. gadis sombong itu, benar-benar cantik..” gumamnya tanpa sadar.
***

Raena berdiri ragu di depan Sweet Romance. Haruskah Shin Raena masuk ke sana dan menemui sunbaenimnya yang bernama Kai? Sebenarnya Raena ingin tidak datang kemari, jelas sekali ia ingin menolak ajakan kencan ini. Tapi ia tidak mau membuat Kai sunbaenim kecewa karna menunggunya di sini.
Raena membuang napas sejenak lalu masuk ke kafe yang mulai ramai dengan pengunjung, mengingat ini adalah malam akhir pekan.
“Selamat sore..” sapa seorang pelayan perempuan. “Ada sendiri atau datang bersama seseorang?”
“Em.. Kurasa temanku sudah menunggu di dalam..” Raena mengamati sekeliling kafe itu dan pandangannya menemukan seorang namja di sudut kafe. “Itu dia..” tunjuknya pada namja di sana.
“Ah. Arraseo, mari kuantar..”
Raena dan pelayan itu berjalan ke arah namja, atau lebih tepatnya Kai, yang sudah menunggu di sana.
“Silahkan..” pelayan itu menarik sebuah kursi untuk Raena lalu mempersilahkannya duduk. Ia memberikan buku menu pada mereka berdua lalu meninggalkan mereka dengan anggun.
“Sudah lama menunggu?” tanya Raena basa-basi.
“Ah, ani. Aku baru saja datang..” Kai tersenyum manis padanya. “Kau pernah kemari?”
“Ani. Aku memang orang Seoul asli, tapi beberapa tahun belakangan ini aku tinggal di Busan..”
“Oh.. Baiklah, kita punya banyak waktu untuk saling mengenal. Sekarang, kau mau pesan apa?”

***

Luhan berjalan perlahan menyusuri trotoar. Ia tidak tahu harus pergi kemana. Semua keluarganya ada acara di akhir pekan. Appa dan eommanya menghadiri pesta penikahan teman mereka, Yoonhee pergi jalan-jalan dengan teman-temannya. Hanya dia yang tidak melakukan apa-apa di akhir pekan.
“Huft~” Luhan menghembuskan napas berat. Entah mengapa tiba-tiba pikirannya terlintas pada gadis sombong itu, Shin Raena. Hari ini Raena kencan dengan Kai sunbaenim kan? batin Luhan bertanya pada dirinya sendiri. Yeoja itu datang tidak ya?
Seorang yeoja melewatinya dan berkata pada namjachingunya, “Oppa, aku ingin ice cream. Kita beli ya?”
“Tentu, chagiya. Semua untukmu..” jawab sang namjachingu.
Cih!! Membuat orang iri saja!!
Luhan tampan, pandai dan namja yang baik dan sabar. Ia juga perhatian dan banyak yeoja yang sudah menyatakan cintanya pada namja ini. Tapi Luhan selalu menolak mentah-mentah. Ia bukanlah tipe namja yang mudah jatuh cinta, malah mungkin bisa terbilang sulit jatuh cinta. Jadi tak heran jika sampai saat ini Luhan belum juga punya yeojachingu.
“Hah~ Membosankan sekali..” Luhan menendang kaleng di depannya dengan keras.
Pletak
Kaleng itu mengenai kepala seseorang. “Ah!”
Luhan terkejut dan segera mendekati orang , namja, itu. “Ah, mianhe..” katanya menyesal.
Namja itu berbalik dan...
“Kai sunbaenim?” tanya Luhan heran. “Maaf, aku tak sengaja. Apa lukanya parah?”
“Luhan? Ah, ani. Gwaenchana. Hanya luka kecil..” Kai mengelus pelan kepalanya yang benjol. Seakan tersadar sesuatu, ia bertanya, “Kenapa kau di sini?”
“Oppa!!” seseorang mendekati mereka.
Luhan terbelalak melihat Shin Raena berlari-lari kecil mendekati mereka. Tapi ternyata tidak hanya ia yang terkejut, Shin Raena juga menatapnya dengan kening berkerut.
Kenapa yeoja ini ada di sini? Jadi dia datang memenuhi ajakan kencan Kai sunbaenim? Cih, kemarin ia bilang tidak mau datang, tapi sekarang ia di sini dan memanggilnya oppa... Tunggu! Oppa?!!
“Waeyo, Kai oppa?” tanyanya heran melihat Kai berulang kali mengusap kepalanya.
“Ani. Aku hanya terkena kaleng yang ditendang oleh seseorang..”
“Oh..” lalu pandangan Raena tertuju pada Luhan yang menatapnya tajam. Ia memikirkan sesuatu lalu tersenyum senang dibuat-buat. “Luhan! Kau sudah datang rupanya..”
“Euh?” Luhan kebingungan mendengar perkataan Raena.
“Kai oppa, mianhe..” Raena memasang wajah memelasnya. “Sebenarnya aku sudah ada janji dengan Luhan. Aku harus pergi sekarang. Mianhe..”
Sebelum Luhan mengerti apa maksus Raena dan sebelum Kai bertanya lebih jauh, Raena telah menggamit lengan Luhan lalu membawa namja itu berjalan cepat dengannya.
“Annyeong, oppa~”

***

“Shin Raena? Apa yang kaulakukan sebenarnya?”
Raena masih saja melangkah santai di samping Luhan. Tangannya masih memeluk lengan namja itu. “Ani. Tidak ada apa-apa. Aku hanya tidak ingin lebih lama dengan Kai sunbaenim..”
Luhan mengangkat alisnya tinggi-tinggi. “Kai sunbaenim? Kenapa kau tidak memanggilnya dengan sebutan Kai oppa lagi?”
Raena menunduk dalam-dalam, menyembunyikan pipinya yang merah karna malu.
“Hehehe..” Luhan tertawa cekikikan.
“Berhenti, Luhan!” Raena memukul lengan namja itu pelan.
“Arra, arra..” Luhan menghentikan tawanya lalu menatap Raena serius. “Lalu bagaimana sekarang?”
“Aku juga tak tahu. Lebih baik kau antar pulang saja aku..” Raena hendak menyetop taksi tapi Luhan menahannya.
“Hei, tidak bisa begitu! Kau yang menyeretku bersamamu.. Jadi..” Luhan tersenyum penuh arti. “Bagaimana jika kita berkencan saja?”
Raena menatap tak percaya pada Luhan, seakan-akan Luhan adalah alien berwajah aneh, dengan dua telinga besar dan satu mata yang besar pula, yang mengatakan bahwa ia benar-benar manusia. “Kau sudah gila?!!”
“Kau mau berkencan dengan Kai sunbaenim. Tapi kenapa kau menganggapku gila karna mengajakmu kencan?”
“Ani. Aku tak mau berkencan dengan siapa pun, apalagi kau! Walau di dunia ini semua namja telah meninggal dan hanya menyisakan kau saja, aku tetap tak mau berkencan denganmu!!”
“Cih! Baiklah kalau begitu. Jangan sampai kau kecewa karna keputusanmu sendiri!” Luhan berjalan cepat meninggalkan Shin Raena yang berdiri mematung di jalanan.
Raena tampak gusar saat Luhan meninggalkannya. “Luhan! Chakkaman!!”
Luhan tersenyum evil tanpa disadari Raena. Ia tetap berjalan meninggalkan Raena.
“Luhan!! Pabo Luhan!!!” Raena mengejarnya dan menahan jaket namja itu.
“Wae?!! Kenapa memanggil-manggilku terus?!!” Luhan memasang wajah galaknya. “Kenapa? Kau berubah pikiran?!”
“A-ani..”
“Lalu?”
Raena menunduk dalam lalu berkata terbata, “A.. aku.. aku takut kesasar..”
Luhan menatapnya tak percaya. Sedetik kemudian ia sadar bahwa Raena belum lama berada di Seoul, ia kan pindahan dari Busan. “Hah~ Ikut aku!” katanya sambil menggenggam tangan yeoja itu. Mereka berjalan beriringan melewati toko-toko di daerah ramai itu.
Raena memperhatikan tangan Luhan yang bertaut pada tangannya. Tangan namja itu besar, tidak seperti dugaannya, juga hangat.
“Kau sudah makan?”
Pertanyaan Luhan membuat Raena mengangkat wajahnya. Ia tidak ingin Luhan tahu bahwa ia sedang memperhatikan tangan mereka yang saling bertaut. “Belum. Tadi Kai sunbae mengajakku makan tapi tiba-tiba kau datang dan.. Begitulah..”
“Begitulah? Kau seakan-akan mengatakan bahwa aku yang memaksamu pergi,” Luhan mencibir seperti anak kecil. Wajahnya sangat lucu saat melakukan itu, membuat Raena tersenyum tipis.
“Wae?” tanya Luhan begitu menyadari bahwa Raena sedang memperhatikannya.
“Aniyo..”
“Kau suka makan spaghetti?”
Raena mengangguk pelan. Apa saja yang Luhan tawarkan, ia mau. Ia sudah sangat lapar.
“Arra. Kajja~”

***

“Eottokhe?”
“Em...” Raena memutar-mutar garpunya dan melahap sekali lagi spaghetti buatan Luhan itu, “Jeongmal masshita!!”
“Ne?”
“Ne!” Raena mengangguk-angguk cepat. Ia tidak bohong, spaghetti buatan Luhan ini memang sangat lezat.
“Ah~ Syukurlah kalau kau suka..” Luhan menuang air ke dalam dua gelas kaca lalu duduk di kursi meja makan dan meletakkan salah satu gelas itu ke depan Raena yang memakan spaghettinya dengan lahap.
Luhan sedang tidak punya uang, kau tahu kan kenapa, jadi dia mengajak nona ini ke rumahnya. Ia memasak makanan untuk nona yang tampaknya sangat kelaparan ini.
“Shin Raena..” kata Luhan perlahan.
“Eum?”
“Kau adalah yeoja pertama yang datang ke rumahku..”
“Uhuk.. uhuk...” perkataan Luhan membuat Raena tersedak.
Luhan menyodorkan gelas Raena yang sudah diisinya dengan air tadi. Raena meminumnya beberapa teguk.
“Pelan-pelan saja makannya..” kata Luhan tak menyadari mengapa Raena tersedak. “Kalau kau suka, aku bisa membuatkannya untukmu kapan-kapan jika kau mau..”
Mata Raena berbinar-binar saat mendengarnya.
“Asal kau bayar 20 ribu won per porsi...” kata Luhan jahil.
Raena hendak melempar tissue di hadapannya ke wajah Luhan tapi namja itu tahu apa yang dipikirkan Raena. Ia menangkap tangan Raena dengan sebelah tangannya.
“Euh?” Raena bingung karna Luhan tak kunjung melepaskan pergelangan tangannya. Ia menatap penuh pertanyaan pada namja di hadapnnya itu, yang membalas dengan tatapan lembut padanya.
Mata Luhan coklat dan begitu hangat. Mata itu seakan menarik sesuatu dalam diri Raena untuk lebih melihat lebih dalam lagi pada Luhan. Tentang kelembutan dan perhatian namja itu.
Sedangkan Luhan merasa bahwa perkataan Baekhyun ada benarnya. Ia aneh. Ia aneh jika tidak langsung menyadari bahwa yeoja bermata hitam kelam di hadapannya ini begitu cantik saat mereka pertama kali bertemu. Dan ia aneh jika tidak terpesona oleh kecantikan Shin Raena.
Mereka tetap saling menatap beberapa saat hingga terdengar dering ponsel Raena yang memecahkan suasana hening di ruang makan itu, membuat Luhan melepas genggamannya di pergelangan tangan Raena.
Raena mengangkat teleponnya, “Yeo-yeobuseo? ... Jung? Waeyo? ...Ani. Aku sedang berada di rumah temanku. ...Kau mau menjemput? Ah, arra. ...Ne, kutunggu.”
“Dari pelayanmu?”
Raena menggangguk. “Jung akan segera menjemputku..”
“Oh..” Seakan tak peduli, Luhan mengangkat piringnya dan piring Raena ke rak cuci piring.
“Biar kubantu..” Raena mengangkat kedua gelas di atas meja dan membawanya kepada Luhan.
“Tidak perlu. Kau tamuku, tidak pantas seorang tamu ikut mencuci piring..”
Raena tidak membantah lagi. Ia meletakkan kedua gelas itu lalu berjalan ke ruang tamu. Ia melihat-lihat isi ruangan itu. Pandangannya tertuju pada sebuah foto di tengah ruangan itu. Senyuman sebuah keluarga telah diabadikan dalam lensa kamera, sebagai kenangan hangat yang takkan terlupakan.
Tersenyum di sana seorang yeoja berusia sekitar 30 tahun, seorang namja yang sedikit lebih tua dari yeoja tadi, sedang menggendong gadis kecil berusia sekitar 4 tahun. Dan pandangan Raena terpaku pada bocah kecil di tengah. Wajah polos dengan senyum manis, mirip sekali dengan namja dewasa yang menggendong gadis kecil tadi. Tapi ada sedikit yang berbeda dari bocah itu dengan dia yang sekarang. Sinar mata mereka berbeda. Bocah itu menampakkan dengan jelas wajah jahilnya, sedangkan dia yang sekarang lebih lembut dan sabar.
“Itu aku..” suara Luhan di belakang Raena.
“Eh?”
“Ehm.. Bocah kecil itu..” katanya sambil menunjuk bocah di foto itu dengan dagunya. “Kenapa? Aku manis sekali ya?” katanya percaya diri.
“Hisss...” Raena mendesis.
“Hahaha..”
Tin tin
“Ah, mungkin itu Jung..” Raena bergegas menuju pintu rumah Luhan.
“Hati-hati di jalan..” kata Luhan begitu mereka keluar dan membuka pagar rumah itu.
“Hem..” Raena mengangguk dan masuk ke dalam mobilnya. Ia membuka jendela dan tersenyum, “Gomawo untuk spaghettinya!”

***

Entah karna apa dan entah sejak kapan, Luhan dan Raena jadi semakin dekat. Mungkin krana sifat angkuh Raena, tidak ada satupun teman yang bertahan lama dengannya, kecuali namja-namja bodoh yang masih saja mengejar Shin Raena.  Mungkin karna hanya Luhanlah yang dapat bertahan dan terlalu cuek untuk memerhatikan sifat sombong Raena yang tiada habisnya. Tapi Luhan rasa itu bukan sifat sombong. Ne, Raena bukanlah gadis sombong. Ia tak pernah memamerkan kekayaannya, ternyata ia anak pengusaha besar di bidang departement store, pemiliki salah satu supermarket terbesar di Korea. Ia juga tak pernah memamerkan kecerdasannya, karna itu mustahil baginya yang selalu mendapat nilai pas-pasan. Ia juga tidak membanggakan wajahnya yang yeoppo itu, malah mungkin ia tidak menyadari bahwa ia dapat memikat hampir seluruh namja di sekolah itu dan juga SMA sebelah.
Sifatnya hanya tidak mau terbuka dan selalu meremehkan orang lain. Luhan rasa, Raena melakukan itu hanya untuk menutupi kerapuhannya, karna sering kali ia lari kepada Luhan dan menangis tersedu-sedu di atap gedung sekolah. Seperti hari ini...
“Sudahlah. Uljima..” Luhan mengusap lembut rambut yeoja itu. Baru saja ia mendapat pesan dari yeoja ini untuk segera ke atap sekolah. Dan tentu saja, seperi biasa, yeoja itu sedang menangis di sudut.
“Ta-tapi.. Jung akan pulang ke rumah orang tuanya di Busan. Dan itu tidak sebentar. Huhu..”
“Berapa lama?”
“Se.. sekitar tiga bulan. Bagaimana ini? Siapa yang akan mengantar dan menjemputku sekolah? Siapa yang akan menemaniku belajar? Tidak akan ada yang mengomel tiap kali aku memboroskan uangku.. huhuhu...”
“Hush.. Jangan menangis terus. Kau harus mengerti keadaanya. Pasti ada alasan yang tidak bisa ditunda. Kau jangan sedih, setidaknya buat dia pulang dengan tenang. Jangan biarkan dia melihatmu menangis, ia akan mengkhawatirkanmu, Raena. Kau berharap saja semoga ia bisa cepat kembali ke Seoul, ne?”
Raena mengangguk perlahan.
Luhan menghapus air mata Raena dengan ibu jarinya. “Sementara di pulang, aku yang akan menemanimu belajar. Eottokhe?”
Sekali lagi Raena mengangguk.

***

Tak terasa waktu telah berlalu begitu cepat. Sekarang sudah akhir bulan Mei dan siswa SMP telah selesai mengikuti ujian. Sebentar lagi mereka akan masuk ke SMA, tak terkecuali Luhan dan Raena.
“Kau akan meneruskan di SMA sebelah kan?” tanya Luhan saat mereka berjalan menuju perpustakaan. Memang mereka mempunyai hobi yang sama, membaca buku.
“Ehm,” jawab Raena sambil mengangguk, “Kau? Juga akan melanjutkan ke sana kan?”
“Ne. Tentu saja..”
“Baguslah.”
“Euh?” Luhan menatap bingung pada yeoja itu tapi Raena tidak menggubrisnya dan tetap berjalan menuju perpustakaan.
“Luhan!” seseorang memanggil Luhan dari arah belakang.
“Kim seosangnim..”
“Bisa kita bicara sebentar?”

***

“Apa? Kau dapat beasiswa ke New York?” Raena menatap tak percaya pada Luhan.
Namja itu mengangguk penuh semangat. Senyumnya terus merekah sepanjang hari setelah ia keluar dari ruang Kim seosangnim tadi.
“Beasiswa untuk belajar di sana?” tanya Raena lagi.
“Ne..” Luhan menjawab riang. Ia tersenyum senang tapi senyumnya tak bertahan lama saat ia melihat yeoja di sampingnya tidak ikut senang melainkan sebaliknya. Wajah gadis itu muram. “Raena? Waeyo?”
“Bukankah.. Bukankah tadi kau bilang kau akan masuk SMA sebelah? Kenapa sekarang berubah?”
“Sekolah di luar negri adalah cita-citaku sejak kecil. Membayangkan bisa sekolah si sekolah ternam. Saat ini, ketika tawaran itu datang, tentu aku tak kan menolaknya. Ini cita-citaku, masa depanku..”
“Jadi, kau juga akan meninggalkanku?” tanya Raena tiba-tiba.
“Raena, ini tidak akan lama. Setelah aku lulus nanti, aku akan segera kembali ke Ko..”
“Baiklah. Semoga kau berhasil di sana..” Raena bangkit berdiri lalu berjalan cepat meninggalkan Luhan yang terpaku di kursi taman itu.

***

Luhan menutup ranselnya yang berwarna merah. Seminggu lagi ia akan berangkat ke New York. Dan sampai sekarang Raena belum memberikan kabar apa-apa padanya. Gadis itu tidak menyapanya saat mereka berpisah di kelas sebelum liburan lalu. Ia juga tidak membalas pesan Luhan dan juga tidak mengangkat telepon Luhan.
Luhan ingin sekali datang ke rumah gadis itu, tapi ia tidak tahu di mana rumah Shin Raena. Karna ia belum pernah sekalipun mengunjungi rumah gadis itu.
Raena sama sekali tak mengerti apa yang kumau, batin Luhan. Ia egois, hanya mementingkan dirinya sendiri. Toh kami masih bisa bertemu sesekali saat liburan atau paling tidak kami bisa mengirmi e-mail setiap minggu.
Huft~ Luhan menghela napas dengan berat. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada gadis egois sepertinya?
Ya, Luhan mengaku bahwa ia sudah jatuh cinta pada Shin Raena, entah sejak kapan itu. Ia selalu memerhatikan gadis itu. Saat Shin Raena tersenyum, Luhan merasa ia melihat pelangi yang begitu indah di bibir gadis itu. Saat Raena menangis, Luhan merasa hatinya sakit, seperti ditusuk ribuan jarum.
Luhan harus bertemu dengan gadis itu. Ia harus mengutarakan perasaannya ini pada Shin Raena. Sebelum ia pergi ke New York, gadis itu harus tahu tentang perasaannya! Harus!

***

Raena, kumohon. Jangan seperti ini. Aku ingin kita bertemu sebelum aku pergi..
Raena menatap kosong pada pesan singkat namja itu. Ia sudah terlalu sedih saat Jung harus pulang ke Busan, dan sekarang? Luhan akan pergi ke New York untuk melanjutkan sekolah di sana.
Tess
Air mata Raena jatuh perlahan. Kenapa ia harus secengeng ini? Kenapa ia harus menangis hanya untuk namja menyebalkan seperti Luhan?
Tidak. Rasanya sakit sekali. Ia tidak ingin namja itu pergi. Tidak ingin.

***

Hari keberangkatan Luhan tiba. Ia sedang duduk di bangku penumpang di dalam mobil yang dikemudikan Appanya. Berulang kali ia melirik ponsel yang sedari tadi berada dalam genggamannya. Sudah seminggu penuh ia berusaha menghubungi Shin Raena tapi tetap saja gadis itu menolak menerima teleponnya dan tak membalas satupun pesannya.
“Luhan, kau kenapa? Sedari tadi kau hanya melirik ponselmu. Apa ada masalah?” tanya Eomma lembut padanya.
“Ah, ani. Aku hanya menunggu pesan dari teman satu SMPku, Eomma..”
“Oh. Ya sudah kalau begitu..”
Luhan mengangguk singkat lalu mulai menekan keypad ponselnya. Mengetikkan pesan singkat pada Shin Raena.
Shin Raena, kumohon. Untuk terakhir kalinya, aku ingin bertemu denganmu. Bisakah kau datang ke Incheon Airport? Aku menunggumu segera..

***

“Penumpang pesawat dengan tujuan New York, United States, diharapkan segera menuju boarding pass karna pesawat akan take off 20 menit lagi..”
Pengumuman melalui speaker itu membuat Luhan panik. Tidak. Aku tidak boleh berangkat sebelum bertemu Raena, batin Luhan. Kumohon Raena, jangan seperti ini..
“Oppa, sebaiknya kau segera masuk. Kalau tidak kau bisa terlambat, “ kata Yoonhee, yeodongsaeng Luhan.
“Arra. Tapi tunggu sebentar saja ne? Aku sedang menunggu temanku..”
Luhan mengambil ponselnya dan mencoba menelepon Raena. “Shin Raena, kumohon angkatlah.. Sekali ini saja...”
Tuut.. tuut..
Tuuuuuuuuuut.....
Di-reject
Luhan menghela napas panjang. Matanya mulai mencari-cari kembali sosok yang selalu hadir dalam benaknya setengah tahun terakhir. Gadis sombong yang entah mengapa begitu ia cintai.
Nihil. Tak ada tanda-tanda kehadirannya. Luhan sudah pasrah, ia mengambil kembali ponselnya lalu mengetik beberapa kata dengan tangan gemetar, digigitnya bibir bawahnya, mencoba menahan sakit di dadanya. Ia bukan seseorang yang cengeng, tapi entah mengapa setetes air mata jatuh membasahi pipinya.
Shin Raena, aku ingin kau tahu. Nan neol..
“Luhan!!!”
Luhan menoleh ke arah suara itu berasal. Shin Raena sedang berlari ke arahnya.
Bruak
Mereka jatuh bersama ke lantai.
Tess
Air mata Raena membasahi wajah Luhan. “Pabo!!”
Senyum Luhan merekah. “Gomawo. Terima kasih karna kau datang..”
Raena tidak berkata apa-apa. Ia hanya menangis tanpa suara, tidak seperti biasanya.
“Sebelum aku pergi, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Maaf, aku memang bodoh. Aku selalu membuatmu kesal, dan.. kumohon, jangan menangis..” Luhan menghapus air mata Raena dengan ibu jarinya. “Shin Raena, aku... Na-nan neol saranghae..”
Raena berhenti menangis.
“Aku tahu ini memang bodoh. Tapi aku tidak bisa memendamnya sampai aku pulang dari Amerika nanti. Tidak bisa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.”
“Sekali lagi, kepada pemupang pesawat dengan jurusan New York, United States, dimohon segera menuju boarding pass karna pesawat akan segera berangkat..”
“Raena, kau masih ingat toko yang ingin kukunjungi pada malam natal? Saat kita pertama kali bertemu?”
Raena yang masih shock mengetahui bahwa Luhan mencintainya, hanya mengangguk mengiyakan. Ya, dia masih sangat ingat. Bagaimana ia bisa lupa? Saat itu adalah pertama kalinya ia bertemu dengan namja ini.
Luhan menggenggam tangan Raena dengan erat. “Tunggu aku, ne? Tunggu aku di sana pada malam natal 3 tahun lagi. Aku akan datang menemui saat itu. Aku janji...”
Raena menunduk dalam-dalam. Ia tahu Luhan sedang menunggu jawabannya. “Ani..”
“Apa?”
Jawaban Raena membuat Luhan terbelalak. Apalagi ketika Raena mengangkat wajahnya dan berteriak dengan jelas, “Ani! Aku tidak mau menunggumu!! Pergi saja sejauh mungkin!! Tidak kembali pun tak apa!!!”

***

LUHAN Pov

Aku sungguh tidak menyangka Shin Raena akan membentakku seperti itu. Padahal sebelumnya ia menangis deras.
Memang apa yang salah dengan perkataanku? Apa aku mengatakan sesuatu yang membuatnya marah padaku? Aku hanya ingin dia menungguku. Hanya itu. Apa itu terlalu sulit baginya?
Huft~
Selesai sudah. Semua telah berakhir. Aku dan dia, setelah ini, takkan pernah bertemu lagi.
Arrrrgh...!
Shin Raena, tak tahukah kau bahwa aku benar-benar mencintaimu?!!

LUHAN Pov End

***

Malam natal tiga setengah tahun kemudian...

“Ne, Eomma..” Luhan mengambil sekotak spaghetti dari lemari kecil di dapur apartemennya itu. “Ne. Aku tahu. ... Iya, Eomma. Eomma tenang saja. ....Selamat natal juga..”
“Huft~” Luhan menghela napas berat.
Ini sudah memasuki tahun ketiga sekolahnya di New York. Dan ia baru saja lulus bulan Juni lalu, dengan nilai tinggi dan memuaskan. Ia sudah ingin pulang ke Korea tapi Eommanya melarang. Ia harus tetap di sini hingga tahun baru nanti. Ia harus liburan dulu di negri Paman Sam ini, sebelum kembali ke Korea minggu depan.
Luhan berjalan mendekati meja belajarnya lalu meletakkan ponselnya di atas meja itu. tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah pigura berukuran sedang di meja itu. Foto seorang namja yang tertawa senang dan sedang memeluk bahu yeoja di sampingnya. Fotonya dengan Shin Raena, gadis yang dulu ia cintai dan sekarang pun tak berubah.
Seharusnya malam ini ia menemui yeoja itu di toko hadiah di mana mereka bertemu empat tahun yang lalu. Ya seharusnya begitu, tapi mengingat perkataan gadis itu di airport, bahwa ia tidak mau bertemu Luhan lagi, membuat namja ini mengurungkan niatnya itu. ia tidak bisa apa-apa sekarang. Ia merindukan gadis itu. Sangat merindukannya. Tapi apa yang bisa ia lakukan jika gadis itu menolak sebelum ia bisa melakukan sesuatu?
“Shin Raena, aku mencintaimu.. Sangat mencintaimu...”
Ting tong
Bel apartemen Luhan berbunyi. “Ck! Siapa orang bodoh yang malam-malam begini datang berkunjung?”
Ia menuju pintu apartemennya dengan wajah ditekuk. Ia sedang tidak dalam keadaan baik.
“Maaf, apa yang Anda lakukan...” perkataan Luhan berhenti saat melihat seseorang berdiri membelakangi pintu apartemennya. Seorang yeoja berambut hitam bergelombang. Ia memakai jaket merah dan topi rajut putih.
Yeoja itu berbalik dan berkata ketus padanya, “Lama sekali kau membuka pintu?! Kau ingin membuatku mati kedinginan?!!”
“Shin.. Shin Raena?!!”
GREB
Luhan memeluk gadis itu erat.
“Hei.. A-aku.. sulit bernapasss.. Lepaskan..”
“Ani! Tidak akan! Aku tak akan melepasmu!! Kau tidak boleh pergi, kau harus bersamaku..”
“Baik, baik. Tapi setidaknya biarkan aku masuk ke apartemenmu. Aku sudah kedinginan..”
Luhan tersipu dan melepaskan pelukannya. Ia mempersilahkan yeoja itu masuk.
“Wah! Apartemenmu bagus sekali...”
Luhan menatap rindu pada yeoja itu. Ia sama sekali tak menghiraukan apa yang yeoja itu katakan.
“Luhan?”
Bruk
“Kya!!”
Luhan memeluk Raena lagi. Kali ini lebih erat dan tiba-tiba, hingga membuat mereka jatuh ke lantai berkarpet tebal.
“Luhan! Apa budaya barat membuatmu senang sekali menyeruduk orang?!!”
“Jangan bicara lagi..” kata Luhan pelan dan penuh penekanan. “Apa kau tahu betapa aku merindukanmu? Aku sangat rindu padamu, hingga rasanya lebih baik aku mati...”
“Luhan..” Raena menyentuh pipi Luhan dengan kedua tangannya. Ditatapnya wajah Luhan yang tidak banyak berubah tapi tampak lebih dewasa. Suaranya pun berubah menjadi lebih berat. “Kau tambah tampan ya..”
“Raena, jebal.. Kita bicara serius. Kenapa kau bisa ada di sini? Kenapa kau bisa tahu aku ada di sini... chakkaman, jangan bilang kalau kau bersekongkol dengan Eommaku..”
Raena memasang cengirannya. “Ne. Aku memintanya dari Eommamu beberapa bulan yang lalu. Dan aku juga yang memintanya untuk menahanmu di sini sampai tahun baru nanti..”
Luhan memandang penuh tanya pada gadis itu. “Lalu kenapa kau datang menemuiku? Bukankah ketika di airport kau bilang bahwa kau tidak ingin bertemu denganmu lagi?”
Raena menunduk dalam, berusaha menghindar dari tatapan Luhan. Ia salah tingkah. “Aku... Aku... Em..” Kata-kata yang sudah Raena siapkan sebelumnya dalam seketika hilang tak berbekas dari benaknya. “Apa kau tidak suka jika aku datang menemuimu?! Ba-baiklah kalau begitu, aku akan pulang sekarang!!” katanya tiba-tiba ketus. Ia bangkit berdiri tapi tangan Luhan menahan kedua tangannya di karpet tebal itu.
“Jangan mempermainkan aku!!” ujar Luhan marah.
Raena terkejut mendengar bentakan Luhan. Ia menutup matanya lalu balas berteriak, “Karna aku juga mencintaimu, bodoh!!”
Hening
Raena membuka matanya perlahan, ingin tahu apa reaksi dari namja itu. Tapi begitu ia melakukannya, sesuatu yang lembut dan hangat telah menempel pada bibirnya. Luhan menciumnya!! Ciuman yang lembut dan hangat, membuat pemanas di apartemen ini tidak berfungsi karna tidak lebih hangat dari ciuman ini. Luhan mengulum bibirnya dan menyentuh pipi gadis itu.
Tess
Setetes air mata jatuh membasahi pipi Raena. Bukan, ini bukan air mata gadis itu. ini air mata Luhan, air mata kesakitan karna rasa rindu yang selama ini ditahannya, sekaligus air mata bahagia karna cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Shin Raena juga mencintainya!!!
Luhan melepaskan tautan bibir mereka. Ia bangkit dari posisinya lalu membantu Raena duduku di hadapannya. Ia memeluk gadis itu erat-erat. “Terima kasih. Aku juga mencintaimu, dari dulu dan sampai saat ini..”

***

PROLOG

Cling cling
“Selamat datang...”
Seorang namja memasuki toko hadiah yang tampak ramai itu. Ia menjulurkan kepalanya mencari-cari seseorang. Dan pandangannya tertuju pada seorang gadis berpakaian putih di sudut toko. Setengah berlari , ia menghampisi gadis itu.
“Lama menunggu?” tanyanya pada gadis itu.
“Sekitar 10 menit..” jawab gadis itu dengan wajah cemberut. “Baru kali ini kau terlambat. Biasanya kau yang selalu menungguku..”
“Ah, mianhe.. Ada urusan penting yang harus kuselesaikan.”
“Huh~ Sudahlah.. Ayo kita cari barang! Seperti biasa kan? Aku membeli hadiah untukmu, kau membeli hadiah untukku?”
Namja itu mengangguk lalu meninggalkan gadis itu mengitari toko. Ia mencari hadiah yang akan disukai gadisnya itu.
Setelah hampir sepuluh menit, mereka bertemu di kasir dengan hadiah masing-masing yang sudah dibungkus.
“Ini untukmu. Semoga kau suka..” kata yeoja itu smabil menyerahkan hadiahnya pada sang namja.
“Ini hadiahmu..”
“Baik. Karna kau telat malam ini, maka kau yang harus membuka hadiahmu lebih dulu..” kata yeoja itu sambil tersenyum manis.
Sang namja membuka hadiahnya dan tersenyum mendapati sebuah syal merah telah berada dalam genggamannya.
“Itu hasil rajutanku sendiri. Mudah-mudahan kau suka. Dan jangan mengomel jika kau menemukan jahitan yang kurang rapi..”
“Hahaha.. Gomawo, chagi.. Sekarang giliranmu membuka hadiahku..”
Gadis itu mengangguk lalu membuka kertas pembungkus hadiah itu. Di balik kertas itu terdapat sebuah kotak berukuran sedang. Ia membukanya dan mendapati sebuah kotak berukuran lebih kecil ada di dalam kotak besar itu. Gadis itu menatap penuh tanya pada sang namja tapi namja itu hanya menjawab ringan, “Buka saja..”
Gadis itu membuka kotak itu lagi.Sekali lagi, ada sebuah kotak berukuran lebih kecil dari kotak sebelumnya di dalam sana. Gadis itu terlihat kehabisan kesabaran. Ia membuka kotak itu dengan tidak sabar dan menemukan sebuah kotak kecil lagi di dalamnya. Namun kali ini kotak itu terlihat cantik karna dihiasi dengan pita. Gadis itu membuka kotak kecil berpita itu dan mendapati sebuah cincin indah berkilauan ada di dalam kotak itu. Ia menatap penuh tanya pada sang namja.
“Aku mencintaimu. Menikahlah denganku, Shin Raena...” kata namja itu lembut. Ia menggenggam kedua tangan yeojanya.
“Apa? Kenapa aku harus menikah denganmu?”
“Karna kau mencintaiku..”
Sang gadis terlihat salah tingkah. “A-ani. Aku tidak mencintaimu...” jawabnya berbohong.
“Kalau begitu kau tetap harus menikahiku. Dengan menikah denganku, kau akan belajar mencintaiku setiap harinya, Nona Sombong..”
“Jangan memanggilku seperti itu Luhan. Memang kau pikir dengan memanggilku sperti itu, aku akan berubah pikiran?”
“Ani. Kau tak akan berubah pikiran. Karna dari awal kau memang bersedia menikah dengan... mphff...”
Gadis itu mendorong namjanya ke tembok dan mengunci bibir namja itu dengan bibirnya. Beberapa saat kemudian ia melepaskannya dan tersengal-sengal.
“Lakukan lagi..” kata namja itu sambil tersenyum jahil.
“Tidak akan!!!”
Namja itu mengejar gadisnya yang berlari sambil tertawa gembira. “Hei, Shin Raena!! Chakkaman..”

THE END

7 komentar:

  1. Wooaahh!!Keren thorr ...!:D Kerreenn...!!Ini ciyus lho ._.
    Kutunggu ff selanjtnya ma ff yg belum kelar ya :3!!Fight!!!!

    BalasHapus
  2. Satu kata : DAEBAK!!!!
    Keep FIGHTING ^^

    BalasHapus
  3. Wooohh... bagus thor :D
    kereeeenn..!!

    BalasHapus
  4. @all :
    makasih, makasih *bungkuk 180 derajat :O
    wkwkwk
    makasih banyak ^^

    BalasHapus