ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Selasa, 23 September 2014

Farewell Tears

 

Farewell Tears 

by Stephcecil  
Genre : Romance, Angst || Lenght : Oneshoot 
Main Cast : Lay / Zhang Yixing (EXO-M) & Lee Saera (OC) 
A/N : Awalnya mau lanjutin The Wedding and Psycho, tapi begitu denger lagu Lay yang 'Airport Tears, jadi galau dan kepikiran mulu bikin ff nya -_-. Oke, happy reading! Jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar, thanks! ^^ 
Summary : 
" Biarlah semua menjadi cerita masa lampau. Biarlah semua berlalu, sebagai dongeng indah tentang ia dan sang pangeran berkuda putih"



***




Tatapan gadis itu terkunci pada bintang-bintang, yang bertaburan menghiasi langit malam, membentuk ribuan rasi yang ia tak tahu apa namanya. Udara malam yang dingin membuat ia bergidik kedinginan. Kedua tangan pun terlipat di depan dada, mencoba menghangatkan diri.

Tentu saja, bercengkrama di balkon pada malam musim dingin seperti ini sangat tidak disarankan. Karena tubuhmu bisa saja membeku. Tapi entah apa yang merasuki seorang Lee Saera.

Fokus Saera tidak disana. Bukan pada bintang-bintang itu, bukan pula pada gemerlap lampu jalan yang tampak melalui balkon apartemen Saera. Namun pada bayang seorang pria, satu-satunya yang ada di hati Saera.

Zhang Yixing. Satu nama dan dua kata yang begitu bermakna bagi Saera. Dialah orang terpenting baginya, selain eomma-appa Saera, tentunya. Dia jugalah sosok yang mendominasi otak Saera, bagai racun tanpa penawar. Pria itu selalu ada di samping Saera, hingga tibalah hari ketika Yixing menemukan hal yang lebih menarik di matanya, sesuatu bernama impian.

" Yixing-ah, apa impianmu? " tanyanya kala itu. Hanya didorong oleh keisengan, sekedar berbasa-basi.
           " Aku? Aku ingin menyanyi dan menari di bawah sinar lampu. Dengan ribuanpenggemar meneriakkan namaku. " ia menjawab dengan tatapan menerawang jauh, entah apa yang bernaung dalam benaknya. Saera tidak pernah bisa paham apa yang tersembunyi di balik senyum polosnya tersebut.

           Di mata Saera saat itu, dia hanyalah anak kecil yang penuh dengan omong kosong. Dan yang mereka bicarakan hanya sekedar percakapan ringan, tiada yang serius. Dia adalah Zhang Yizing 6 tahun lalu, seorang anak kecil dengan senyum polos dan lesung pipit manisnya.


Tentu ia tidak menyangka waktu akan berlalu secepat ini. Meski Memori mereka akan selalu terpatri indah dalam lembar bernama kenangan, tak urung banyak hal yang telah berubah, seiring jarum jam yang terus bergeser ke kanan. Peribahasa “waktu mampu mengubah segalanya” terbukti benar bagi Lee Saera.

Dan Kini, Zhang Yixing tidak lagi sekedar sahabat sekaligus kekasihnya. Dia adalah seorang artis terkenal. Sesosok figur yang diidolakan jutaan penggemar. Dan Lee Saera, dia bukan lagi satu-satunya orang yang mencintai Yixing. Ada banyak. Ribuan bahkan jutaan penggemar yang selalu mengeluk-elukkan nama Lay di luar sana. Tapi bagi Saera, dia tetaplah Zhang Yixing, sang bocah lelaki di rumah sebelah.

Seketika perih menjalari dada kirinya. Ada rasa sakit dan luka disana. Membuat sesak menyeruak keluar, sebagai buliran kristal bening bernama air mata.

Lee Saera segera menyeka aliran sungai kecil, yang tercetak di kedua pipi pucatnya. Ia menghela napas dalam seraya memejamkan mata. Ini memang sulit, dan mungkin keputusan tersulit yang pernah ia buat seumur hidup. Namun tidak ada jalan lain. Inilah yang terbaik.. bagi Saera dan juga Yixing.

Sekalipun ini sungguh berat, sulit, hingga mencekik batinnya. Tetapi ini jalan yang harus ia ambil. Sebab Saera tahu, semakin jauh mereka melangkah, semakin besar pula resiko yang harus dihadapi.

Saera tidak ingin laki-laki itu tersakiti.


***


Hari ini mereka telah berjanji untuk bertemu di kafe favorit Saera. Sebuah kafe bernuansa eropa, yang letaknya agak terpencil. Ada dua alasan mengapa Saera memilih tempat tersebut. Pertama, lokasi yang kurang strategis membuat kafe itu tidak terlalu ramai, jadi kecil kemungkinan para fans Yixing menangkap basah pertemuan mereka. Kedua, di tempat itu terukir banyak memori antara dirinya dan Yixing. Contohnya saja, ketika Saera menangis, dan Yixing selalu membelikan es krim strawberry untuknya.

             “Oppa, aku mau eomma pulang! Aku tidak mau es krim! “ rengek Saera, dengan wajah yang basah karena air mata. Yixing hanya kembali menyodorkan es krim yang tadi ditolak Saera seraya tersenyum manis. Membuat lesung pipit nya itu terlihat jelas.


             “ Saera-ya. Eomma mu masih ada pekerjaan. Nanti malam ahjumma pasti akan pulang. Kau harus sabar menunggu. Arrachi? “

“ Aku tidak mau!"

            “ Kalau begitu oppa marah. Kau mau oppa marah dan meninggalkanmu? “


             Saera kecil terdiam sejenak. Kemudian ia menundukkan kepala dan menggeleng kecil. Tidak. Ia tidak mau sahabatnya yang satu itu marah, apalagi hingga pergi dan meninggalkan Saera. Ia benci sendirian. Dan jika Yixing pergi, maka ia sendirian. Ia tidak mau hal itu terjadi.

 “ Oppa.. jangan tinggalkan aku. “ lirih Saera.

             Seulas senyum terlukis pada wajah Yixing. Ia mengangguk kecil dan melipat keempat jari tangannya yang tidak memegang es krim, menyisakan jari kelingking. Siapapun tau, itulah yang dilakukan seseorang ketika ingin membuat janji.


            “ Arraseo. Oppa janji. Oppa tidak akan meninggalkan Saera. Oppa akan selalu ada di samping Saera, menjaga Saera. Bagaimana? “


            Tidak perlu menunggu lama hingga kedua jari kelingking tersebut saling bertaut. Mengikat sebuah janji polos. Hanya sekedar janji kekanakan.


Saera tahu itu. Seharusnya ia tidak menganggap hal sepele sebagai sesuatu yang serius. Namun gejolak dalam hati Saera begitu brutal, memerintah gadis itu untuk percaya pada mulut manis Zhang Yixing. Faktanya, ketika Yixing telah menemukan impian, ia menjadi terlalu sibuk dan kerap meninggalkan Saera. Sekali lagi, Saera benci sendirian. Ia bukanlah seorang yang terbuka pada siapa saja, temannya hanya sedikit. Namun hanya ada 3 orang yang ia percaya di dunia ini. Yaitu kedua orangtuanya dan Zhang Yixing.

Apa ia bodoh? Bisa jadi.

Lee Saera memilih meja paling sudut. Walau tidak banyak pengunjung di kafe, bukan berarti ia dapat melonggarkan kadar kewaspadaannya. Ia sudah muak berurusan dengan fans Yixing. Banyak diantara mereka merupakan penggemar fanatik. Dan entah bagaimana beberapa dari mereka mengetahui hubungan antara Yixing dan Saera, yang jelas bukan sekali-dua kali gadis itu mendapat pengalaman tak menyenangkan karena ulah para fans.

20 menit telah berlalu sejak Saera mendaratkan pantatnya di kursi kafe. Ia menghela nafas dalam seraya menyandarkan tubuh pada sandaran kursi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Ia mengerti betul jadwal maut Yixing. Apa mungkin laki-laki itu tidak dapat menemuinya hari ini? Jika benar begitu, seharusnya ia menghubungi Saera terlebih dahulu

Baru saja Saera hendak beranjak meninggalkan kafe, saat manik hitamnya menangkap sesuatu yang familiar. Pemuda berperawakan kurus dan tinggi. Ia mengenakan Topi, Masker, dan kacamata hitam. Membuat penampilannya terlihat mencurigakan, bagai teroris yang tengah melarikan diri dan tak ingin identitasnya ketahuan. Namun lain cerita bagi Saera, sosok tersebut tak lagi asing. Ia tahu benar siapa yang bersembunyi di balik topeng penyamaran itu.

Dialah Lay. Sang idol yang tengah menyamar demi menemui kekasihnya sendiri. Dalam hati, Saera tertawa miris. Untuk saling bertemu saja, harus sesulit ini. Namun ia sendiri sadar, status dan keadaan mereka kini sungguh berbeda. Ada sebuah garis tebal yang membedakan sang pria terkenal dan gadis biasa.

Dengan senyum lebar dan terkesan polosnya itu, Yixing berjalan menghampiri meja Saera. Ia menarik kursi di hadapan kekasihnya, hingga sekarang mereka duduk berseberangan. Manik mata kecokelatannya tampak begitu polos, seolah ia tidak memikul beban apapun. Walaupun lingkaran hitam yang tebal itu menjelaskan sebaliknya. Saera tahu, pria itu lelah luar biasa. Dan ia tahu pula, menyisihkan waktu untuk menemui dirinya juga bukan hal yang mudah.

Tidak apa, ini akan menjadi yang terakhir.

“ Tidak kusangka kau benar-benar datang kemari. “ suara berintonasi rendah Saera membelah keheningan diantara mereka. Yixing kembali mengulum senyum seraya menyeruput salah satu hot chocolate yang tersedia di atas meja –saera sempat memesan minuman tersebut sebelum Yixing tiba-. Setelah cairan hangat itu mengalir melewati kerongkongannya dengan sempurna, ia pun bersuara.

“ Aku memohon pada manager hyung untuk mengosongkan jadwalku hari ini. Kau bilang ada hal penting untuk dibicarakan. Lagipula, aku merindukanmu, Lee Saera. “

Aku merindukanmu.

Oh, sungguh, kata itulah yang selalu berdengung dalam kepala Saera. Hampir setiap saat menghantui pikirannya. Ia merindukan pria itu hingga hampir gila. Saera masih bisa menerima ketika Yixing sibuk dengan masa trainee nya. Setidaknya, ia selalu pulang di akhir minggu. Namun kini? Ketika namanya telah melejit sebagai seorang artis terkenal. Ia dapat menghilang hingga berbulan-bulan. Bukan hanya di Korea, namun di luar negeri pula. Yixing yang dulu selalu datang ketika Saera memanggilnya, selalu berada di samping Saera dan menemani dia. Namun kini kenyataan berkata lain, bahkan untuk mengobati rindu dengan bercakap melalui telepon saja susah sekali.

Saera mencoba menepis keinginannya untuk mengungkap kata 'rindu' sebagai pelampiasan rasa. Ia sudah memutuskan tindakkannya. Ia tidak ingin rencananya hancur lebur hanya karena hati yang terlalu lemah. Ia menelan kembali kata "Aku juga merindukanmu" yang nyaris meluncur keluar melalui bibir Saera.

" Bisakah kita langsung pada pokok pembicaraan? " permintaan bernada ketus Saera, membuat pria itu mengalihkan pandangan dari segelas Hot Chocolate, dan memandang kekasihnya dengan tatapan heran. Tidak biasanya Lee Saera bersikap seperti ini padanya. Alis Yixing bertaut, kerutan terlukis pula di dahinya.

" Err.. ya.. "

" Sebelumnya, maafkan aku. Kau tahu? Aku sangat, sangat, sangat, menyayangimu Zhang Yixing. Kau adalah orang yang paling kupercaya dan kuandalkan selain kedua orang tuaku. Tapi, kadang takdir tak berjalan sesuai keinginan manusia, benar? " Saera tersenyum getir. Sensasi panas menyerang matanya. Belum lagi sesak yang menjalari bagian dada. Ini sakit. Bahkan terlalu sakit.

Sementara Yixing masih tidak menemukan gambaran akan arah pembicaraan mereka. Namun jauh di dalam sana, ia merasakan firasat buruk, membuat kedua kakinya bergerak gelisah. Dia memang seorang Zhang Yixing, namja pelupa yang selalu membuat Saera kerepotan. Bocah sebelah rumah yang gemar bermain gitar demi melepas penat.

" Apa.. maksudmu? "

Saera menggigit bibir bawahnya. Mengapa kata-kata yang ia rancang semalam seolah tersendat di lidah? Menolak untuk keluar dan mematuhi perintah otaknya. Mungkin jeritan hati nurani Saera terlampau kuat, karena ia sendiri tahu, tindakkannya saat ini berlawanan dengan keinginan hatinya.

" Aku... kita..  "

" Apa? "

Ia kembali menghela nafas dalam seraya menatap langit-langit kafe. Menghindari tatapan kekasihnya. Oh Tuhan, mengapa ini berat sekali? 

" Ayo kita putus.. "

Begitu kata tersebut terucap dari bibirnya, sensasi panas itu menyerang ia begitu kuat, membuat manik hitamnya terasa basah. Saera mengerjapkan mata, menahan kristal bening itu meluncur begitu saja. Ayolah, ia tidak ingin terlihat lemah. Setidaknya untuk saat ini.

" Jangan bercanda Lee Saera. " suara itu dingin. Tidak lagi hangat seperti biasa. Dan Saera tahu, Zhang Yixing sedang serius sekarang. Namun ia juga serius. Serius dengan permintaannya barusan.

Saera menggeleng lemah seraya tersenyum miris. Memasang topeng, berakting sok kuat. Walau ia tahu, hatinya hancur berkeping-keping. Ada perih dan sakit disana. Namun ia tahu pula, memori indah di antara mereka tidak akan mampu terulang kembali. Sekeras apapun ia mencoba, setegar apapun ia bertahan. Ialah pihak yang tersakiti, menyaksikan Yxing mengejar sang impian dan meninggalkan sesuatu yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, yaitu dia sendiri, Lee Saera.

" Aku tidak sedang bercanda Yixing-ah. Ini jalan yang terbaik bagi kita. Aku tahu ini akan sulit pada awalnya, namun semua akan baik-baik saja. Percayalah padaku. " Saera menatap langsung kedua manik kecokelatan Yixing yang diliputi kegelisahan. Ini berat baginya, dan juga Yixing.

" Ini tidak baik-baik saja Saera. Aku tidak akan baik-baik saja tanpamu. " sengitnya.

" Kau baik-baik saja. Bahkan ketika world tour dengan grup mu, kita tidak berhubungan selama berbulan-bulan. Dan nyatanya, kau masih baik-baik saja, bukan? " Yixing menggeleng cepat. Seolah menolak penuturan Saera barusan, " Saat itu aku hampir mati merindukanmu " ujarnya.

Bukan hanya kau. Aku yang jauh lebih menderita disini. Aku jauh lebih merindukanmu.

" Kita sudah jauh berbeda sekarang. Segalanya tidak lagi sama, aku yakin kau mengerti hal itu. Kau memiliki jutaan penggemar diluar sana. Mereka akan terluka jika mengetahui hubungan kita. " elak Saera.

Ya. Setidaknya kau tidak akan kesepian disana. kau memiliki penggemar dan rekan grup mu. Kau tidak akan sendirian sepertiku. Aku benci sendirian. Namun aku akan membenci diriku sendiri, jika kau terluka karenaku.

" Jika kau takut akan hal itu, biar kuumumkan hubungan kita pada publik sekarang juga. Ini jauh lebih baik jika aku memberitahu mereka lebih awal. " sarannya.

" Bodoh. Tidak akan ada yang berubah, bahkan jika kau melakukan hal itu. Keadaan sudah berbeda, Zhang Yixing. " tegas Saera.

Saera dapat melihat kedua mata Yixing berkaca-kaca sekarang. Kabut bening terbentuk disana. Sempat pula ia melihat Yixing kembali membuka mulutnya, hendak melawan argumen saera, namun buru-buru diselanya.

" Aku juga ingin bahagia. Kau tahu? "

" Bahagia seperti apa? "

Alis laki-laki tersebut saling bertaut. Menandakan keheranan yang terbentuk dalam diri, namun tentu saja, kesedihan berbaur gelisah jauh mendominasi. Sesak di dalam dada Yixing semakin parah ketika rentetan kalimat -yang sungguh tak ingin ia dengar- meluncur keluar dari bibir Lee Saera, gadis yang paling ia cintai, bagai pusat tata surya bagi Yixing. Gadis itu mataharinya.

" Banyak yang bilang bahagia itu sederhana. Begitu pula menurutku. Aku ingin berjalan-jalan dengan bebas di Myungdeong, bermain di lotte world, pergi ke menara namsan dan naik bianglala disana. Memasang gembok cinta yang terkenal, menonton bioskop. Dan masih banyak yang ingin kulakukan bersama seorang kekasih. " jelas Saera panjang lebar. Walau ucapannya penuh dengan dusta. Ia tahu, ia tidak butuh semua itu untuk merasakan bahagia. Memang benar yang dikatakannya tadi, bahagia itu sederhana. Ia hanya butuh Zhang Yixing di sampingnya, maka ia akan bahagia. Tidak perlu acara berjalan-jalan dan sebagainya, ia hanya butuh sosok Yixing yang selalu menemaninya, seperti dulu.

" Kita dapat melakukannya... "

" Tidak. Tidak dengan jadwal padat dan para fans yang mengekorimu kemana-mana. "

" Tapi Saera.. "

" Kumohon mengertilah. Ini memang berat. Ini berat bagiku.. Ak-aku.. kau tahu aku sangat menyayangimu. " suara Saera bergetar hebat. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang mendesak untuk meluncur keluar.

Zhang Yixing kehabisan kata-kata. Hatinya terasa luar biasa sakit. Seolah ada yang menikamnya tepat di dada. Sungguh perih. Yixing benci perasaan semacam ini, ia merasa takdir tengah mengkhianati dan bermain-main dengannya. Karena ketika ia berhasil meraih impian, ia harus kehilangan sesuatu yang lain. Sesuatu tak kalah penting, yang sanggup membuat perasaan aneh bergetar dalam diri. Cinta.

Ia menatap kedua mata Saera yang telah memerah. Ia tahu gadis itu tengah berjuang menahan tangis. Ego yang terselubung menyuruh ia terus mendesak Saera, memohon pada sang pemilik hati agar tidak menghancurkan perasaan Yixing. Namun ia tahu, jika sosok rapuh di hadapannya kini terlihat begitu tersiksa.

Ia mengabaikan Saera. Ia menyakiti Saera. 

Pikiran tersebut bergemuruh dalam otak Yixing, membawanya pada rasa bersalah. Ia tidak tega membiarkan hal ini terus berlangsung. Dan entah bagaimana caranya, namun ia mulai merasa bahwa Saera benar. Lebih baik mereka berpisah sekarang, dibanding saling menyakiti satu sama lain. Yixing juga tak ingin hidupnya sengsara karena masalah cinta. Ia tak ingin mati karena sakit hati.
" Baiklah. Jika itu yang kau inginkan. Aku mengerti " nada datar itu bagaikan sambaran petir bagi Saera. Sungguh, seolah ada yang mencabut baterai kehidupannya. Pemikiran jika semuanya sudah berakhir benar-benar membuat kepalanya pening seketika. Tubuhnya lemas. Namun bukan Lee Saera namanya, jika ia tidak pandai memasang topeng dalam segala situasi.

Saera tersenyum pahit, " Bagus jika begitu. Kurasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. "

Yixing hanya membeku di tempat ketika gadis itu beranjak berdiri dan mengambil tas tangan yang teronggok di sebelahnya. Sulit sekali untuk berucap, dengan kadar syok yang begitu tinggi menyerang diri. Butuh beberapa detik hingga mulutnya kembali berfungsi.

" Tunggu.. "  suara Yixing membuat langkah Saera terhenti. Ia menoleh seketika, dan matanya mendelik kaget saat Yixing mendekap ia kedalam sebuah pelukan hangat. Yixing memeluknya. Sangat erat dan mendadak. Tubuh Saera bagai disetrum aliran listrik.

Dan kali ini Saera tidak lagi dapat menahan gumpalan sesak yang menyeruak dalam dada. Ini menyakitkan. Terlalu menyakitkan. Hingga akhirnya kristal bening itu menetes, membasahi pipi pucatnya.

" Tolong jangan lupakan aku. Bahkan jika kau menemukan pria lain yang jauh lebih baik dariku, jangan lupakan aku. Aku harap kau bisa bahagia. Jaga dirimu baik-baik. "

Kemudian Yixing melepaskan kedua tangan yang tadi melingkari pinggang Saera. Kini tangannya menangkup pipi Saera, menyisakan jarak begitu kecil antara wajah mereka berdua. Begitu dekat hingga masing-masing indra pendengaran mampu menangkap degup jantung satu sama lain. Manik mata Yixing menatap lekat-lekat milik Saera. Terlukis jelas kegetiran di sana. Ia tahu, gadis kesayangannya ini tengah berpura-pura. Menutup kegundahan dengan ekspresi tegar. Namun sampai kapanpun, Saera tidak akan mampu menipu Yixing, karena ia terlalu mengenalnya.

" Aku tahu.. "

Sesuatu yang hangat, lembut, dan basah menempel di bibirnya. Saera kembali mendelik terkejut. Bagaimana tidak? Yixing menciumnya, di tempat umum pula. Namun rupanya pandangan tak menyenangkan dari beberapa pengunjung kafe tidak diindahkan oleh Yixing. Saera pun memejamkan matanya. Menikmati sensasi menggelitik, yang jelas tengah ia rasakan untuk terakhir kalinya. Karena mungkin setelah ini, mereka hanyalah dua orang asing yang bahkan tak akan saling menyapa jika kebetulan bertemu. Namun untuk bertemu secara kebetulan pun, Saera ragu. Bagaimanapun juga, dia adalah seorang Lay, idola terkenal dengan segudang aktivitas.

Beberapa detik kemudian, Yixing melepaskan bibirnya dan berkata, " Dan jangan pernah lupakan jika aku mencintaimu. Aku selalu mencintaimu. "

Sungguh. Saera kala itu begitu tergiur untuk mengucapkan " Aku juga mencintaimu ", tapi ia tahu, kalimat sakral tersebut hanya membuat perpisahan mereka menjadi lebih menyakitkan. Hingga akhirnya, yang ia ucapkan hanyalah, " Aku tidak akan melupakanmu. Tenang saja. "

Saera tersenyum. Seulas senyum sarat kepedihan sekaligus perih. Entah berapa banyak persediaan air mata yang ia miliki, yang jelas jika Yixing berlalu pergi dari hadapan Saera, ia akan menumpahkan segalanya, segala tetes kristal bening tersebut.

" Berjanjilah, kumohon. " Yixing tersenyum miris, seraya menyodorkan jari kelingkingnya. Persis seperti yang mereka lakukan di masa lalu, kedua bocah kecil dengan janji polos mereka. Kali ini di tempat yang sama pula, namun dengan situasi yang jauh berbeda. Tentu saja, mereka bukan lagi anak kecil yang penuh kebebasan, namun dua orang dewasa dengan beban pada pundak masing-masing.

Tidak membutuhkan waktu lama hingga kedua jari kelingking saling bertaut. Saling berucap janji. Ya, janji perpisahan, janji untuk tidak melupakan satu sama lain, apapun yang terjadi. Karena mereka tahu, memori indah diantara mereka akan selalu terpatri dalam hati masing-masing. Sekalipun jika nanti, sosok baru akan hadir memasuki hidup mereka. Kenangan itu akan tetap ada. Tentang dua anak yang tumbuh bersama, saling menguatkan dan mencintai.

" Aku berjanji. "


***


1 Years Later..

Sesosok gadis tengah berjalan santai seraya bersenandung pelan. Kedua kakinya terus melangkah mantap. Dosennya sedang sakit, jadi tidak dapat mengajar hari ini. Dan hal itulah yang membuat hatinya berbunga-bunga. Tentu saja, semalam ia lupa mengerjakan proposal dari dosen tersebut. Ia tidak mampu membayangkan jika segala sesuatu berjalan sesuai rencana awal -dosennya masuk- bisa dipastikan ia diceramahi habis-habisan.
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Kedua mata Saera terpaku pada sebuah poster yang terpajang pada jendela depan toko kaset, yang nyaris dilaluinya begitu saja. Itu adalah poster EXO, grup yang sedang digandrungi anak muda, dengan lagu terbarunya Growl. Sesuatu atau lebih tepatnya seseorang menarik perhatian Saera, laki-laki berambut pirang dengan lesung pipit yang tampak jelas di pipi kirinya.

Dia adalah Zhang Yixing.

Seulas senyum tipis tersungging di bibir Saera, ketika berbagai kenangan manis kembali berkelebat dalam benaknya. Ia tahu, hingga kapanpun, tidak ada yang mampu menggantikan sosok Yixing dalam hidupnya. Tidak peduli apapun yang terjadi.

Kemudian ia menghela nafas panjang, seolah berusaha menyingkirkan getaran emosional dalam diri. Saera pun melanjutkan langkah, meninggalkan tempat itu. Biarlah semua menjadi cerita masa lampau. Biarlah semua berlalu, sebagai dongeng indah tentang ia dan sang pangeran berkuda putih.


-FIN-

2 komentar:

  1. Sebenernya bingung mau komen apaan..
    pokoknya ini DAEBAK, Ceritanya simple, tapi ngena banget. Apalagi gaya bahasanya ituloh :v
    Tapi saya masih pundung nunggu lanjutan The Wedding and Psycho, mana thor? u_u

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf saya baru bales komen kamu sekarang ^^ jinjja? maksih

      Hapus