TheIce Prince And
The Nerd Girl || Farikha Kwon (@farikha9358) || Romance, school life,
and other || Teen || Chaptered || Oh Sehun (EXO).
Kwon Ji Ri (OC).
Support Cast:
Park Chanyeol (EXO).
Kim Jong In (EXO).
Jung Soojung (F(x)).
Kwon Jiyong (Big Bang).
Disclaimer: Plot is main,
story from my imagination, semua tokoh ada yang punya, yang punya pasti bukan
saya *bukk.
A/N: Hello Readernim semua..,
aku kembali dengan FF baru *ketawajail. Tanpa perlu ngomong lagi, happy reading
and don't forget to RCL ^^
PS: Nerd adalah: sebutan untuk orang2 yang yang unik, yang tergila-gila
dengan aktivitas pendidikan, dan memiliki pengetahuan yang luas. Ciri2 fisik,
berkacamata dan baju yang selalu dimasukkan.
Berkali-kali yeoja berseragam
SMA SOPA itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Bibir tipisnya tak henti-hentinya menggumamkan serentetan doa, berharap
keterlambatannya hari ini bisa dimaklumi oleh Ahjussi penjaga sekolah.
Di dada sebelah kanan yeoja
itu, terdapat papan nama kecil yang bertuliskan 'Kwon Ji Ri'. Tanpa memedulikan
pejalan kaki yang ia lewati, Ji Ri terus memacu kedua kakinya untuk tetap
berlari.
Seragam sekolah yang ia
kenakan nampak sedikit berantakan. Tapi, siapa yang peduli dengan
penampilannya. Yang terpenting sekarang adalah, berhasil masuk ke sekolah tanpa
masalah.
"Ahjussi.." Panggil
Ji Ri dengan napas yang masih memburu, hingga bahunya naik turun, mengiringi
setiap deru napasnya.
Seorang laki-laki paruh baya
yang dipanggil Ji Ri, hanya menyipitkan kedua matanya yang memang sudah sipit,
hingga menyisakan garis pada matanya. "Kau boleh masuk. Tapi, kau harus
menghadap Choi Songsaenim terlebih dahulu." Seru laki-laki yang mengenakan
seragam khusus petugas keamanan tersebut.
"Ne, Ahjussi.."
Setelah mendengar ucapan Ahjussi itu, Ji Ri langsung melangkahkan kaki menuju
dua orang laki-laki berbeda usia yang dimaksud oleh Ahjussi tadi. "Choi,
Songsaenim.." Ucap Ji Ri sedikit ngeri, karena wajah Choi Songsaenim
terlihat sangat garang.
Laki-laki yang dipanggil Ji
Ri beralih menatapnya. Sebelumnya, Choi Songsaenim terlihat sedang memarahi
seorang namja yang berseragam sama seperti Ji Ri.
"Kau.." Choi
Songsaenim menyipitkan kedua matanya, menatap papan nama milik Ji Ri. "
Kwon Ji Ri?"
"N-ne, Songsaenim."
Jawab Ji Ri dengan suara yang terdengar sangat ketakutan.
"Ku harap, kau terlambat
bukan karena jam weker-mu yang lupa untuk berbunyi, seperti Tuan Oh ini."
Ucap Choi Songsaenim, sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah namja yang
sedang menunduk di samping Ji Ri.
Ji Ri menelan ludahnya dengan
susah payah. Otaknya berpikir keras, berusaha mendapatkan alasan yang masuk
akal untuk diucapkan kepada Choi Songsaenim. "Eumm..., saya terlambat
karena saya ketinggalan bus jemputan, Songsaenim."
Choi Songsaenim menaikkan
sebelah alis matanya. Menuntut Ji Ri untuk memberikan alasan yang lebih jelas
lagi.
Ji Ri mengembuskan napasnya
dengan kasar. Berusaha mengusir rasa takut yang sedari tadi menghinggapinya.
"Saya murid baru, Songsaenim. Jadi, saya tidak tahu jadwal kedatangan bus
jemputan."
Choi Songsaenim menyeringai
tipis, mendengar jawaban Ji Ri. "Tuan Oh, kau beruntung. Karena hari ini
kau tidak dihukum sendirian. Ada Nona Kwon yang menemanimu." Choi
Songsaenim terdiam sejenak, dan tersenyum tipis melihat kedua muridnya yang tersentak
mendengar ucapannya. "Kalian harus memutari lapangan basket sebanyak 10
kali. Dan jangan protes, eoh?"
Tanpa menunggu reaksi dari
kedua muridnya, Choi Songsaenim melangkah meninggalkan lapangan basket menuju
kelas XI- A tempatnya mengajar.
Ji Ri hanya bisa pasrah dan
harus menerima hukuman dari Choi Songsaenim. Ini salahnya, kenapa ia harus
kabur dari pengawal Oppa-nya yang ditugaskan untuk menjaganya.
Setelah Ji Ri meletakkan tas
punggungnya di pinggir lapangan, ia langsung berlari mengekori namja yang
dihukum bersamanya.
"Hai.." Sapa Ji Ri
sembari tetap berlari di belakang namja yang memiliki kulit seputih susu itu.
Hening. Tak ada jawaban.
Ji Ri mengembuskan napasnya
dengan kesal, seraya menatap namja bermarga Oh itu dengan risih. Karena namja
itu berlari dengan tetap mengenakan tas punggung hitamnya.
"Ah, Choi Songsaenim
memang kejam sekali.." Ji Ri membungkukkan badannya, dengan napas yang
masih memburu. Puluhan tetes peluh mengalir lembut dari pelipisnya, membuat kacamata
yang ia kenakan sedikit berembun.
"Ini." Namja yang
dihukum bersama Ji Ri, menyodorkan botol air mineral dingin tepat di depan
wajah Ji Ri.
Ji Ri menegakkan tubuhnya dan
langsung menyambar botol minuman itu. Sedetik kemudian, ia langsung meneguknya
hingga hanya tersisa botolnya saja. "Hehehehe..., maaf, aku sangat haus
sekali." Ucap Ji Ri.
"Hm." Jawab namja
itu dengan wajah datarnya.
"Kwon Ji Ri imnida,
murid baru pindahan dari Amerika. Namamu Oh siapa?" Tanya Ji Ri dengan
menyebut marga namja itu.
"Oh Sehun."
Jawabnya sembari melangkahkan kaki menuju kelas. Entah karena apa, perut Sehun
terasa geli sekali saat mendengar setiap ucapan yang dilontarkan Ji Ri.
Ji Ri hanya menganggukkan
kepalanya mendengar ucapan Sehun, sembari mensejajarkan langkahnya dengan
langkah Sehun.
"Kelasmu di mana? Aku di
XI- B." Ji Ri berusaha mengakrabkan diri dengan Sehun. Meski ia tidak
terlalu yakin jika ia bisa akrab dengan mudah dengan namja sedingin es ini.
"Di sini." Sehun
berhenti tepat di depan kelas XI- B dan kemudian membuka pintunya dengan
perlahan. "Selamat pagi Park Songsaenim. Mianhae, saya terlambat,
lagi."
Ji Ri hanya bisa terdiam mematung
dengan mulut menganga dan kacamatanya sedikit melorot, saat ia mengetahui bahwa
Sehun adalah teman satu kelasnya.
"Nona Kwon, sampai kapan
kau akan berdiri di tengah pintu seperti itu, hemm?" Seru Park Songsaenim
yamg menyadarkan Ji Ri dari terkejutannya.
"Ne, Songsaenim."
Ji Ri langsung melangkahkan kaki menuju tempat duduknya, sesaat sebelumnya ia
membungkukkan badan memberi hormat kepada guru yang sekaligus menjadi wali
kelas-nya.
"Kau terlambat lagi, Ji
Ri?" Tanya teman sebangku Ji Ri yang bernama Kim Jong In, saat melihat Ji
Ri sudah duduk di sampingnya.
Ji Ri mengangguk sembari
mengeluarkan buku catatan pelajaran Biologi, pelajaran yang paling ia sukai.
Sembari menulis, Ji Ri
mendekatkan wajahnya tepat di samping telinga Jong In, lalu bertanya,
"Jong In, apa kau mengenal Sehun?"
Jong In berhenti sejenak dari
aktifitas menulisnya, kemudian ia mengangguk. Raut wajah Jong In berubah
seketika saat mendengar pertanyaan dari Ji Ri. Ada sesuatu yang mengusik
dirinya, membuat perasaan sakit seketika menyeruak menyerang ulu hatinya.
"Kau kenapa, Jong In?"
Ji Ri menyentuh kening Jong In dengan punggung tangannya. "Kau
sakit?" Ji Ri bingung dengan perubahan wajah dan sikap Jong In.
Jong In yang baru ia kenal
kemarin berbeda dengan Jong In pada hari ini. Jong In yang kemarin sangat baik,
humoris, bersahabat dan ramah. Bukan Jong In yang tiba-tiba berubah menjadi
pendiam seperti saat ini.
"Kau jangan sekali-kali
mendekati Sehun, eoh?" Ucap Jong In dengan serius, sembari menatap Ji Ri
dengan begitu tajam.
Ji Ri bingung sekaligus heran
mendengar ucapan Jong In. Ia berusaha mencari kebohongan di dalam mata Jong In.
Tetapi hasilnya nihil. Ji Ri justru mendapatkan keseriusan yang amat sangat
dalam mata itu.
"Wae?"
***
Sehun melangkahkan kaki
memasuki halaman rumah mewah yang terbentang luas. Setiap mata memandang,
terlihat berbagai jenis bunga tumbuh dengan subur. Menambah kesan mewah nan
indah pada rumah ini. Namun sayang, hal itu tak berpengaruh apa-apa untuk
Sehun.
"Selamat sore, Tuan Muda
Sehun." Sapa beberapa pekerja yang bertugas menjaga rumah dari keluarga
Oh. Selain menyapa, mereka juga membungkukkan badan saat Sehun melintas di
hadapan mereka.
"Hm." Seperti
biasanya, hanya kata yang sangat singkat itu yang menjadi ucapan Sehun. Yang
sangat sering ia ucapkan dalam keadaan apapun, termasuk saat bertengkar dengan
Appa-nya.
"Kau sudah pulang,
Sehun?" Seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik, menyambut
kedatangan Sehun dari sekolah.
Tak ada jawaban. Hanya terdengar
suara derap langkah kaki Sehun yang melangkah menuju kamarnya di lantai dua.
Wanita yang resmi menjadi
Eomma Sehun dua tahun yang lalu, hanya bisa menghela napasnya dengan pasrah. Sudah
berbagai cara ia lakukan untuk meluluhkan hati anak tirinya itu. Tetapi hanya
sia-sia, Sehun tetap saja bersikap dingin terhadapnya.
Sesampainya di kamar, Sehun
langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidur super besar miliknya. Matanya
menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya, yang sengaja dilukis abstrak
namun terlihat sangat indah.
Pikirannya melayang-layang
mengingat setiap kejadian yang ia habiskan bersama Eomma kandungnya. Rasa
rindunya tak terbendung lagi. Tapi apa yang harus ia lakukan, kecuali berdoa
untuk Eomma-nya yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.
"Sehun, ini oleh-oleh
untukmu." Seru seorang namja yang secara tiba-tiba sudah berdiri di
samping tempat tidur Sehun.
"Aku tidak mau!"
Sehun mendorong tangan namja itu dengan kasar, hingga membuat isi di dalam tas belanja
yang disodorkan namja tadi jatuh berantakan di lantai.
"Sehun, kau.." Namja
itu menarik tangan Sehun dengan kasar, sampai membuat Sehun berdiri tegak dan
sejajar dengan namja itu.
"Aku tahu, kita bukan
saudara kandung. Tapi, apa kau tidak bisa bersikap baik terhadapku dan
Eomma-ku, hmm?" Tanya namja itu dengan tenang, berusaha menahan emosi yang
kian lama kian memuncak.
"Kalian bukan
siapa-siapa untukku." Desis Sehun, sembari melepaskan tangannya dari
genggaman tangan namja itu dengan kasar.
"Kau memang sangat keras
kepala, Sehun." Namja itu menatap Sehun dengan tatapan tidak suka.
"Dan kau, Park Chanyeol,
aku muak denganmu!"
Hening. Tak ada suara yang
menyahut lagi. Hanya saling menatap dengan tatapan benci dan tidak suka.
Merasa sangat tidak nyaman
dengan suasana seperti ini, sehun langsung menyambar jaket yang terletak di meja
belajarnya dan langsung pergi meninggalkan Chanyeol yang masih berdiri terpaku
menatap kepergiannya.
Sehun mengendarai motor
sport-nya dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan kendaraan yang hilir-mudik
membelah jalanan kota Seoul. Bahkan Sehun tak memedulikan lampu lalu lintas
yang mununjukkan warna merah.
Hampir saja Sehun menabrak
seorang pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan, kalau saja ia tidak cekatan
menarik rem motornya, pasti sudah dipastian ia bakal masuk ke hotel prodeo.
Pikiran Sehun kalut. Dalam
hati Sehun berteriak, kenapa Appa-nya menikah lagi, kenapa Eomma-nya pergi
begitu cepat. Dan yang paling membuatnya ingin menjadi seorang pembunuh adalah,
kenapa Appa-nya membawa dua orang asing yang tidak pernah Sehun kenal, tapi
ingin sekali merebut semuanya dari Sehun.
Setelah hampir satu jam
mengendarai motornya tanpa arah dan tujuan, Sehun memberhentikan motornya di
area parkir sebuah pusat perbelanjaan.
Entah ada angin apa, Sehun
pergi ke tempat ramai seperti sekarang ini. Biasanya ia akan menghabiskan
waktunya di tempat yang sepi dan sejuk, seperti di pantai.
Sehun mengedarkan pandangannya
di setiap sudut tempat di lantai tiga gedung ini. Tempatnya lumayan ramai,
meski tidak seramai pada waktu akhir pekan.
Mata Sehun tetap melihat
kesana kemari, sembari menikmati bubble
tea yang baru saja ia beli. Tiba-tiba saja, matanya mengunci sebuah obyek
yang membuatnya sangat penasaran.
Seorang yeoja tengah berlari dengan
tergesa-gesa memasuki toilet khusus yeoja. Ia sangat tidak asing bagi Sehun,
tubuh rampingnya, rambut cokelatnya yang dibiarkan tergerai, dan..., tunggu, di
mana kacamatanya?
"Apakah itu Ji Ri?"
Sehun mengikutinya hingga di depan toilet.
***
Ji Ri mengerucutkan bibirnya,
ketika ia harus berjalan dengan dua orang pengawal yang berjalan di
belakangnya. Ini semua karena Oppa-nya yang terlalu berlebihan memperlakukan
dirinya. Setiap ia melangkah harus diikuti pengawal bertubuh tegap seperti
mereka.
Sembari berjalan, Ji Ri
memutar otak, berusaha mencari ide untuk melarikan diri dari mereka.
"Chaerin Eonni, Seungri
Oppa, aku ingin bermain di Time Zone,
kalian harus ikut bermain, eoh?" Seru Ji Ri sembari memandang dua pengawal
berbeda jenis di hadapannya ini.
Chaerin dan Seungri saling
menatap, mereka seolah-olah saling bertanya satu sama lain hanya dengan lewat
pandangan mata.
"Jika kalian tidak mau,
tidak apa-apa, aku bisa bermain sendiri, tanpa perlu kalian ikuti." Ji Ri
berbalik arah, dan langsung melangkah meninggalkan Seungri dan Chaerin yang
masih kebingungan.
"Arasso, Nona."
Seungri dan Chaerin hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Ji Ri. Dari pada mereka
harus berhadapan dengan bos mereka, yang tak lain Oppa-nya Ji Ri, yang terkenal
galak dan kejam, jika menyangkut tentang adiknya.
"Sepertinya bermain
balap motor sangat seru, bagaimana jika kalian memainkannya?" Ji Ri
terlihat antusias saat berhenti tepat di dekat sebuah mesin permainan balap
motor yang tersedia di Time Zone.
Chaerin dan Seungri kembali
saling menatap. Apa mereka benar-benar harus melakukannya? Dengan usia seperti
sekarang ini?
Seungri menelan ludahnya
sendiri dengan susah payah, seperti itu hal yang paling sulit untuk dilakukan.
"Tapi Nona, kita sudah bukan usianya lagi..."
"Arasso.., tapi jangan
salahkan aku jika nanti malam, Oppa akan memecat kalian." Ji Ri
mengucapkannya dengan tenang, tapi mampu membuat Chaerin dan Seungri ketakutan
mendengarnya.
"Arasso, Nona."
Dengan terpaksa, Chaerin dan Seuingri menaiki motor-motoran dan mulai
memainkannya.
"Ayo Eonni, kau pasti
bisa mengalahkan Oppa.." Ji Ri terus menyemangati Chaerin, sembari
berteriak tanpa memedulikan orang-orang di sekitar yang merasa terganggu dengan
suara kerasnya.
'Teruslah bermain, dan
lupakan aku..' Ji Ri mengendap-endap, meninggalkan Chaerin dan Seungri yang
tengah asik dengan permainannya. Mereka tak sadar, jika ini adalah bagian dari rencana
Ji Ri untuk melarikan diri.
"Ya! Nona Ji Ri, kembali
kau!" Chaerin menyadari jika Ji Ri melarikan diri dari pengawasannya.
Menyadari jika aksinya
ketahuan, Ji Ri semakin mempercepat langkah kakinya. Tak peduli dengan rambunya
yang berantakan.
Ji Ri terus berlari di antara
kerumunan pengunjung mall, sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan jaraknya
dengan Chaerin dan Seungri masih sangat jauh.
Ji Ri terus berlari, meski ia
hampir menyerah. Ia harus tetap berlari, jika ia tetap ingin menikmati sore
harinya tanpa diawasi oleh para pengawal Oppa-nya.
"Akhirnya.." Ji Ri
bernapas lega, saat ia berhasil melarikan diri dari Chaerin dan Seungri, dan
bersembunyi di dalam toilet. Sebenarnya Ji Ri bukan hanya ingin bersembunyi di
toilet, ia juga ingin mengubah penampilannya seperti saat ia pergi kesekolah.
Rambut yang dikuncir asal-asalan dan sebuah kacamata berbingkai hitam yang
menghiasi mata indahnya.
Selesai mengubah
penampilannya dengan kaus yang sedikit kebesaran, rok mini berlipit berwarna
hitam dan sepatu keds, Ji Ri langsung keluar dari toilet. Bibirnya membentuk
sebuah senyuman kebahagiaan, bagaimana tidak, untuk kesekian kalinya ia
berhasil mengelabuhi pengawal-pengawal itu.
"Ji Ri?" Seketika
senyuman Ji Ri memudar, berganti dengan raut wajah kebingungan dan
keterkejutan.
"Se..., Hun?" Ji Ri
salah tingkah, saat mengetahui jika Sehun yang menyapanya, "Untuk apa kau
di sini? Toilet namja di sebelah sana 'kan?"
Sehun terdiam, ia sendiri tak
tahu untuk apa berdiri di depan toilet yeoja seperti sekarang ini. Menunggu Ji
Ri? Oh ayolah, itu tidak mungkin. Sehun saja baru bertemu dengannya pagi tadi.
"Aku sedang menunggu
yeojachingu-ku." Sehun sendiri merasa aneh dengan ucapan yang baru saja
keluar dari mulutnya.
"Oh...," Ji Ri
hanya mengangukkan kepala mendengar ucapan Sehun. Timbul rasa ingin tahu dalam
dirinya, tapi buru-buru ia membuang hal itu.
"Itu Nona Ji Ri!"
Teriak laki-laki bertubuh bongsor yang berpakaian serba hitam, berlari mendekat
ke arah Ji Ri dan Sehun.
"Sehun, ayo kita
lari.." Ji Ri menarik tangan kanan Sehun dan langsung berlari secepat
mungkin bersama namja, yang menurut Jong In dan teman-temanya di sekolah
sangatlah dingin kepada setiap orang. Tapi tidak untuk Ji Ri.
"Hei, kau mau membawaku
ke mana?" Tanya Sehun, di sela deru napasnya yang memburu karena berlari
bersama Ji Ri.
"Sudah, lebih baik kau
diam saja!" Ji Ri terus berlari sembari tetap menggenggam erat tangan
Sehun, tanpa mengetahui Sehun yang sedari tadi berlari dengan kebingungan.
"Siapa kau, beraninya
mengaturku? Lagipula, kenapa mereka mengejarmu? Kau mencuri, ya?" Sungut
Sehun, walau sangat kebingungan, sama sekali tak terlintas dalam pikirannya
untuk melepas genggaman tangan Ji Ri. Aneh memang. Tapi itu berhasil membuat
Sehun merasa nyaman.
"Menunduk Sehun, mereka
semakin dekat!" Ji Ri membawa Sehun ke barisan tong sampah di area parkir,
untuk bersembunyi.
Sehun hanya menatap Ji Ri
dengan wajah datarnya. Yeoja yang aneh, pikir Sehun.
"Akhirnya, mereka pergi
juga.." Ji Ri merasa lega untuk yang kedua kalinya, saat ia mengintip di
balik tong sampah berukuran besar, dan melihat Chaerin, Seungri, dan dua
laki-laki bertubuh bongsor yang mengejarnya tadi, berlalu pergi keluar area
parkir.
"Kenapa kau menatapku
seperti itu?" Ji Ri sedikit salah tingkah, saat Sehun terus menatapnya
tanpa berkedip.
"Aniya, baru kali ini
aku bertemu yeoja pabo sepertimu.." Ejek Sehun sembari berdiri dari tempat
persembunyiannya, bersama Ji Ri tentunya.
"Ya! Aku tidak pabo
seperti yang kau pikirkan, Sehun!" Sungut Ji Ri sembari memajukan
bibirnya.
"Baiklah, kau tidak
pabo. Tapi kau yeoja yang sangat aneh." Sehun berjalan santai,
meninggalkan Ji Ri yang masih cemberut mendengar pendapat Sehun tentang
dirinya.
"Dasar, namja es
kutub!" Ejek Ji Ri sembari mengepalkan sebelah tangannya di udara.
Melihat Sehun tak memedulikan
dan meninggalkannya, Ji Ri berbalik arah dan melangkah berlawanan arah dengan
Sehun. Padahal rencana awal Ji Ri, menghabiskan sore di hari ketiga ia di Seoul,
dengan bersenang-senang tanpa pengawalan. Tapi karena Sehun, semangatnya hari
ini, menguap begitu saja seperti diterpa angin sore.
"Ji Ri.." Sehun
membalik tubuh Ji Ri secara tiba-tiba, dan sedetik kemudian, ia menatap Ji Ri
tepat di manik mata cokelatnya.
"W-wae, Sehun?" Ji
Ri tersentak melihat Sehun yang menatapnya dengan begitu aneh. Apa Sehun
kesurupan?.
Sehun mendekatkan wajahnya
dengan wajah Ji Ri, semakin lama semakin mendekat. Hingga tak menyisakan jarak
di antara mereka.
Ji Ri bisa merasakan embusan
napas Sehun yang menyapu kulit wajahnya. Ini untuk pertama kalinya Ji Ri
merasakan seperti ini. Jantung berdegup begitu cepat, memacu aliran darah
dengan kecepatan di atas rata-rata.
1.
2.
3.
Lembut, hangat, basah.
Ji Ri merasa asing dengan
ini, tapi ia begitu menikmatinya.
Sehun mencuri ciuman
pertamanya. Ya, mencurinya. Namja bermarga Oh ini mencuri ciuman yang Ji Ri
jaga hanya untuk suaminya kelak.
Lalu, kenapa Ji Ri tidak
berinisiatif menghentikan ciuman yang semakin lama berubah menjadi lumatan ini.
Entahlah, ciuman Sehun
seperti menguras habis tenaga Ji Ri. Bahkan untuk bersuara saja, Ji Ri tak
sanggup.
Ya Tuhan, kenapa Sehun melakukan ini?
To be continue.......
Mian kalau kurang memuaskan, namanya juga manusia, pasti banyak kekurangan. Jangan menjadi pembaca gelap. Gelap itu nggak enak, entar bisa numbur tiang *eh
ini bagus.. tapi boleh saya koreksi judulnya/? Harusnya ice prince -_-
BalasHapusgomawo Saeng, aku emang lemah kasih judul. kadang malah keliru terus ngmong bahasa inggrisnya :D
HapusWah si Sehun berani amat. ._.
BalasHapusBakal ditabok kaga tuh #plak
lanjut thor!
Gomawo Chingu, sudah mau membaca FF-ku ;)
BalasHapusKayaknya bakal seru nih, ditunggu lanjutannya! :)
BalasHapusGomawo Chingu ;)
BalasHapusAduh baru baca ff ini haha udh ada kelanjutannya thor?
BalasHapuskeren ih thor, udah ada lanjutannya?
BalasHapuskeren thor,udh ada lanjutannya?
BalasHapusLanjut
BalasHapusLanjut dong
BalasHapusLanjut dong
BalasHapuslanjutin dong
BalasHapusAw pas part akhirnya bikin ngfly ... Wkwkwk :D kece i like it ..
BalasHapus