ATTENTION !!!

Anyeonghaseyo our lovely reader ^^
Selamat datang di blog ini, Selamat membaca =)
Dan jangan lupa pula untuk meninggalkan jejak berupa komentar setelah membaca ^^

PS : dibutuhkan author baru untuk blog ini buat siapa saja, yang tertarik silahkan liat caranya di laman "yang mau jadi author kesini! ". kami membutuhkan author-author baru karena banyak author yang hiatus ._. kami selalu menerima author baru.

BAGI SEMUA AUTHOR : WAJIB selalu mengecek laman "Cuap-cuap reader and author" .

SAY NO TO PLAGIARISME & SILENT READER!!

Gomawo !

Sabtu, 13 September 2014

The Wedding and Psycho [2/3]



Tittle : The Wedding and Psycho
Main Cast : No Minwoo (Boyfriend) & Lee / No Rahyun (OC)
Genre : Angst, Romance, Marriage Life, Thriller, Crime
Author : Stephcecil
Lenght : Trilogi
Previous Part :  Chapter 1
A/N : Request by Arisa. Don't forget to comment after reading it ^^
Summary :  " kita belum berkenalan. Kenalkan, namaku Park Soora” Soora mengulurkan tangannya, hendak berjabat tangan dengan istri mantan kekasihnya itu.





***

 

Setelah upacara sakral itu selesai, pesta pernikahan pun segera dimulai. Gedung pernikahan mewah yang disewa Tuan Lee cukup besar dengan kapasitas 700 orang. Gedung itu didominasi warna putih, dengan interior rancangan desainer terkenal. Dan jangan lupakan tentang berbagai dekorasi mahal yang menghiasi tempat tersebut.

Tamu undangan berpakaian mewah berlalu lalang memenuhi gedung itu. Begitupun para pelayan yang sibuk melayani tamu-tamu. Sedangkan kedua mempelai tak urung merasa bosan setelah duduk di pelaminan selama kurang lebih satu jam penuh. Pada akhirnya, Lee Rahyun memutuskan untuk turun dan berbaur dengan para tamu. Walaupun sebagian besar undangan tak ia kenal. Tentu saja, kebanyakan undangan merupakan rekan bisnis Lee Corporation, yang datang menghadiri acara pernikahan anak bos mereka.

Baru beberapa langkah Rahyun turun, derap langkah lain menyusulnya. Orang itu menepuk pundak belakang Rahyun dan membuat gadis bermarga Lee itu terperanjat sesaat. Rahyun menoleh, demi melihat sosok Minwoo yang tiba-tiba saja berada di belakangnya.

“ Kenapa? Apakah ada yang salah? “ tanya Rahyun.

Minwoo menggeleng kecil dan berkata “ Tidak ada, aku juga merasa bosan. Dan kupikir aku bisa menemanimu menyapa para undangan. Bukankah banyak di antara mereka yang tidak kau kenal?” jelas Minwoo.

Rahyun hanya mengedikkan bahu sembari menaikkan alisnya. Dan kemudian kembali berjalan, namun kini dengan keberadaan Minwoo disampingnya. Pasangan suami-istri baru itu pun menyapa beberapa tamu, sebagian besar yang mereka sapa merupakan rekan bisnis atau kenalan Minwoo. Sedangkan Rahyun? Seberapa pun rajinnya ia menoleh ke kanan-kiri mencari sosok yang ia kenal, tetap saja hasilnya nihil. Entah dimana semua teman yang ia undang.

Rahyun mendesah pelan. Ia mengalihkan pandangan ke arah Minwoo yang tengah berbincang dengan salah seorang tamu. Pria setengah baya, mengenakan jas hitam, dan topi pedora. Rahyun dapat menebak jika orang tersebut lagi-lagi merupakan rekan bisnis Minwoo.

Ouh, ini membosankan 

Tiba-tiba saja pandangan mata Rahyun bertabrakan dengan sesosok gadis bergaun hitam, tengah berdiri di dekat stand minuman. Ia mengernyitkan dahi. Ia tidak mengenal gadis itu. Namun entah mengapa, sang gadis menatapnya dengan pandangan penuh arti. Seolah ia telah mengenal Rahyun. Oh. Apakah perkiraan Rahyun salah? Mungkin saja gadis itu tengah memperhatikan Minwoo.

Lee Rahyun menyikut lengan Minwoo, berusaha menarik perhatian suaminya. Dan berhasil, Minwoo memutar kepala ke arah Rahyun. Tak lupa dengan ekspresi heran yang terlukis jelas di wajah. Rahyun pun sedikit berjinjit, menjajarkan tinggi tubuhnya hingga setara telinga Minwoo dan membisikkan sesuatu di telinga namja itu.

“ Gadis bergaun hitam yang di pojok sana.. apa kau mengenalnya? “ Rahyun menggerakan dagunya, menunjuk pada posisi berdirinya sang gadis aneh.

Minwoo sontak memandang ke arah yang ditunjuk Rahyun. Dan tanpa diduga, kedua manik matanya mendelik. Ia begitu terkejut. Bagaimana bisa orang itu berada disini?

Rahyun sadar benar dengan reaksi aneh Minwoo. Apalagi ketika ia bergegas pamit pada Ahjussi yang tadi diajaknya berbincang, dan segera pergi dari sana. Rahyun pun mengekorinya dari belakang. Mereka berjalan ke stand minuman. Atau lebih tepatnya, ke tempat gadis itu berada.

Kadar keheranan Rahyun semakin meningkat saat mendapati No Minwoo menyapa gadis tersebut. Sang gadis pun membalas sapaan suaminya dengan seulas senyum lebar.

Lee Rahyun kembali mengernyitkan dahi. Jadi, mereka saling mengenal?

“ Lama tidak berjumpa.. Soora-ya “ ujar Minwoo.

“ Bagaimana kabarmu? Masih saja berkutat dengan pekerjaan? “ Soora balas bertanya.

“ Errr… bagaimana kau dapat menebaknya dengan begitu jelas? Itu sudah setahun lalu. “

“ Ingatanku cukup kuat, No Minwoo. Tidak ada secuil memori pun yang terlupakan. “

Park Soora terkekeh geli. Sedangkan Minwoo hanya tersenyum tipis. Dan anehnya, Rahyun dapat melihat ekspresi bersalah pada raut wajah suaminya. Walau hanya samar-samar. Hal tersebut membuat Rahyun semakin penasaran dan memutuskan untuk mematuhi gejolak dalam hatinya, bertanya mengenai hubungan mereka.

“ Permisi, maaf jika aku menganggu sebentar… “

Sontak dua kepala menoleh ke arah Rahyun. Seolah kedua orang itu baru menyadari keberadaannya.

“ Emm.. aku tidak bermaksud lancang tapi.. Sebenarnya bagaimana kalian saling mengenal? “ tanya Rahyun. Ia memandangi Soora dan Minwoo secara bergantian, mengharapkan jawaban atas rasa penasarannya itu.

“ Kami dulu pernah bersama. “ jawab Soora cepat.

Oh, jadi dia mantan kekasih minwoo?

Sementara objek yang dibicarakan hanya memalingkan wajah, seolah tidak menyukai pembicaraan mereka. Yah, No Minwoo lelah membahas hal-hal yang telah terjadi di masa lalu. Baginya, masa lalu tidak perlu dikenang. Tidak perlu diingat kembali. Apalagi jika itu menjadikan suasana hati Minwoo buruk.

“ Benarkah? “ Rahyun meminta kepastian.

Dengan enggan, Minwoo mengangguk pelan mengiyakan kenyataan tersebut.

“ Ohh.. “ gumam Rahyun tak jelas.

“ Omong-omong, kita belum berkenalan. Kenalkan, namaku Park Soora. ” Soora mengulurkan tangannya, hendak berjabat tangan dengan istri mantan kekasihnya itu. Rahyun pun tersenyum tipis dan menyambut uluran tangan Soora.

“ Sebenarnya ini terdengar asing sekaligus menggelikan.. tapi.. “ Rahyun terkekeh sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, “ Perkenalkan, namaku No Rahyun “

Rahyun tidak salah. Sejak beberapa jam yang lalu, namanya memang telah berubah menjadi No Rahyun, bukan lagi Lee Rahyun. Marga baru itu terasa asing ketika terlontar dari bibir Rahyun. Namun tak apa, lama-lama ia akan terbiasa.

Lihatlah No Rahyun, kau mulai beradaptasi sekarang!

Sebenarnya apa yang ia harapkan melalui perjodohan ini? Tidak ada. Ia tidak berani mengkhayal mereka berdua akan jatuh cinta layaknya kisah dalam telenovela. Di mana sang putri dan pangeran dengan awal hubungan yang buruk, akhirnya jatuh dalam lubang bernama cinta. Tidak sama sekali. Rahyun hanya berharap Minwoo memperlakukan ia dengan baik. Baginya itu sudah lebih dari cukup. Bagaimana pun juga, kini Rahyun merupakan istri sah nya.

“ No Rahyun.. “ Soora mengulang perkataan Rahyun. Sebenarnya begitu pelan, namun entah mengapa ia dapat menangkap nada tajam dalam suara Soora. Dan tanpa disadari, bulu kuduk gadis itu meremang.



***



No Rahyun menyandarkan tubuhnya pada dinding putih di sudut gedung pernikahan. Tidak banyak orang disana. Sebagian besar undangan bergerombol di stand-stand makanan, dan yang lain duduk manis di meja mereka. Rahyun sendiri telah mengganti gaun pernikahan –yang menurutnya terlalu merepotkan- dengan gaun merah yang jauh lebih simple dan tak menarik perhatian, tentunya.

Tangan kanannya menggenggam segelas wine. Sedangkan kedua indra penglihatan ia pejamkan sejenak, membuat suara keramaian terdengar jelas. Dentingan gelas, tawa seseorang, potongan-potongan percakapan, segalanya berkelebat dalam benak Rahyun. Gadis itu mendesah pelan. Ia kelelahan.

Baru saja ia membuka kelopak matanya, Rahyun dibuat terkejut dengan sosok yang tiba-tiba saja hadir di sampingnya. Namja berambut pirang itu menyambut Rahyun dengan cengiran lebar, membuat senyum gadis itu mengembang.

“ Tak kusangka kita akan berjumpa lagi disini “ ujar Youngmin. Ia menoleh ke arah Rahyun yang kembali memejamkan mata sembari bersandar di dinding. Yeoja itu hanya bergumam pelan merespon perkataan Youngmin.

“ Ternyata kau yang dijodohkan dengan Minwoo. Ini sungguh kebetulan mengejutkan “ lanjutnya.

Kali ini No Rahyun membuka mata dan menoleh ke arah Youngmin. Ia mendapati namja tersebut sibuk menahan tawa geli. Sontak Rahyun menjadi kesal. Ouh, apakah perjodohan merupakan hal lucu? Menurutku? Tidak sama sekali!

“ Apa ini lucu bagimu? “ ketus Rahyun.

“ Tidak. Maksudku… ini menarik. “

Kerutan pun tampak menghiasi dahi gadis itu.

“ Menarik bagaimana? “ rahyun menelengkan kepalanya, pertanda ia tengah dilanda bingung bercampur penasaran.

“ Kita terus saja bertemu walau tidak direncanakan sama sekali “ jelas Youngmin kalem.

Rahyun terkekeh pelan mendengar penjelasan Youngmin. Namun bagaimanapun juga, memang begitulah kenyataannya. Sudah dua kali mereka bertemu secara kebetulan, tanpa perencanaan sedikit pun. Mungkin takdir telah mempermainkan mereka.

Menit-menit berikutnya diisi dengan kesunyian. Rahyun meneguk perlahan Wine nya, minuman keras membuat ketenangan semu menerpa dirinya. Kemudian ia menatap ke langit-langit. Sementara bibir Rahyun tetap terkatup rapat, seolah enggan menghasilkan suara .

“ Bagaimana menurutmu? “ Youngmin yang tidak tahan dengan keheningan, akhirnya memutuskan untuk angkat bicara.

“ Bagaimana apanya? “ Rahyun balas bertanya.

“ Suami barumu “

No Rahyun mengulum senyum geli sebelum berkata, “ kurasa dia sedikit dingin. Tapi kupikir jika aku mengenalnya lebih jauh, dia bukan orang yang buruk juga “

“ Jadi, kau menyukainya? “ Youngmin menaikkan alisnya.

“ Aku tidak bilang jika aku menyukainya. Kubilang dia bukan orang yang buruk “ koreksi gadis itu.

Baru saja Youngmin membuka mulutnya -hendak membalas perkataan Rahyun-, ketika sebuah suara bariton menyela perbincangan mereka. Kedua orang itu pun sontak menoleh ke arah datangnya suara, dan mendapati Minwoo tengah menatap mereka dengan pandangan heran. Seolah mempertanyakan hal apa mereka lakukan sejak.. um.. 10 menit yang lalu?

Minwoo melirik sekilas sahabatnya, yang tengah melipat tangan di depan dada.

“ Ikut aku “ perintah Minwoo.

“ Youngmin-ssi, aku pergi dulu. Sampai jumpa! “ Rahyun menyempatkan diri berpamitan seraya melempar senyum ke arah namja berambut pirang itu, ketika lengannya ditarik paksa oleh Minwoo yang setengah menyeretnya pergi dari sana. Sedangkan Youngmin hanya melambaikan sebelah tangan, mengucapkan sampai jumpa secara tak langsung, dan mengamati gadis tersebut lenyap dari pandangannya.



***



“ Ya! Apa yang kau lakukan? “ Rahyun menyentakkan tanganya cukup kencang hinggga terlepas dari cengkeraman Minwoo. Tadi namja itu menyeretnya kemari tanpa alasan. Padahal jelas-jelas ia tengah asyik mengobrol dengan Youngmin.

Kini mereka berdua berada di ruang istirahat yang khusus disediakan untuk mempelai ataupun keluarganya. Minwoo mendengus kesal seraya melemparkan tubuhnya ke sofa di sudut ruangan. Ia melonggarkan sedikit dasinya, menambah kadar kenyamanan bagi dirinya sendiri.

“ Ya! Kau mengabaikanku? “ sentak Rahyun kesal. Tangannya terlipat di depan dada. Kedua manik mata kecokelatan miliknya memandang Minwoo dengan tatapan tajam menusuk. Seandainya tatapan dapat membunuh. Minwoo pasti telah terkapar tak bernyawa.

No Minwoo memutar bola matanya. Ia mendesah pelan. Gadis yang berdiri di hadapannya ini mudah sekali tersulut emosi.

“ Dengar. Menurutmu apa yang dipikirkan orang ketika melihat mempelai wanita sibuk berduaan dengan namja lain yang bukan suaminya? “ tegur Minwoo langsung.

“ Tapi dia kenalanku, tidak bisakah aku berbincang dengannya? Aku sangat bosan tadi “ protes Rahyun.

“ Mereka tidak peduli siapa namja itu. Mereka tidak akan repot-repot bertanya seperti apa hubungan kalian“

“ Tapi tetap saja… “

“ Dan aku juga tidak peduli darimana kau mengenal Youngmin Hyung. Aku hanya tidak ingin ada rumor buruk yang tersebar tentang ku “

No Rahyun menggigit bibir bawahnya. Ia kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan namja itu. Pada akhirnya Rahyun memilih bungkam, kemudian menjatuhkan diri di samping Minwoo. Ia baru ingat jika kedua kakinya belum diistirahatkan sejak satu jam lalu. Sensasi nyaman merayapi Rahyun ketika akhirnya ia dapat mendaratkan pantatnya di atas sofa. Nyaman sekali.



***



Park Soora mengemudikan sedan hitam miliknya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tak dipedulikannya suara klakson mobil di belakang –yang baru ia dahului- seolah memprotes tindakan Soora. Gadis itu dilanda emosi bernama amarah. Tidak. Bukan hanya amarah. Terdapat rasa sesak sekaligus sakit yang menyerang bagian dada. Membuat kabut bening terbentuk pada kedua manik hitam Soora.

Ia ingin menangis, namun ini terlalu menggelikan baginya.

Perlahan namun pasti, Soora melepaskan tangan kirinya dari kemudi dan digunakannya untuk merogoh tas tangannya –yang berkapasitas cukup besar-. Ia mengeluarkan sebuah benda tajam, berkilat diterpa cahaya yang menyelusup melalui jendela mobil.

Sebuah pisau berukuran sedang.

Seulas senyum mengerikan tersungging pada wajah Soora. Gadis itu pun menyipitkan matanya, seolah mengagumi keindahan benda yang kini berada dalam gengamannya itu. Pikiran Soora melayang jauh, membayangkan adegan di mana ia akan menggunakan benda tersebut.

Bukankah ia akan berjanji akan menghabisi nyawa siapapun yang berani merebut Minwoo darinya?



***



Sinar matahari pagi menyelusup melalui celah-celah jendela kamar mereka, karena Minwoo baru saja membuka gorden lebar yang menghalangi masuknya cahaya. Kini ruang berukuran 5x4 meter itu telah jauh lebih terang. Sesosok gadis menggeliat di salah satu sisi kasur, ia mengerjap-ngerjapkan kedua indra penglihatannya. Kelihatannya perbuatan Minwoo sukses membangunkan Rahyun.

No rahyun meregangkan otot-ototnya yang kaku, kemudian ia beralih pada posisi duduk di kasur seraya mengucek mata dengan sebelah tangannya. Lagaknya begitu santai. Tentu saja, ia tidak memiliki jadwal kuliah hari ini. Jadi Rahyun bebas untuk bersantai sepanjang hari.

“ Kau sudah bangun? “ pertanyaan itu ditujukan untuk sosok pemuda yang tengah merapikan dasinya di depan cermin. No Minwoo telah siap dengan setelan kerjanya. Kemeja putih, jas coklat, dan celana panjang yang berwarna coklat pula. Benar-benar formal.

“ Ya. Aku harus ke kantor sekarang “ jawab Minwoo pendek.

“ Apa kau tidak menyempatkan diri untuk sarapan? Aku bisa membuatnya sekarang jika kau mau “ tawar Rahyun.

No Rahyun tidak ingin berakting sebagai istri yang melayani suaminya dengan penuh cinta. Tidak. Bagaimanapun juga, pernikahan ini dilakukan atas dasar perjodohan, bukan cinta. Ia hanya ingin berlaku layaknya istri yang baik. Dan salah satu tugas wajib seorang istri adalah membuatkan sarapan, bukan? Satu hal lagi, mereka memang memutuskan untuk berbagi kamar dan tempat tidur yang sama. Namun rupanya Minwoo tidak menyentuh Rahyun sama sekali. Ia tahu gadis itu belum siap.

Minwoo melirik sekilas jam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Tersisa 20 menit sebelum aktivitas di kantor dimulai. Kemudian ia mengalihkan pandangan ke arah Rahyun –yang menatapnya penuh harap- sembari mengedikkan bahu.

“ Bisa kau buatkan aku kopi saja? Aku tidak terbiasa sarapan “

“ Tentu “

Kemudian Rahyun beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju dapur. Menit berikutnya terdengar berbagai bunyi-bunyian dari arah dapur, menandakan gadis itu tengah menyibukkan diri disana. Sedangkan Minwoo memutuskan untuk duduk manis di sofa ruang depan, menunggu kopi pagi nya.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Rahyun untuk membuat segelas kopi. Karena kurang dari lima menit, secangkir kopi telah tersuguh di atas meja, di hadapan Minwoo. Tentu saja, itu kopi buatan Rahyun.

“ Bagaimana? “ tanya Rahyun, memastikan rasa kopi buatannya.

“ Sangat enak “ jawab Minwoo disela-sela kegiatannya menyeruput kopi. Sebenarnya bagi Minwoo, cairan hangat tersebut lebih dari sekedar ‘sangat enak’. Sensasi manis dan pahit yang dirasakan lidahnya… Mungkin itu adalah kopi terenak yang pernah diminumnya seumur hidup. Tak urung terdapat keinginan dalam hati untuk bertanya pada Rahyun bagaimana ia dapat membuat kopi seenak tadi. Namun lupakan saja. Minwoo tidak ingin membuang waktu berharganya, demi sekedar menanyakan hal yang tidak penting.

Dan entah mengapa, kedua tungkai Rahyun dibuat lemas saat Minwoo melemparkan seulas senyum padanya, sebelum Namja tersebut berpamitan pergi.


***




Sesosok gadis tengah menopangkan dagu dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja. Ia menghela napas dalam. Sungguh, tidak ada lagi yang dapat dilakukannya disini. Ia telah menyelesaikan segala jenis pekerjaan rumah. Dimulai dari menyapu, mengepel, bahkan menggunakan mesin penyedot debu di tiap ruangan. Hingga kini, ia mendapati dirinya termenung seorang diri.

Ia benci sendirian, terlebih lagi ketika dirinya dilanda kebosanan. Minwoo belum pulang –walau ia tidak tahu apa yang dapat dilakukannya jika Minwoo berada disini- setidaknya ia tidak sendirian di rumah jika pria itu ada. Sedangkan Yoora sibuk dengan jadwal kuliahnya.

Tiba-tiba saja sebuah dering ponsel memecah kesunyian. Sontak Rahyun beranjak dari posisi duduknya dan melangkah menuju meja dapur, tempat dimana ponselnya tergeletak. Sungguh, dia bukan tipe gadis yang rapi. Dan meletakkan barang-barang miliknya sesuka hati merupakan salah satu kebiasaan buruk Rahyun.

Ia mengernyit mendapati pesan masuk dari nomor tak dikenal.

Rahyun-ah, ini aku Park Soora,kita bertemu kemarin, kau ingat? Aku hampir mati kebosanan. Jadi aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Kita bertemu di Maliba’s Café. Bagaimana?

Seulas senyum menghiasi wajah Rahyun ketika membaca deretan kalimat tersebut. Ajakan makan siang? Ayolah, sudah pasti dia menerimanya! Setidaknya itu jauh lebih baik dibandingkan berdiam diri di rumah tanpa tahu apa yang harus dilakukan.

Tanpa pikir panjang, No Rahyun segera membalas pesan tersebut.

Tentu saja! Aku akan berada di sana 30 menit lagi.



***



Tepat seperti perkiraan Rahyun, gadis itu tiba di tempat yang dijanjikan dengan memakan waktu setengah jam. Begitu membuka pintu depan kafe, ekor matanya menangkap sesosok yeoja yang tampak tak asing lagi baginya. Dia adalah Park Soora, tengah duduk menikmati secangkir hot Chocolate di salah satu meja yang terletak di sudut.

Pemilik rambut gelap itu mendongak kemudian melambaikan tangannya ketika mendapati Rahyun telah tiba. Sementara Rahyun tersenyum tipis dan menghampiri gadis itu. Ia menarik kursi di seberang Soora dan mendaratkan pantatnya di sana.

“ Aku sudah memesankan makanan untukmu. Spaghetti. Kuharap kau suka. “ ujar Soora seraya menyodorkan secangkir Hot Chocolate lain pada Rahyun. Dia memang memesan dua gelas minuman tersebut. “ Dan ini… Hot Chocolate.. “ lanjutnya.

No Rahyun kembali mengembangkan senyumnya, “ Terimakasih. “

“ Tidak masalah. “ sahut Soora cepat.

Rahyun menyesap Hot Chocolate miliknya perlahan. Cairan hangat itu memberi sensasi nyaman pada kerongkongannya. Minuman favoritnya tersebut memang selalu nikmat dikonsumsi kapan saja.

“ Bagaimana rasanya? “

Hot Chocolate selalu enak bagiku. “

“ Bukan itu yang ingin kutanyakan. “

“ Lalu apa? Aku tidak mengerti maksudmu. “ Rahyun balas bertanya.

Soora terkekeh kecil, “ Tentu saja yang kumaksud adalah.. menjadi istri dari No Minwoo sekaligus menantu keluarga No. “

No Rahyun memutar bola matanya, kemudian mendesah pelan sebelum menjawab pertanyaan absurd itu. Ouh, bahkan aku sendiri tidak mengetahui rasanya.

“ Seperti itulah.. “ gumamnya.

“ Memangnya seperti apa? Menyenangkan tidak? Atau jangan-jangan Minwoo bersikap dingin padamu dan kau menjadi tak betah disana? “ tebak Soora.

“ Sebenarnya dia tidak begitu dingin. Tapi yah.. seperti itulah. Dan kau benar, aku tidak begitu betah disana. “ lirih Rahyun.

Park Soora kembali tertawa kecil sebelum akhirnya mencondongkan tubuhnya ke depan, memperkecil jarak di antara mereka, dan menatap kedua manik kecokelatan Rahyun penuh arti. Tak urung Rahyun merasa risih, dan entah mengapa… tatapan Rahyun membuat ia terintimidasi.

“ Tenang saja, jika kau mengenal Minwoo sedikit lebih jauh. Kau akan tahu jika dibalik sosok pria dingin itu, sebenarnya dia memiliki hati yang lembut sekaligus hangat. “

“ Bagaimana Kau da- “

Perkataan Rahyun tersendat di lidah. Baru saja ia ingin menanyakan bagaimana bisa Soora begitu mengenal Minwoo, ketika ia teringat akan status mereka pada masa lalu. Tentu saja, dulu dia merupakan kekasih Minwoo.

No Rahyun tersenyum kecut.

“ Ada apa? “ Soora bertanya heran karena Rahyun tidak melanjutkan kata-katanya.

“ Tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu. “

“ Sesuatu apa? “

“ Bukan hal penting kok. “ Rahyun mengibaskan sebelah tangannya.

Untuk beberapa menit kedepan, hanya kesunyian yang terasa di antara mereka. Kedua mulut terkatup rapat. Tanpa sedikit pun hal terbersit dalam benak mereka yang dapat digunakan sebagai bahan pembicaraan.

No Rahyun sama sekali tak menyadari sepasang tangan yang terkepal erat di bawah meja. Gadis itu, Park Soora, tengah sibuk menahan emosi membara, berkecamuk dalam dada. Menahan hasrat membunuh gadis di hadapannya ini sekarang juga.

Hingga akhirnya seorang pelayan pun datang demi mengantar makanan pesanan Soora dan Rahyun.

Yah, setidaknya kini mereka memiliki hal lain untuk dilakukan selain mengaduk-aduk secangkir Hot Chocolate.


***




Kurang lebih seminggu berlalu sejak mereka menjalin ikatan sebagai pasangan suami istri. Tidak hal menarik yang terjadi di antara kedua insan itu. No Minwoo tetap disibukkan oleh pekerjaan –manager lee corporation- sementara Rahyun mengurusi kuliahnya. Layaknya pernikahan atas dasar perjodohan, tidak ada interaksi romantis di antara kedua orang itu. Tidak sama sekali. Memang benar waktu yang berlalu membuat mereka semakin dekat. Apalagi Rahyun dan Minwoo tinggal satu atap. Namun tiada yang tahu bagaimana takdir akan membawa mereka…


***


Dua sosok pemuda tengah asyik berebut bola di lapangan. Keringat mengucur deras membasahi tubuh mereka. Tak dihiraukannya rasa letih yang menjalari tubuh. Karena saat ini dua orang itu sibuk bersenang-senang. Berlari, men dribble, dan memasukkan bola tersebut ke jaring.

Duk!

Salah seorang pemuda berhasil mencetak skor. Ia pun memasang sebuah cengiran lebar, memamerkan deretan gigi yang putih. Sedangkan ekspresi kekalahan tercetak jelas pada wajah pemuda satunya. Mereka pun sibuk mengatur nafas yang terengah-engah. Tentu saja, bermain basket selama satu jam penuh cukup menguras tenaga mereka.

“ 12 – 10. Aku yang menang, hyung! “ seru Minwoo sembari menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Kemudian ia tertawa lepas. Tawa yang sarat kebahagiaan. Entah kapan terakhir kalinya ia merasa sesantai ini.

“ Baiklah. Aku mengaku kalah. “

Jo Youngmin tersenyum tipis. Ia meletakkan kedua tangan di depan dada, tanda menyerah. Minwoo pun terkekeh kecil. Pemuda itu melempar bola basket yang tadi digenggamnya dan melemparnya sembarangan. Mereka dapat membereskannya nanti.

Kemudian mereka berjalan ke pinggir lapangan dan mendaratkan pantat di bangku kayu yang terdapat di sana. Semilir angin sore menerpa lembut kulit mereka. Sungguh sejuk sekaligus menenangkan.

“ Minwoo-ya, kau sangat beruntung dijodohkan dengan gadis macam Rahyun. Dari saat aku bertemu dengannya pertama kali. Aku langsung tahu jika dia gadis yang baik. “ ujar Youngmin tiba-tiba.

No Minwoo sontak menghentikan aktivitasnya –meneguk air minum dari botol- dan menoleh kea rah Hyung nya. Ia menaikkan alisnya.

“ Oh, ya? Aku merasa biasa saja. “ Minwoo mengedikkan bahu.

“ Dasar kau ini.. “ Youngmin mendesis kesal.

“ Omong-omong hyung, bagaimana kau mengenal Rahyun? “ kali ini Minwoo balas bertanya.

“ kami bertemu di toko buku secara kebetulan. Bukankah ini seperti takdir? “

“ Takdir katamu? Cih. “ Minwoo memalingkan wajah.

Samar-samar indra pendengaran Youngmin menangkap gerutuan tak jelas dari Minwoo. Mungkinkah namja itu cemburu? Oh, ayolah. Dia bertingkah kekanakan. Dan itu sukses membuat seorang Jo Youngmin mengulum senyum geli.



***



Gadis itu berlari kecil dengan kedua tangan diletakkan di dekat dahi, melindungi wajah dari tetesan hujan yang menerpanya. Walau jelas tak berfungsi banyak karena hujan begitu deras. Namun gadis itu seolah tak peduli, ia meneruskan langkah menuju pinggiran tempat parkir universitas. Gadis itu berhenti di bawah pohon besar, setidaknya ia dapat terlindung dari hujan di sana.

No Rahyun mendesah pelan. Mobilnya sedang berada di bengkel dan entah kapan perbaikannya selesai. Akhir-akhir ini ia selalu menumpang mobil Yoora, kebetulan mereka mengambil jurusan yang sama. Namun hari ini Yoora pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendadak.

Dan akhirnya di sinilah ia berada. Menghindari hujan dengan berlindung di bawah pohon. Bagian terburuknya ialah, gadis itu bahkan tidak membawa payung. Dan ia tidak tahu bagaimana caranya ia dapat kembali ke rumah. Ia bisa saja nekat menembus hujan dan menaikki kendaraan umum. Tapi yang benar saja, jarak dari universitas menuju jalan utama sekitar 2 km. Yang berarti tubuh Rahyun akan basah kuyup. Sedangkan pertahanan tubuh gadis itu sangat lemah, ia tidak ingin terserang flu.

Bagaimana ini?

Tiba-tiba saja sebuah pemikiran terbersit di benaknya. Mungkin ini memang ide gila. Namun ingin bagaimana lagi? Tidak ada jalan lain.

Ia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya, sebelum merogoh saku celana dan mengeluarkan benda mungil dari dalam sana. Sedetik kemudian jemari Rahyun telah bergerak lincah di atas layar Touchscreen.


***



No Minwoo tengah mengemudikan BMW hitam miliknya dengan kecepatan rata-rata. Ia bersiul pelan. Rupanya suasana hati pria itu sedang baik. Musik beraliran pop mengalun melalui radionya. Kendaraan tersebut melaju mulus menembus jalanan yang sepi karena hujan.

Hari ini sempurna baginya. Ayahnya memberi cuti satu bulan, dan itu berarti ia dapat menghabiskan waktu untuk bersantai serta melakukan hobinya –bermain basket- tentu saja.

Tiba-tiba dering ponsel mengalihkan perhatian Minwoo, menandakan ada pesan masuk. Ia pun melepaskan sebelah tangannya dari kemudi, dan digunakannya untuk mengambil ponsel yang tergeletak di jok sebelah. Entah mengapa seulas senyum tipis menghiasi wajah pria itu saat mendapati nama sang pengirim pesan.

From: No Rahyun

Errr… jika kau tidak sibuk, bisakah sekarang kau menjemputku di kampus? Aku tidak bisa pulang karena hujan. Dan tidak bisa menumpang mobil Yoora karena dia sudah pulang duluan. Maaf jika aku merepotkanmu.

Seusai membaca deretan pesan itu. Ia segera memutar balik kemudi menuju arah yang berlawanan. Niatnya untuk segera pulang dapat ditunda terlebih dahulu, ada hal lain yang harus diurusnya.



***



Otak Rahyun masih sulit untuk mencerna kejadian ini. Yang benar saja, ternyata seorang Minwoo yang begitu dingin mau menolongnya? Atau lebih spesifik lagi, menjemput gadis itu. Karena tadi belum sampai 15 menit Rahyun menunggu, sebuah BMW hitam telah terparkir manis di depannya. Dan si pengemudi bernama No Minwoo.

Kini kedua orang itu telah berada di dalam mobil. Suasana canggung jelas terasa di antara Minwoo dan Rahyun. Kedua bibir terkatup rapat. Tidak ada yang berminat memulai pembicaraan.

No Rahyun meremas-remas telapak tangannya, pertanda ia tengah dilanda kegugupan. Ouh, Rahyun benci atmosfir semacam ini. Pada akhirnya ketika ia hendak membuka mulut, Minwoo memutuskan untuk berbicara mendahului Rahyun.

“ Setelah tiba di rumah nanti, segera bereskan barang-barangmu. Kita akan berangkat besok “ ujar Minwoo tiba-tiba.

Sontak Rahyun menoleh ke arah namja itu, dengan eskpresi heran terlukis pada wajahnya. Keningnya berkerut. Ia kebingungan. Memangnya ia akan membawaku pergi kemana?
“ Ta-tapi, pergi kemana? Kenapa tiba-tiba sekali?”

Minwoo mengedikkan bahunya. Santai sekali.

“ Kemarin abeoji meneleponku. Dia menyuruh kita berbulan madu ke pulau jeju. Disana ada villa yang biasa digunakan keluarga kami untuk berlibur “ jelasnya.

“ Bagaimana dengan kuliahku? Dan perusahaanmu? “

Abeoji sudah mengurus itu. Tenang saja, cuti  kuliah selama singgu tidak akan menimbulkan masalah, bukan? “

Rahyun tidak menjawab. Ia sibuk dengan berbagai pikiran yang seketika berkelebat dalam benaknya. Bagaimanapun juga, rencana ini terlampau mendadak. Yang ia maksudkan adalah, biasanya jika seseorang berlibur, mereka akan mempersiapkannya dari jauh-jauh hari kan? Begitu pula Rahyun. Apalagi disana ia hanya berdua dengan Minwoo. Bukankah itu berbahaya?

Ia mendesah pelan kemudian menyandarkan tubuh di sandaran jok mobil. Kepasrahan menyelimuti dirinya.

Sudahlah. Yang akan terjadi biarlah terjadi.

.

.

TBC..


5 komentar:

  1. jadi bunuh-bunuhannya part terakhir? wkwkwk
    aku suka bgt pas minwoo cemburu wkwkw
    btw, youngmin jadian sama tmnnya rahyun dung!!

    BalasHapus
  2. Jadi tegang waktu adegan Soora thor ><
    Dilanjut ya!

    BalasHapus
  3. Greget banget ih sama soora, sirik bgt kalo minwoo udh punya istri biarin aja sih dia punya kebahagian sendiri kalo udh jadi mantan gausah jadi sok milikin lagi deh egois. Penasaran chingu next palli

    BalasHapus